Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Bayi dengan Hiperbilirubinemia Tidak Selalu Memerlukan Terapi Sinar
14 Juni 2019 7:37 WIB
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak bayi saya lahir, saya sudah memberikan Air Susu Ibu (ASI). Sebenarnya bayi saya mampu menyusu dengan cara direct breastfeeding. Setiap 2 jam saya tawarkan ASI. Namun yang menjadi masalah adalah intensitas menyusu bayi saya yang sangat singkat. Sekali menyusui, bayi saya hanya mengisap kurang lebih 5 menit saja.
ADVERTISEMENT
Pada hari keempat (sehari setelah pulang dari rumah sakit), bayi saya tampak kuning di bagian mata. Memang belum jadwal kontrol, namun saya menemui dokter anak. Saya ceritakan masalahnya, terutama masalah menyusui yang sebentar. Kemudian dilakukan inspeksi. Dokter hanya bertanya, bagaimana Buar Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) si bayi? BAB bayi saya 2-3 hari sekali. BAK 5-7 kali sehari.
Kemudian dokter menyarankan untuk memberikan ASI lebih sering. Apabila bayi menyusunya sebentar, bisa ditawarkan ASI lebih sering atau semau bayi. Akan dievaluasi 3 hari lagi atau saat jadwal kontrol. Saya sempat cemas, karena memang tidak dilakukan pemeriksaan lab apa pun, jadi tidak mengetahui secara pasti kondisinya karena tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
ADVERTISEMENT
Namun setelah saya membaca artikel dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), memang ada kondisi di mana neonatus atau bayi yang baru lahir dengan hiperbilirubin tidak memerlukan terapi sinar.
Tanda-tanda ikterus normal:
Pembagian Derajat Ikterus/Jaundice menurut kramer, derajat bilirubin pada bayi dibagi menjadi 5:
ADVERTISEMENT
Setelah saya kontrol ulang, dokter melakukan pemeriksaan dan didapatkan hasil kuning pada mata bayi sudah mulai berkurang. Alasan dokter tidak melakukan pemeriksaan laboratorium adalah kondisi bayi saya normal sehingga tidak memerlukan pengobatan dan hanya dilakukan observasi saja. Pemberian ASI yang cukup dapat mengatasi masalah ini.