Manajemen Emosi untuk Ibu Bekerja yang Mempunyai Balita

Babyologist
The trusted and resourceful media for pregnancy & maternity in Indonesia. Our vision is to make The Journey beautiful and enjoyable!
Konten dari Pengguna
12 Oktober 2018 18:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ibu Merasa Cemas  (Foto: THINKSTOCK )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ibu Merasa Cemas (Foto: THINKSTOCK )
ADVERTISEMENT
Kerap kali ketika pulang kerja rasanya inginnya merebahkan badan sejenak di bantal empuk. Sambil memejamkan mata sebentar, sekadar meluruskan punggung dan mengistirahatkan pikiran yang terkuras saat bekerja.
ADVERTISEMENT
Lalu si Kecil yang baru di-charge alias bangun tidur siang, full energy, langsung mengajak main. Atau rebutan minta dimandikan duluan, atau minta rebutan mainan.
Dan lantai lengket bekas nasi keinjak sana sini, baju belum disetrika berantakan habis diangkat dari jemuran, cucian piring kotor, yeah welcome to the house.
Rasanya ingin kabur, lalu diam-diam tidur nyenyak dan makan dengan santai. Tak jarang jika terlalu lelah maka jadinya ingin marah-marah sendiri.
Lalu datanglah segudang perasaan bersalah, merasa gagal jadi ibu, menyalahkan diri sendiri mengapa bekerja padahal kalau di rumah (sepertinya) bisa santai, enggak perlu bangun pagi buta berjibaku dengan kemacetan, belum lagi di kantor pressure menggila.
Salah siapa kerja? Begitulah kira-kira komentar beberapa mulut. Oh believe me some woman are even worse jika seharian tinggal dalam rumah.
ADVERTISEMENT
Mari kita tidak membahas why should and why shouldnt woman has to go to work karena ini sifatnya personal jadi tidak usahlah ikut campur dapur orang lain, biarin ngebul sendiri.
Saya yakin sekali Moms yang bekerja, termasuk saya, saat pulang ke rumah ada saatnya kita merasakan emosi yang memuncak, marah, lelah, bahkan capek menghadapi tingkah anak-anak.
Kok bisa? Memang tidak cinta sama mereka? Oh, I love them too much. Semua ibu yang normal pastilah menyayangi anaknya.
Ilustrasi ibu yang bekerja dengan anaknya (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu yang bekerja dengan anaknya (Foto: Thinkstock)
Jadi, bagaimana mengatur emosi?
Jikalau resign lebih baik, silakan. Tentu ini harus dengan pertimbangan yang matang dan melihat positif dan negatif dari semua sudut pandang, yang pasti jangan gegabah agar tidak menyesal di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
1. Mandi
Badan akan lebih segar, bebas debu jalanan, dan bisa memeluk mereka dengan leluasa.
2. Afirmasi Positif
Pejamkan mata, pikirkan hal yang membuat bahagia. Tarik napas panjang dari hidung dan keluarkan perlahan lewat mulut, ulangi beberapa kali sampai perasaan menjadi lebih baik. Dan yakinlah perasaan ini hanya sementara, karena nanti semua akan baik-baik saja.
3. Berbagi Tugas dengan Suami
Jika dirasa tidak bisa di-handle sendiri saat itu, minta tolong suami untuk memegang anak-anak sementara kita mandi dan ganti baju atau ketika kita sedang mengerjakan sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan.
4. Jangan Luapkan Kekesalan pada Anak
Dont let them think "Mama marah karena aku". Pergi menjauh jika sudah dirasa akan meledak kemarahannya, saya biasa kunci diri di kamar mandi, terus meluapkan kekesalan dengan menangis atau nyuci atau kegiatan lain yang bisa menyalurkan energi negatif.
ADVERTISEMENT
5. Me Time
Sesekali senangkanlah diri sendiri, diskusi dengan suami bahwa Moms perlu waktu hanya untuk sekadar bersenang-senang sendiri tanpa anak-anak.
6. Datang ke Psikolog
Jika dirasa sudah sangat mengganggu dan tidak bisa ditangani sendiri. You better ask for help. Karena jika dibiarkan berlarut-larut, emosi yang tak tertangani dengan baik akan menjadi boomerang bagi diri sendiri.
7. Mendekatkan diri pada Tuhan
Percaya pada kekuatan doa, bahwa Dialah Yang Maha Segalanya. Permasalahan yang kita hadapi tidak lebih besar dari sang pencipta.
Perlu diingat Moms, menjadi ibu adalah pembelajaran yang tidak akan pernah berhenti dan tidak ada sekolahnya.
Semoga bermanfaat.
By: Wahyu Prasetiawati