Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kisahku Menjalani Persalinan Normal Selama 29 Jam
2 Juli 2019 13:15 WIB
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Buat Moms yang berencana menghadapi persalinan normal, ketahuilah bahwa tidak ada persalinan normal yang sama. Ada yang enggak berasa gimana-gimana, ada yang sakit banget. Ada yang cuma 2 jam, ada yang lama banget. Pada kasus saya, sakit banget dan lama banget. Berapa lama? 29 jam, Moms. :)
ADVERTISEMENT
Setiap kali mengingat momen ini, saya selalu terharu. Betapa ternyata wanita itu diberikan kekuatan yang tidak disangkanya. Saya tergolong orang yang tidak punya ketahanan terhadap rasa sakit yang besar. Disuntik saja rasa sakitnya teringat banget dan cukup bikin enggak mau lagi. Awalnya saya kekeuh mau persalinan normal, saya pikir, sesakit apa, sih? Kata orang "Kayak mau pup." Saya pikir, ya, enggak susah-susah amat deh kalau begitu.
Ternyata saya yang terlalu underestimate. Tapi ini pengalaman yang sungguh berharga buat saya, dan saya mau share ke Moms simple tips. Saya di sini tidak memberikan medical advice, hanya share apa yang benar-benar saya alami, ya, Moms!
Jadi, saya masuk kamar bersalin pada Kamis, 19 Oktober 2017, sekitar jam 06.00 WIB dan ketika dicek sudah pembukaan 2. Pada saat itu, kontraksi saya masih per 15-20 menit, dan saya masih bisa jalan (dianjurkan jalan untuk mempercepat pembukaan), masih bisa tenang dan beraktivitas singkat. Saya hanya ditemani mama saya pada waktu itu. Oh ya, pastikan Moms tidak memiliki kondisi mata minus yang terlalu parah, karena mata minus di atas batas tertentu tidak bisa melakukan persalinan normal (bisa cek lebih detil ke dokter kandungan).
ADVERTISEMENT
Karena ini kali pertama melakukan persalinan, saya tidak punya persiapan untuk diri saya sendiri. Saya sarankan Moms membawa buku bacaan favorit, menyiapkan lagu favorit yang bisa menenangkan, atau kalau bisa nonton di handphone untuk mengalihkan rasa sakit, ya, Moms.
Usai makan malam sekitar pukul 18.00 WIB, saya sudah di pembukaan 4. Sejujurnya, saya kaget. Sudah 12 jam berlalu dan saya masih di pembukaan 4. Jadi kapan pembukaan 10-nya? Setiap kali suster datang untuk merekam detak jantung, saya selalu tanya apakah sudah maju pembukaannya atau belum, dan jawabannya selalu sama.
Pada saat itu, kontraksi saya sudah semakin menjadi-jadi, yaitu sekitar 5-10 menit. Setiap kali kontraksi, rasanya badan saya seperti dicubit parah dan diremukkan, lalu dilepas lagi. 5 menit kemudian, diremukkan lagi, lalu dilepas lagi. Saya bahkan bilang ke suami, "Kalau tahu begini, saya pilih caesar"
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul 24.00 WIB, saya dicek dan sudah pembukaan 5. Sudah setengah jalan. Rasa sakit begitu menjadi-jadi, saya menangis. Saya menangis kesakitan, menangis kesal karena pembukaan tidak maju-maju, menangis sebal ketika suami kerap bertanya "Sakit ya?". Ya sakitlah, masa ditanya lagi. Ya, jawabnya aja udah malas. (ini reaksi emosional ya, Moms. Habis melahirkan sudah enggak sebal sama suami kok, hehehe).
Karena sakit yang berkepanjangan, saya bilang ke suami, saya takut enggak tahan. Masalahnya, saya enggak tahu sampai berapa lama saya bisa menahan sakit seperti ini. Tidak bisa ambil nafas panjang, karena belum selesai ambil nafas, kontraksinya sudah datang lagi. Saya akhirnya panggil perawat, dan saya memohon untuk diberikan obat yang bisa membantu saya. Perawat itu bilang, bisa saja, tapi konsekuensinya kontraksi akan lebih cepat, yang tujuannya mempercepat pembukaan.
