MUI Bangka Barat: Tidak ada Larangan Bupati Non Muslim Buka Acara

Konten Media Partner
7 November 2019 19:29 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pertemuan Tokoh Agama terkait keinginan FPI yang meminta Bupati tidak membuka Acara di keagamaan islam. (Chi)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pertemuan Tokoh Agama terkait keinginan FPI yang meminta Bupati tidak membuka Acara di keagamaan islam. (Chi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Bangka Barat Habib Muhammad Saleh Assegaf tetap minta agar Bupati Bangka Barat, Markus, diwakili saja setiap menghadiri acara atau kegiatan keagamaan Islam.
ADVERTISEMENT
Hal itu kembali ditegaskan Habib Saleh dalam pertemuan lanjutan yang digelar Pemkab Bangka Barat bersama beberapa ormas Islam di Ruang OR 1 Kantor Bupati Bangka Barat, Kamis (7/11/2019).
Pertemuan ini juga dihadiri Plt Sekda Bangka Barat Effendi didampingi Forkopimda Bangka Barat dengan menghadirkan  MUI Bangka Barat, Tokoh NU Bangka Barat,  DMI Bangka Barat, Kemenag, Kesbangpol, dan tokoh masyarakat.
Plt Sekda Bangka Barat Effendi, mengungkapkan pertemuan kali ini bertujuan untuk mengajak diskusi dan berdialog serta mendapatkan pandangan  dari seluruh ormas Islam sebagai bahan pertimbangan.
Kapolres Bangka Barat, AKBP Muhammad Adenan turut hadir dalam pertemuan tersebut.
Habib Muhammad Saleh Assegaf merasa berterima kasih akhirnya permintaan untuk dapat berdialog dengan para tokoh agama dan ormas Islam diwujudkan Pemkab Bangka Barat.
"Kita tidak pernah ngamuk-ngamuk untuk urusan agama kita ini, tapi karena tidak direspons berapa kali jadi kami datang lagi,  kenapa belum di musyawarahkan dengan ormas ormas Islam," ungkap Habib Saleh.
ADVERTISEMENT
"Kira-kira jalan tengah yang enak sama-sama tidak ada sakit, mana yang boleh, mana yang tidak nyaman, mana menyinggung perasaan, " kata Imam Besar FPI Bangka Belitung ini.
Habib Saleh kembali meminta untuk kegiatan Hari Besar Islam agar Bupati Bangka Barat Markus diwakili saja karena dirinya kurang setuju jika bupati yang notabene non muslim hadir dalam acara tersebut.
"Maka permintaan kami dan kawan-kawan diwakilkan saja. Saya rasa tidak mutlak bupati harus hadir di setiap acara," imbuh Habib Saleh.
Sementara itu  Ustadz Misdi menambahkan bupati tidak wajib menghadiri seluruh agenda kegiatan pemda sendirian. Lantaran bupati memiliki wakil, asisten hingga ada sekda yang bisa mewakili.
Diakui Ustadz Misdi, secara aturan perundang-undangan dan kebangsaan kepala daerah memiliki hak untuk membuka setiap acara keagamaan.
ADVERTISEMENT
"Tapi alangkah eloknya biar acara ini diserahkan ke pak sekda untuk membuka acara itu, acara maulid, acara Muharram. Sehingga dalam kacamata kita tidak ada berbenturan syariat," ungkap Ustadz Misdi.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bangka Barat, dan Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Bangka Barat mengajak untuk mengembangkan toleransi dan menyampaikan dakwah yang baik dengan cara yang baik.
Ketua MUI Bangka Barat, KH Muhammad Toha menjelaskan selama hal itu baik tidak jadi permasalahan, lebih baik mengimbau agar masyarakat tetap hidup rukun, saling toleransi, dan harmonis dalam bingkai NKRI.
"Supaya situasi tenang tentram, kondusif, dan menerima dengan lapang dada, mudah-mudahan ukhuwah kita jangan pecah," tutur M Toha.
Waketum MUI Bangka Barat, Mikhlisin saat membacakan kutipan Al-Quran.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bangka Barat Mukhlisin terpaksa harus bawa kitab agama Islam dan sejumlah kitab rujukan untuk dijelaskan detil demi memperjelas tidak ada keharusan melarang bupati non-muslim membuka acara.
ADVERTISEMENT
"Ini kepada saudara-saudara kita janganlah kebencian kamu terhadap suatu kaum membuat kamu sekalian berbuat tidak adil, ini diskusi ini biasa ya jadi tidak ada kebencian berargumen itu biasa," kata Mukhlisin.
Mukhlisin menyampaikan beberapa surat-surat dalam Al-Quran dan menceritakan sejarah kepemimpinan dalam empat imam yang tidak pernah ada permasalahan dalam perbedaan pendapat.
"Sekali lagi saya minta waktu yang agak cukup karena ini persoalan yang krusial. Ini panjang ceritanya karena ini nanti ada maulid, nanti ada Isra', nanti ada safari Ramadhan, nanti ada haji. Masih banyak kegiatan, jadi jangan sampai ini terulang ulang hanya persoalan ini  dan tidak selesai," tutur Mukhlisin
Mukhlisin menjelaskan secara detil dari berbagai kutipan Surat Al Qur'an, kaidah Ushul Fiqih, dan prinsip imama atau kepemimpinan disampaikannya untuk menjelaskan agar tidak ada lagi yang mempermasalahkan hal ini.
ADVERTISEMENT
"Sekali lagi ini untuk kita semua, untuk Bangka Barat. Al-Quran tadi beberapa sudah saya baca, kaidah Ushul Fiqih beberapa sudah saya bacakan baru nanti hadist. Ada satu lagi fatwa MUI, ini saya bawa bukunya bagaimana hubungan agama dengan negara," terang Mukhlisin.
Mukhlisin kembali menunjukan sebuah kitab yang bersumber Shahih Muslim untuk kembali menjelaskan tentang ucapan salam dari  seorang non muslim.
"Terpaksa saya borong semua ini pak sekda, ini Abu Daud (sambil nunjuk buku-red). Ini Sunan Tarmidzi, maaf yang Abu Daud sudah," tunjuknya usai menjelaskan perkitab.
"Jadi ini hal-hal perdebatan seperti ini dalam kajian ilmiah biasa bukan fiqih tapi persoalan akidah biasa. Saya mengutarakan ini bukan apa-apa cuma untuk mendudukkan persoalan, cuma memberikan pelajaran kepada masyarakat ini loh duduk persoalannya. Jadi jangan sampai persoalan ilmu dan persoalan hukum dicampur aduk dengan persoalan politik," kata Mukhlisin.
ADVERTISEMENT
Mukhlisin mengakui tujuannya mengupas seluruh kitab saat pertemuan hanya untuk memberikan pencerahan agar tidak ada yang mencari simpatik dengan atas nama agama.
"Saya atas nama MUI ingin agar Bangka Barat itu kondusif dan maju," ujar Mukhlisin
Plt Sekda Bangka Barat Effendi  menuturkan segala masukan dari tokoh agama dan tokoh masyarakat yang hadir akan disampaikan ke Bupati Bangka Barat.
"Apa masukan dari bapak-bapak mungkin nanti juga akan kami sampaikan kepada atasan kami ya," tukas Effendi.(*)