Mengenal Baby Blues dan Postpartum Depression

Babyologist
The trusted and resourceful media for pregnancy & maternity in Indonesia. Our vision is to make The Journey beautiful and enjoyable!
Konten dari Pengguna
27 November 2018 20:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi baby blues (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi baby blues (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Malam-malam terbangun karena si Kecil mau menyusu, lalu iseng scrolling lini masa media sosial dan menemukan berita yang membuat hati sedih, yaitu tentang seorang ibu muda yang bunuh diri diduga karena depresi pasca-melahirkan.
ADVERTISEMENT
"Bukankah seharusnya kehadiran anak itu membuat bahagia? kenapa malah depresi?" Begitu kira-kira pertanyaan orang-orang yang belum mengenal apa itu baby blues dan PPD (postpartum depression).
Setelah melahirkan, kehidupan wanita berubah sangat drastis, baik fisik maupun mental. Pasca-melahirkan terjadi ketidakstabilan hormon yang membuat mood menjadi tidak stabil, sehingga membuat Moms bisa mengalami gangguan mood yang disebut baby blues syndrome. Baby blues ini dialami oleh hampir semua wanita pada dua minggu awal setelah melahirkan.
Sedikit berbagi pengalaman, saat bayi baru lahir, saya kaget dengan siklus hidup yang tiba-tiba berubah drastis. Padahal, saat hamil sudah membekali diri dengan beragam teori yang idealis bahwa nanti harus begini begitu, dan saat terjadi ternyata semua tidak semudah teori. Dimulai dari pakai popok kain tidak mau pakai pospak, harus bisa menyusui langsung, harus begini begitu dan akhirnya kelelahan melanda, mengantuk karena terus begadang.
Ilustrasi baby blues (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi baby blues (Foto: Thinkstock)
Sering menangis malam hari karena merasa gagal menjadi ibu yang baik. Takut dan panik tidak bisa membesarkan anak dengan benar, malas makan, malas berinteraksi sosial, inginnya marah-marah, dan ingin menutup telinga jika mendengar bayi menangis.
ADVERTISEMENT
Namun, saya beruntung karena suami sigap membantu kebutuhan istrinya. Beliau yang memandikan bayi, membantu membereskan pekerjaan rumah, sehingga saya bisa beristirahat. Kami pun menurunkan idealisme kami dengan memutuskan memakai pospak agar tidak bolak balik ganti dan mencuci popok.
Dukungan emosional dan kehadiran suami sangat berperan penting dalam kestabilan emosi saya waktu itu.
Saya saat itu belum paham apa itu baby blues, ya mungkin saja saya memang mengalami baby blues karena gejalanya mirip. Kemudian, saya banyak membaca dan belajar bahwa baby blues bisa dipacu dari faktor internal dan eksternal.
Faktor Internal adalah dari dalam diri, yaitu mood swing kita yang kacau karena hormonal, sedangkan faktor eksternal bisa jadi adalah tidak adanya bantuan dan dukungan dari orang-orang terdekat. Hal ini dapat terjadi jadi karena si ibu tidak bercerita atau memang sekelilingnya kurang peka.
ADVERTISEMENT
Banyak orang di Indonesia yang belum bisa menerima dengan terbuka mengenai adanya gangguan mental, baik itu stres maupun depresi. Bahkan, tidak jarang orang yang men-judge bahwa orang yang depresi adalah orang yang kurang beriman, kurang bersyukur, atau lain sebagainya.
Baby blues adalah hal umum yang dialami wanita (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Baby blues adalah hal umum yang dialami wanita (Foto: Thinkstock)
Stigma masyarakat inilah yang membuat banyak ibu depresi lebih memilih diam daripada bercerita karena malu dianggap orang gila. Jika tidak bisa memanajemen waktu dan diri dengan baik, takut dikatakan manja atau tidak beriman.
Sekitar 80 persen ibu yang baru melahirkan terkena baby blues, dan jika tidak ditangani dengan tuntas bisa menjurus ke tahap yang lebih jauh, yaitu Postpartum Depression (PPD) atau depresi pasca-melahirkan.
Padahal depresi itu nyata, setiap orang rasa-rasanya punya gangguan mental tapi tingkatannya berbeda. Jika masih beranggapan bahwa hal ini sepele, lalu mengapa ada rumah sakit jiwa?
ADVERTISEMENT
Jangan salah, banyak ibu dengan baby blues dan depresi masih tetap bisa mengurus bayinya dengan baik, sehingga kita tidak tahu bahwa dalam dirinya sebetulnya menyimpan suatu tekanan batin yang tinggi.
Jika Anda adalah salah satu Moms yang mengalami stres berkepanjangan pasca-melahirkan, lalu ada perasaan ingin menyakiti bayi, ingin menyakiti diri sendiri, bahkan punya pikiran ingin bunuh diri, segeralah minta pertolongan.
Berceritalah tentang apa yang dirasakan, datanglah ke psikolog jika diperlukan. Sekarang ini banyak support group untuk ibu-ibu yang sedang mengalami baby blues atau PPD. Biasanya, kegiatan sharing dengan ibu-ibu yang punya pengalaman serupa akan lebih melegakan.
Lalu, bagaimana agar kita bisa terhindar atau meminimalisir peluang terkena sindrom ini?
Yang jelas adalah keterbukaan dengan pasangan, jangan sungkan minta bantuan jika kewalahan. Berolahraga, banyak berdoa, dan beribadah, serta bercerita jika ada beban pikiran.
ADVERTISEMENT
Bagaimana sikap kita sendiri agar tidak memicu timbulnya baby blues atau PPD pada new Mom? Yang pasti jangan ikut berkomentar negatif dan menyudutkan jika ada yang sedang berusaha bercerita mengenai keadannya, jangan pula membandingkan satu ibu dengan ibu yang lain.
Salam sayang dari ibu dua anak yang sedang banyak belajar.
Semoga bermanfaat.
By: Wahyu Prasetiawati
Copyright by Babyologist