ADVERTISEMENT
Saya setuju. Ketika dokter sudah menyetujui, maka saya diberikan obat yang dimasukkan lewat bokong dan saya diminta tidur menyamping. Sakit itu semakin menjadi-jadi, air mata sudah kering dan saya hanya bisa berdoa agar saya tidak pingsan. Bayi di dalam perut terus bergerak-gerak, mungkin sedang mencari jalan keluar. Saya hanya bisa berbicara kepada bayi saya terus sepanjang malam itu. "Ayo, kita selesaikan perjuangan ini bersama-sama, ya. Kita cepat ketemu ya."
Tidak tidur sama sekali, hanya sesekali memejamkan mata, saya terus merasakan sakit yang bertambah. Tidak ingat persisnya jam berapa (di antara jam 12 malam ke jam 6 pagi), ada sekitar 1-2 kali saya meminta suami menemani saya ke kamar mandi, saya mau pipis dan mau pup. Suami terus menahan saya tidak pup, karena dia takut saya mengejan sebelum waktunya (sangat dilarang untuk mengejan sebelum pembukaan 10 ya, Moms).
ADVERTISEMENT
Saya hanya bisa pipis dan saya sangat tergoda sekali untuk mengejan karena rasanya memang seperti pup yang sudah di ujung tanduk, tapi kita tidak boleh ngeden. Sempat terlintas di benak saya, ngeden dikit mungkin enggak apa-apa. Tapi sontak saya menyadarkan diri saya, bahwa perjalanan ini sebentar lagi berakhir, kalau saya menyerah dan melakukan sesuatu yang salah, akibatnya bisa sangat fatal. Saya sampai tidak berani duduk di kloset karena takut terpancing untuk mengejan.
Sekitar subuh, perawat kembali datang dan syukurlah sudah pembukaan 6, dan selang sejam berikutnya, saya sudah maju ke pembukaan 7. Good sign. Beberapa perawat sudah datang membawa inkubator, menyiapkan segala sesuatunya, dan mereka sambil bercerita untuk meredakan ketegangan saya. Mereka terus mengajak saya berbicara, dan saya hanya bisa menjawab sepatah-patah.
ADVERTISEMENT
Ketika sudah pembukaan 9, mereka memecahkan air ketuban saya dan melakukan pengguntingan kulit vagina sebagai jalan keluar bayi (tapi ini tidak saya rasakan sama sekali, kata perawatnya karena rasa sakit kontraksi yang terlalu besar). Ketika hampir pembukaan 10, dokter kandungan saya datang sambil tersenyum dan berkata rambut bayi sudah terlihat. Akhirnya saya diberitahu, jika saya diberi aba-aba untuk mengejan, saya harus mengejan sekuat dan sepanjang mungkin. Saya tidak diberikan besi penopang betis, sehingga saya harus membuka dan menahan kaki saya sendiri.
Ketika kontraksi datang, saya mengejan sekuat mungkin, tetapi saya tidak diperbolehkan mengeluarkan suara dan membuka mulut (khawatir lidah bisa tergigit), tidak boleh memejamkan mata (khawatir pembuluh darah bisa pecah) dan hanya boleh mempertemukan gigi atas dengan gigi bawah. Saya harus mengambil nafas sepanjang yang saya bisa dan mengejan sepanjang yang saya bisa. Akhirnya setelah kurang lebih 29 jam, pukul 09.34 WIB pada Jumat, 20 Oktober 2017, saya melahirkan.
ADVERTISEMENT
Pengalaman ini sangat membuka mata saya, betapa perjalanan wanita melahirkan begitu fenomenal dan monumental. Ketika anak saya ditaruh di dada saya untuk pertama kalinya, saya hanya bisa berucap, "We did it, finally."
Walaupun mengalami sakit yang tidak tertahankan, saya mau mengulang masa ini, Moms. Tidak ada yang bisa menggantikan kehormatan ini. But don't get me wrong, bukan persalinan normal yang saya bicarakan, tetapi kesempatan melahirkan. Buat saya, ibu yang melahirkan secara caesar, is a very tough warrior too. Bayangkan perut kita dibelah, sakitnya seperti apa? Sama luar biasanya.
Bagaimana pun cara persalinan kita, itu hanya sekadar cara. Apapun caranya tidak masalah, yang penting ibu dan bayi bisa selamat dan sehat. Melahirkan adalah sebuah perjalanan yang sangat indah, sangat personal, dan life-changing.
ADVERTISEMENT
So, Moms. be prepared, and be grateful in every second of it. I hope you do.