Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Evektivitas Jaminan Sosial dalam Mengatasi Penurunan Populasi di Jepang
31 Maret 2024 12:31 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Catur Ratna Sa'adah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dekade terakhir Jepang mengalami penurunan jumlah penduduk yang cukup pesat dan berkelanjutan. Faktor utama penyebab penurunan ini adalah angka kelahiran yang rendah. Banyaknya masyarakat Jepang yang memilih untuk tidak menikah atau childfree membuat angka kelahiran semakin rendah setiap tahunnya. Angka kematian selama tiga tahun berturut-turut yang mencapai rekor tertinggi, yaitu 1.595.503 jiwa juga menjadi salah satu faktor semakin turunnya jumlah penduduk Jepang. Kematian tersebut utamanya disebabkan oleh pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dikutip dari berita ANTARA pada tahun 2023, jumlah kelahiran bayi di Jepang mencapai angka terendah dalam sejarah. Terjadi penurunan sebesar 5,1 persen menjadi 758.631 selama periode pelaporan, menurut informasi dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang. Angka ini menandai penurunan dalam delapan tahun berturut-turut dan tetap di bawah angka 800.000 sejak tahun 2022.
Ada beberapa alasan yang mendasari masyarakat Jepang, khususnya para pemuda, memilih untuk tidak menikah atau childfree. Diantaranya adalah biaya hidup yang tinggi, karier tidak stabil, tidak tertarik menikah, gaya hidup independen, tuntutan pekerjaan, dan masalah tempat tinggal. Rata-rata masyarakat Jepang menghabiskan sekitar 550 ribu yen atau Rp64,5 juta per bulannya untuk yang sudah berkeluarga. Tingginya biaya hidup tersebut membuat banyak pasangan khawatir, terutama di daerah metropolitan seperti Tokyo. Banyak pasangan merasa takut tidak mampu untuk menyediakan kehidupan yang layak bagi anak-anak mereka. Biaya pendidikan, perawatan kesehatan, dan perumahan yang tinggi menjadi faktor utama dalam keputusan mereka untuk childfree.
Pemerintah telah memberi jaminan sosial kepada masyarakat Jepang, biasa disebut Shakai Hoken (社会保険). Shakai Hoken adalah program asuransi sosial yang mencakup perlindungan terhadap kesehatan, pensiun, kecelakaan, dan bahkan biaya pemakaman. Jika peserta program meninggal dunia, keluarganya akan menerima manfaat pensiun, sedangkan jika mengalami cacat, peserta akan mendapatkan manfaat pensiun cacat. Program Jaminan Sosial ini, dikelola oleh pemerintah Jepang dan diajukan melalui perusahaan tempat seseorang bekerja. Program ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu Asuransi Kesehatan (kenko hoken) dan Jaminan Sosial (kousei nenkin). Pendaftaran dalam Shakai Hoken merupakan kewajiban bagi perusahaan untuk karyawannya. Karyawan yang bekerja lebih dari dua bulan di suatu perusahaan, memiliki jam kerja lebih dari enam jam sehari, dan menerima lebih dari 75% penghasilan yang diperoleh, akan secara otomatis terdaftar dalam program ini.
ADVERTISEMENT
70% biaya pengobatan ditanggung oleh asuransi. Ada juga asuransi yang tidak membiarkan biaya pengobatan melebihi 80.100 yen per bulan. Jika seseorang cedera atau sakit, dan tidak dapat bekerja dan menerima gaji, ia menerima 60% dari gaji yang hilang hingga 1 setengah tahun. Jika pemegang Shakai Hoken hamil, ia dapat menerima 60% dari gaji yang tidak dapat ia terima karena melahirkan. Seorang ibu yang melahirkan bayi akan menerima bantuan kelahiran sebesar 420.000 yen. Shakai Hoken juga membayar kebutuhan rumah sakit lainnya, seperti produk ortopedi dan fisioterapi. Jika pemegang atau tanggungan meninggal, bantuan pemakaman sekitar 50.000 yen akan dibayarkan.
Shakai Hoken memberikan perlindungan kepada warga negara Jepang, termasuk anak-anak. Meskipun fokus utama Shakai Hoken adalah untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dan keluarga mereka, program ini secara tidak langsung memberikan manfaat kepada anak-anak melalui perlindungan yang diberikan kepada keluarga mereka. Melalui perlindungan kesehatan, pensiun, dan manfaat lainnya yang disediakan oleh Shakai Hoken, anak-anak memiliki akses terhadap sumber daya yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dengan demikian, peran Shakai Hoken dianggap memberikan kontribusi nyata pada kesejahteraan generasi Jepang mendatang.
