Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Lampu Kuning: Konten Romantis Anak di Bawah Umur
3 Desember 2024 13:09 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Azzam Nabil Hibrizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi orang tua melibatkan anak untuk konten, sumber: dok.pribadi (AI)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01je1789b17mmp36pnngwxx8hg.jpg)
ADVERTISEMENT
Di era digital saat ini, kehadiran media sosial sering dimanfaatkan oleh orang tua untuk membagikan moment berharga dan di publikasikan. Namun, tren yang beredar di beberapa platform media sosial terkadang perlu diwaspadai. Termasuk ketika melibatkan anak-anak dalam melakukan interaksi dengan lawan jenis, seperti menggandeng tangan, mencium tangan, memeluk, hingga mendatangi pesta ulang tahunnya dengan suasana bagaikan pangeran dan putri kecil kerajaan, seringkali konten semacam ini muncul di beranda media sosial banyak orang. Meskipun sebagian orang menganggap tren ini adalah hal yang menggemaskan, akan tetapi perlu ada evaluasi lagi bagi para orang tua yang ingin meniru konten semacam ini.
ADVERTISEMENT
Seperti pada konten yang dipublikasikan oleh akun Tiktok @heidy pada tanggal 18 November 2024. Pada awalnya, konten ini disertai caption “ka? Aku gapapa kok gapapa 😭”. Lalu diganti dengan caption “jangan serius 2 amat 🙂 masih b0cah cilik 😭 gedean dikit jaga pandangan ya cel”. Video ini telah mendapatkan like sebanyak 646,9rb orang, 2.265 komentar, dan 14,6rb share. Jika diperhatikan pada link tiktok berikut:
Video berdurasi 37 detik tersebut menunjukkan seorang anak kecil dengan sapaan ucel yang merupakan anak dari pasangan Sophia Khadija atau Heidy dengan Faris Hasyim, yang sedang mendatangi acara ulang tahun, dan mempertemukan ucel dengan Kamila. Meskipun banyak komentar positif netizen di kanal Tiktok @heidy yang menganggap konten tersebut menggemaskan, namun konten yang menunjukkan anak-anak melakukan aktivitas menyerupai hubungan romantis, meskipun dalam konteks hanya hiburan, juga akan menimbulkan pandangan di masyarakat untuk menormalisasi perilaku yang sebenarnya tidak sesuai dengan usia anak-anak. Terlebih sudah banyak studi yang mengeksplorasi bahwa media sosial memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak usia dini. Seperti salah satunya pada penelitian yang dilakukan oleh Mawar Pebriani dan Astuti Darmiyanti, yang mana hasilnya menunjukkan bahwa emosional anak juga dapat dipengaruhi oleh media sosial.
ADVERTISEMENT
Disisi lain, berdasarkan laporan APJII (Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia) merinci bahwa tingkat penetrasi internet anak-anak dibawah 12 tahun mencapai 48,10%, dengan 9,17% nya adalah anak-anak yang berkontribusi di dalam penggunaan media sosial. Meski terlihat sedikit, tidak menutup kemungkinan penggunaan media sosial oleh anak-anak akan terus bertambah dan konten-konten yang dihadirkan juga akan memberikan dampak kepada anak-anak. Apabila fenomena seperti yang dijabarkan sebelumnya semakin viral, maka dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat memberikan risiko pada anak-anak yang menonton dan akhirnya menormalisasi hal-hal seperti mencium tangan lawan jenis, atau bahkan bisa memicu pacaran di usia dini.
Lebih dari itu, apabila anak-anak sudah mulai menjalin hubungan sejak dini, hal ini tentu akan memberikan efek kepada aspek lain, seperti gangguan emosional, tidak fokus dalam belajar karena pikirannya sudah dipenuhi oleh lawan jenis yang disukainya, serta bisa jadi anak-anak meniru konten-konten romantis lainnya yang belum cocok untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Oleh karena itu, Orang tua memiliki peran utama dalam membentuk cara anak-anak memahami interaksi dengan lawan jenis, terutama di era digital di mana media sosial menjadi bagian besar dari kehidupan. Salah satu langkah penting adalah menghindari eksploitasi anak untuk konten media sosial. Membagikan momen yang menunjukkan anak-anak dalam interaksi romantis dengan lawan jenis dapat memberikan pesan yang kurang tepat, baik kepada anak maupun audiens yang lebih luas. Orang tua juga perlu memberikan pendidikan seksual dan relasi yang sesuai usia. Hal ini mencakup pemahaman tentang batasan, penghormatan terhadap privasi, serta pentingnya persahabatan yang sehat dibandingkan hubungan romantis yang belum sesuai dengan usia mereka.
ADVERTISEMENT
Selain itu, orang tua harus menjadi contoh dalam perilaku yang sehat, baik dalam hubungan antar pasangan maupun pertemanan, karena anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Mengontrol akses anak ke media sosial juga menjadi langkah penting untuk mencegah mereka terpapar konten yang tidak sesuai usia. Dengan membatasi akses dan memberikan arahan yang tepat, orang tua dapat membantu anak menggunakan media sosial secara sehat, sehingga mereka dapat tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan emosional, sosial, dan psikologis yang positif.
Alih-alih membuat tren yang kurang sesuai dengan usia mereka, mari fokus pada pembentukan nilai-nilai yang lebih relevan, seperti mengasah kreativitas anak-anak, memunculkan rasa empati anak-anak, melatih kerja sama pada anak, atau bahkan konten edukasi yang melibatkan anak-anak. Konten-konten yang demikian selain dapat memberikan edukasi, juga bisa membawa dampak positif lainnya, seperti agar anak-anak giat belajar dan lain sebagainya. Hal ini lebih penting dilakukan, karena anak-anak adalah cerminan dari apa yang kita ajarkan kepada mereka, baik melalui kata-kata maupun tindakan. Oleh karena itu, setiap keputusan, termasuk dalam memilih konten yang dibagikan di media sosial, harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kesadaran akan dampaknya bagi masa depan mereka.
ADVERTISEMENT