Mengenal Fase Toddler

Babyologist
The trusted and resourceful media for pregnancy & maternity in Indonesia. Our vision is to make The Journey beautiful and enjoyable!
Konten dari Pengguna
27 Agustus 2018 12:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mengenal Fase Toddler
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fase Toddler yaitu fase usia 12 - 36 bulan di mana anak terlalu tua disebut bayi, dan terlalu muda disebut anak-anak (Hurlock, 1988). 
ADVERTISEMENT
Fase  Toddler adalah fase awal balita. Fase ini merupakan lanjutan setelah fase bayi dalam 1000 hari pertama kehidupan Golden Periode.
Mengapa Harus Ada Fase Toddler?
Fase ini seringkali dianggap sebagai fase "nakal"-nya anak. Dan banyak sekali kasus kekerasan dan kecelakaan anak pada usia ini. Sehingga sebagai orang tua harus memahami beberapa hal dalam menghadapi Fase Toddler.
Hal Penting dalam Fase Toddler
Masa Mobilitas TinggiDalam usia ini aktivitas yang paling mendominasi adalah berjalan, berlari, memanjat, meraih, dan berbicara.Ciri-cirinya:
Perkembangan  fisik anak sangat pesat
Koordinasi sarafnya berkembang sangat cepat
Kemampuan fisik, mental, dan bahasa berkembang paling aktif
ADVERTISEMENT
Masa EksplorasiDalam masa ini anak langsung beraksi ketika menemukan sesuatu. Sebab koordinasi otaknya akan langsung menggelitik motoriknya untuk beraksi ketika mereka melihat sesuatu yang menarik baginya.Tahap Eksplorasi ini menurut Bredekamp & Coople(1997), meliputi:
Rasa ingin tahu sangat tinggi
Menemukan yang ingin diketahui
Menentukan makna yang ia temukan
Aktif menjelajah lingkungan sekitarnya
Sangat suka mencoba hal baruDisini peran orang tua menunjukkan dan mengarahkan anak untuk menemukan sesuatu yang baru.
Masa EmosionalitasPada fase ini anak mulai menunjukkan egosentris "Aku" di mana ia ingin menjadi yang utama diperhatikan dan dimengerti orang sekitarnya.Jika ada hal yang tidak sesuai keinginannya maka akan memicu emosinya seperti merengek, marah, menangis, membanting sesuatu, dan merajuk.Namun emosionalitas ini bisa kita kendalikan dengan memancing rasa empati mereka dalam bentuk negosiasi konflik.Hal ini dijelaskan oleh Swaminathan (1990):
ADVERTISEMENT
Anak menuntut perhatian dengan menunjukkan tingkah lakunya
Suka menolak dan cenderung tidak kooperatif jika orang tua melarang (semakin dilarang malah semakin dilakukan)
Menunjukkan sikap tantrum seperti merengek terus menerus, berteriak, mambanting sesuatu, dan menjatuhkan diri ke lantai
Rasa empati mulai berkembang, ditunjukkan dengan reaksi spontan ketika terlibat dalam negosiasi konflik.Misalnya: ketika anak sedang marah tidak mau makan, ia melemparkan sendok, kemudian kita menunjukkan ekspresi sedih atas sikapnya dengan pura-pura menangis, maka anak akan menunjukkan reaksi dengan menghampiri kita dan ingin tahu ada apa dengan kita, sehingga ia secara natural menghentikan kemarahannya. Walaupun ia tetap tidak mau makan, setidaknya ia meredam kemarahannya dan merasakan perasaan orang disekitarnya.
ADVERTISEMENT
Masa Pencarian DiriFase ini anak mulai mengenal siapa "Aku", namaku siapa, yang mana ayah ibuku, siapa yang dekat denganku.Ia juga mulai menunjukkan dari bahasa tubuhnya perasaan sedih, senang, nyaman, sakit, tidak suka, dan sebagainya.Sangat wajar ketika anak mulai terlibat konflik dengan orang disekitarnya, misal ketika ia merasa mainannya direbut, atau ketika ia dilarang secara keras, dan mereka tidak segan untuk memukuli orang yang mereka anggap menghalangi keinginannya.Kondisi inilah yang membuat mereka disebut sebagai "si Raja Kecil".Namun yang harus kita pahami bahwa perilaku pengungkapan kehendak pada anak usia Toddler "Bukanlah Watak", melainkan upaya normal dan sehat dalam perkembangannya mencapai kemandirian.
ADVERTISEMENT
Masa Penuh BahayaKita semua sepakat bahwa fase ini adalah Fase Penuh Bahaya, baik itu secara fisik maupun psikis.
Bahaya Secara Fisik: Jelas pasti terjadi karena mobilitas mereka yang tinggi, berjalan dan berlari kesana kemari, dan ketika mereka mengeksplorasi sesuatu, mereka tidak mengerti dampak dan akibatnya.
Bahaya Secara Psikis: Reaksi negatif dari lingkungan sekitarnya yang masih belum memahami sikap "si Raja Kecil".
Semoga bermanfaat.
By: Farahdila Galvani