ADVERTISEMENT
Semua orang yang berusia di atas 20 tahun, tanpa memandang kebangsaan, perlu mendaftar di beberapa asuransi kesehatan dan jaminan sosial. Selain Shakai Hoken, ada beberapa alternatif seperti Kokumin Kenko Hoken, Kokumin Nenkin, dan masih banyak lagi jenis jaminan sosial yang dicanangkan pemerintah Jepang. Golongan orang-orang yang wajib mendapatkan jaminan sosial di Jepang adalah tunawisma, pekerja, lansia, disabilitas, dan orang tua tunggal. Namun, orang miskin yang secara fisik mampu bekerja tidak berhak mendapatkan bantuan, baik orang tersebut benar-benar mempunyai pekerjaan atau tidak. Jepang tidak menjadikan bantuan negara sebagai pilihan pertama bagi masyarakat miskin. Garis pertahanan awal adalah pekerjaan, kemudian keluarga, dan baru setelah itu negara turun tangan dengan memberikan uang tunai.
ADVERTISEMENT
Distribusi jaminan sosial di Jepang diatur dengan ketat. Petugas kesejahteraan sosial melakukan pemeriksaan terhadap calon penerima jaminan sosial dan bahkan melakukan kunjungan ke rumah mereka untuk memastikan bahwa mereka tidak memiliki barang-barang mewah seperti mobil atau AC. Selain itu, mereka juga melakukan kunjungan rutin yang tidak terjadwal ke rumah penerima untuk mengawasi perkembangan mereka. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah Jepang dalam memastikan bahwa bantuan sosial disalurkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkannya dan mencegah penyalahgunaan jaminan.
Sama halnya dengan masalah di negara lain, distribusi jaminan sosial di Jepang tidak selalu merata di semua lapisan masyarakat. Meskipun program-program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi seluruh warga, terdapat variasi dalam tingkat manfaat yang diterima oleh individu dari latar belakang sosial dan ekonomi yang berbeda. Secara umum, masyarakat yang memiliki pendapatan rendah atau kondisi keuangan yang rentan cenderung mendapatkan manfaat yang lebih besar dari program-program jaminan sosial. Namun, terdapat tantangan dalam mencapai distribusi yang merata, terutama di daerah yang terpencil atau di komunitas yang kurang terlayani oleh sistem jaminan sosial. Beberapa individu menganggap masih ada kesenjangan antara manfaat yang diterima oleh kelompok tertentu, seperti pekerja kontrak atau paruh waktu, dibandingkan dengan pekerja tetap dan penerima pensiun.
ADVERTISEMENT
Banyak masyarakat Jepang yang juga enggan mengajukan jaminan sosial. Pembagian kekayaan, rasa tanggung jawab yang meningkat terhadap keluarga, dan perasaan malu adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan banyak individu yang berhak atas bantuan kesejahteraan untuk tidak mengajukannya. Rasa malu seringkali mencegah mereka untuk memanfaatkan bantuan yang seharusnya mereka terima. Sistem ini jarang menghasilkan ketergantungan, karena pendekatan Jepang menekankan nilai-nilai kerja keras dan pentingnya hubungan dalam keluarga.
Program-program seperti Shakai Hoken telah membantu masyarakat Jepang mengatasi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Meski demikian, masih banyak kritik terhadap sistem jaminan sosial di Jepang. Beberapa orang berpendapat bahwa manfaat yang diberikan oleh program-program ini belum cukup untuk mengatasi biaya hidup yang terus meningkat, terutama di daerah metropolitan seperti Tokyo. Biaya perawatan kesehatan, pendidikan, dan perumahan yang terus meningkat dapat menimbulkan tekanan keuangan yang besar bagi keluarga, terutama bagi orang dengan pendapatan rendah atau yang berada di luar sistem formal kerja. Selain itu, beberapa orang merasa bahwa sistem jaminan sosial di Jepang tidak cukup fleksibel atau tidak mampu menangani perubahan-perubahan dalam kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Tantangan demografis, seperti penurunan angka kelahiran dan peningkatan jumlah lansia, juga dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem pensiun dan kesehatan di masa depan. Hal tersebut yang mendasari banyak masyarakat Jepang memilih tidak menikah atau childfree, walau sudah banyak tersedia berbagai macam jaminan sosial.
ADVERTISEMENT