Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Manajemen Risiko dalam Wisata Spiritual: Studi Kasus Tanah Lot dan ISO 31000
24 Maret 2025 12:33 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Azzahra Yudhistriani Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Liburan itu seru, apalagi kalau bisa menikmati alam indah dan budaya lokal yang unik. Tapi di balik semua keindahan itu, ada hal penting yang sering dilupakan, yaitu soal risiko. Kecelakaan, bencana, sampai kesalahpahaman budaya bisa merusak pengalaman wisata.
ADVERTISEMENT
Supaya liburan tetap aman dan nyaman, pengelola wisata perlu siap sedia. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan standar manajemen risiko seperti ISO 31000. Standar ini bantu memastikan semua berjalan aman, baik untuk wisatawan maupun destinasi itu sendiri.
Potensi Risiko dalam Aktivitas Wisata
Berbagai jenis risiko sering kali menyertai aktivitas wisata. Berdasarkan penelitian oleh Tjhing Man Lie dkk, risiko-risiko tersebut meliputi infrastruktur yang tidak terawat, kurangnya pelatihan petugas lapangan, sistem transportasi yang tidak aman, hingga kejadian alam seperti banjir atau gempa bumi. Risiko lain yang muncul adalah kelalaian wisatawan sendiri yang tidak mematuhi peraturan keselamatan, serta potensi konflik budaya akibat minimnya informasi yang diberikan pengelola wisata kepada pengunjung.
Contoh yang relevan dapat ditemukan pada destinasi wisata spiritual Tanah Lot di Bali. Destinasi ini menarik ribuan wisatawan setiap tahun, baik domestik maupun mancanegara. Selain sebagai objek wisata alam yang ikonik, Tanah Lot juga merupakan tempat beribadah yang sakral bagi umat Hindu. Berdasarkan studi oleh Kusuma dan Suryasih, sebagian besar wisatawan datang dengan motivasi spiritual, seperti mengikuti ritual penyucian diri (melukat) dan meditasi. Namun, interaksi antara wisatawan dan nilai-nilai sakral di tempat tersebut juga menyimpan potensi risiko, seperti ketidaktahuan wisatawan terhadap tata tertib, kesalahpahaman budaya, hingga potensi konflik sosial.
ADVERTISEMENT
Semua kondisi tersebut menunjukkan perlunya sistem manajemen risiko yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dan berbasis standar global. Tanpa perencanaan risiko yang matang, pengalaman wisata bisa berubah menjadi pengalaman buruk, baik bagi pengunjung maupun tuan rumah.
ISO 31000:2009 dan Kerangka Manajemen Risiko
ISO 31000:2009 merupakan standar internasional yang mengatur prinsip, kerangka kerja, dan proses manajemen risiko yang dapat diterapkan di berbagai sektor. Dalam konteks pariwisata, standar ini membantu pengelola untuk menyusun langkah-langkah strategis dalam menangani potensi bahaya, mengoptimalkan keselamatan, serta menjaga keberlanjutan destinasi.
Yuviani Kusumawardhani dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ISO 31000 dapat diimplementasikan melalui tiga tahapan utama, yaitu penetapan konteks, penilaian risiko (risk assessment) dan penanganan risiko (risk treatment). Ketiga tahapan tersebut didukung oleh proses komunikasi-konsultasi serta pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan. Penetapan konteks dilakukan dengan memahami karakteristik internal dan eksternal dari destinasi wisata. Misalnya, Tanah Lot sebagai tempat ibadah sekaligus destinasi publik memiliki tantangan tersendiri dalam menyatukan nilai-nilai religius dengan kebutuhan wisatawan.
ADVERTISEMENT
Langkah berikutnya adalah identifikasi dan analisis risiko. Dalam studi kasus Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, risiko yang ditemukan meliputi akses jalan yang buruk, ketiadaan kendaraan umum, tidak adanya papan informasi, hingga kurangnya promosi. Semua risiko tersebut dikelompokkan berdasarkan tingkat dampak dan probabilitas, kemudian ditentukan mitigasi yang paling sesuai. Strategi mitigasi bisa berupa perbaikan fasilitas, pelatihan petugas, hingga kolaborasi dengan pihak swasta untuk promosi digital.
