Konten dari Pengguna

Alasan Saya Memilih Resign Pada Akhirnya

Babyologist
The trusted and resourceful media for pregnancy & maternity in Indonesia. Our vision is to make The Journey beautiful and enjoyable!
20 Agustus 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Alasan Saya Memilih Resign Pada Akhirnya

ADVERTISEMENT
Hai moms. Di saat saya dianugerahkan seorang putera, saya masih berstatus sebagai working mom. Bukan hal yang mudah untuk dijalani. Walaupun kantor hanya berjarak 300 meter dari rumah. Walaupun saya mendapatkan bos yang sangat-sangat bisa memahami status saya sebagai seorang ibu. Pada akhirnya saya memilih untuk resign dari pekerjaan yang sudah saya jalani selama 6,5 tahun.
ADVERTISEMENT
Saya bekerja di bidang perbankan. Melayani nasabah setiap hari. Terkadang bekerja melewati waktu yang sudah ditentukan alias lembur. Dan saat itu si kecil saya titipkan pada seorang pengasuh yang juga tetangga saya. Pengasuh saya wajibkan datang sebelum jam 7 pagi dan pulang setelah saya pulang kerja.

Apa sih yang akhirnya membulatkan tekad saya untuk resign?

1. Kesadaran bahwa anak adalah tanggungjawab saya. Saya sangat menyadari bahwa kelak di akhirat saya akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah yang sudah diberikan, yaitu anak. Bukan pengasuhnya yang akan ditanyai. Bukan pula nenek atau kakeknya. Tapi sayalah yang bertanggungjawab.
2. Tidak ada keluarga di kota perantauan. Saya dan suami bekerja di satu kota kecil, dimana tidak ada satu pun keluarga dekat yang bisa dimintai tolong menjaga si kecil.
ADVERTISEMENT
3. Faktor pengasuh. Tinggal di kota kecil membuat saya kesulitan mencari pengasuh yang ideal. Berbeda halnya dengan kota besar yang memiliki banyak pilihan tempat penitipan anak bahkan sekolah anak usia dini. Pengasuh yang saya dapatkan adalah tetangga dekat rumah yang kebetulan butuh pekerjaan yang bisa membantunya menopang kehidupan. Namun seringkali saya harus memberi banyak toleransi. Ada pengasuh yang izin sesuka hatinya, ada pengasuh yang suka membawa si kecil ke rumahnya tanpa sepengetahuan saya, ada pengasuh yang ingin sambilan kerja lain. Ah, pusing lah. Saya bukan tipe orang yang bisa menuntut orang lain untuk sesuai dengan harapan saya. Apalagi posisi saya adalah orang yang membutuhkan bantuan orang lain untuk menjaga anak saya.
ADVERTISEMENT
4. Pekerjaan suami yang pergi subuh pulang petang. Walaupun saya dan suami bekerja di satu kota, namun lokasi kantor suami berjarak 1 jam perjalanan dari rumah kami. Artinya, suami berangkat setelah shalat subuh dan baru bisa pulang ba’da magrib. Pastinya tidak mungkin bagi saya untuk meminta bantuan suami mengurus si kecil. Suami terlalu lelah melewati perjalanan 1 jam menggunakan motor dan menembus jalanan tanah penuh debu. Saya pun merasakan lelah yang luar biasa. Setiap pulang kerja saya harus mencuci steril perlengkapan ASI si kecil, pumping, dan lain sebagainya. Apalagi si kecil terbiasa DBF (direct breastfeeding) selama saya ada di rumah.
5. Si kecil yang mulai lasak. Saya semakin yakin untuk resign karena melihat si kecil yang mulai aktif. Saat itu si kecil sudah lancar merangkak kesana kemari, jatuh bangun belajar berdiri. Keaktifan si kecil membuat saya sadar akan resiko jatuh, memar, atau luka yang mungkin akan dihadapi si kecil. Nah, saya sadar bahwa pengasuhpun tidak mungkin bisa mengawasi si kecil 24 jam. Saya juga bukan tipe orang yang bisa menyalahkan orang lain jika terjadi sesuatu pada si kecil. Saya juga ingin menjadi orang pertama yang menyaksikan setiap perkembangan si kecil. Benar saja, hari pertama saya resign, saya menjadi saksi 2 langkah pertama si kecil. :)
ADVERTISEMENT
6. Bekerja sebatas memenuhi kebutuhan pribadi. Sebagian moms pasti memiliki pertimbangan tersendiri untuk tetap bekerja apalagi moms yang memiliki tanggungjawab atas keluarganya, misalnya menyekolahkan adik, membantu keuangan orangtua yang sudah pensiun, dan lain sebagainya. Selama ini saya bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Hal ini yang membuat saya tidak terlalu ambil pusing atas resiko yang akan saya hadapi jika resign.
7. Perencanaan usaha. Sebelum resign, saya sudah memiliki rencana untuk membuka sebuah usaha kecil-kecilan. Saya juga membuat list apa saja kegiatan yang tetap bisa saya lakukan selama di rumah nanti. Salah satunya saya dipertemukan dengan Babyologist yang sangat membantu menyalurkan hobi menulis saya. Apalagi bisa redeem poin sesuai kebutuhan saya dan si kecil.
ADVERTISEMENT
Menjadi full time mommy atau working moms bukanlah satu hal yang bisa diperbandingkan. Setiap orang memiliki kisah yang berbeda, tanggungjawab yang berbeda, prinsip yang berbeda pula. Seperti halnya cerita saya di atas, tidak semua moms mengalami kisah yang persis sama, apalagi harus memilih keputusan yang sama. Banyak pertimbangan, banyak pengorbanan tentunya, dan pasti selalu ada tujuan baik di setiap keputusan.
Bagi working moms, tetap semangat ya. Whatever you are (full time mommy or working mom), you are the real mom for your kids.