ISO 31000 juga menekankan pentingnya evaluasi berkala dan keterlibatan pemangku kepentingan. Dalam dunia pariwisata, hal ini berarti pemerintah daerah, pengelola tempat, masyarakat lokal, hingga wisatawan perlu saling berkontribusi dalam menciptakan lingkungan wisata yang aman dan harmonis.
Studi Kasus: Tanah Lot dan Wisata Spiritual
Tanah Lot bukan hanya menjadi simbol keindahan arsitektur pura di tengah laut, tetapi juga merupakan ruang spiritual yang hidup. Wisatawan yang datang ke tempat ini tidak sekadar menikmati pemandangan, melainkan juga merasakan kekuatan spiritual yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan hasil survei oleh Kusuma dan Suryasih, lebih dari 50 persen wisatawan melakukan aktivitas spiritual meskipun belum memiliki pengalaman sebelumnya. Mereka tertarik karena keunikan suasana dan manfaat psikologis yang dirasakan setelah melakukan ritual spiritual seperti meditasi dan melukat.
ADVERTISEMENT
Namun, peningkatan kunjungan juga memunculkan tantangan baru. Ketidaksiapan infrastruktur, minimnya petunjuk tentang tata tertib adat, serta kurangnya pemandu lokal yang memahami nilai-nilai religius menjadi faktor yang berisiko menimbulkan kesalahpahaman. Tanah Lot membutuhkan penerapan ISO 31000 secara menyeluruh agar setiap komponen pengelolaan risiko dapat dijalankan secara sistematis. Penempatan papan informasi yang strategis, pelatihan bagi petugas, serta keterlibatan masyarakat adat dalam menyambut wisatawan bisa menjadi bagian dari strategi mitigasi risiko yang sesuai.
Dengan penerapan manajemen risiko yang baik, aktivitas spiritual di Tanah Lot dapat tetap terjaga kesakralannya, serta memberi nilai tambah dalam pengalaman wisatawan.
Menuju Destinasi Wisata yang Tangguh dan Berkelanjutan
Penerapan ISO 31000 bukan hanya solusi teknis untuk menghadapi risiko, tetapi juga merupakan bentuk komitmen terhadap pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Standar ini tidak hanya mencegah terjadinya kecelakaan atau kerugian, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap suatu destinasi. Kepercayaan tersebut akan berkontribusi pada peningkatan loyalitas wisatawan, reputasi positif, dan kesinambungan pengembangan sektor pariwisata.
ADVERTISEMENT
Pengelola destinasi yang menerapkan ISO 31000 menunjukkan kesiapan dalam menghadapi perubahan, termasuk krisis global seperti pandemi, bencana alam, atau gejolak sosial. Keamanan dan kenyamanan bukan lagi sekadar janji, melainkan hasil dari proses manajemen yang terukur dan transparan.
Melalui pendekatan ISO 31000, pengelolaan risiko di sektor pariwisata dapat menjadi bagian dari inovasi dan nilai jual destinasi. Wisatawan tidak hanya datang untuk melihat, tetapi juga merasa aman, dihargai, dan dilibatkan dalam pengalaman yang bermakna.
Referensi
Kusumawardh, Y. (2019). Analisis Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000: 2009 pada Model Optimasi Pengembangan Destinasi Wisata Spiritual. Jurnal Sosial Humaniora, 10(1), 28-39.
Kusuma, I. G. A. R. D., & Suryasih, I. A. (2016). Aktivitas Wisata Spiritual dan Motivasi Berwisata di Daya Tarik Wisata Tanah Lot Kabupaten Tabanan. Jurnal Destinasi Pariwisata ISSN, 2338, 8811.
ADVERTISEMENT