Konten dari Pengguna

Pengalaman Melahirkan Normal 24 Jam

Babyologist
The trusted and resourceful media for pregnancy & maternity in Indonesia. Our vision is to make The Journey beautiful and enjoyable!
8 Agustus 2019 9:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pengalaman Melahirkan Normal 24 Jam

ADVERTISEMENT
Momen melahirkan menjadi momen yang sangat dinantikan dan akan selalu diingat. Tidak semua calon ibu bisa melewati proses melahirkan tanpa trauma. Normal ataupun caesar memiliki kisahnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Pertengahan Oktober 2017, saya sedang menantikan kelahiran calon buah hati saya yang pertama. Dokter memperkirakan hari kelahirannya di tanggal 11 Oktober 2017. Namun, hingga hari H saya belum merasakan tanda-tanda akan segera melahirkan sehingga dokter menyarankan saya untuk kontrol kembali di tanggal 14 Oktober 2017. Was-was? Tentu saja. Melahirkan melewati HPL (hari perkiraan lahiran) juga banyak resikonya. Namun saya berusaha untuk tenang menantikan saat itu tiba.
14 Oktober 2017, Subuh dini hari sekitar pukul 02.30 wib, saya beranjak dari kasur hendak buang air kecil. Di saat itulah saya menemukan bercak darah. Saya segera membangunkan suami yang sedang tertidur pulas dan memintanya agar segera bersiap-siap. Kebetulan sekali pagi itu saya harus kontrol kembali ke dokter. Saya bingung apakah harus langsung segera ke klinik persalinan atau tidak. Saat itu kontraksi masih bisa saya nikmati. Rasanya seperti sakit saat tamu bulanan datang. Rasa sakit itu muncul setiap 10 menit. Saya mencoba hubungi klinik persalinan, dan perawat mengatakan bahwa saya bisa datang kapan saja saya mau terutama saat sakitnya sudah tidak tertahankan.
ADVERTISEMENT
Saya dan suami sepakat untuk mendatangi klinik sekitar pukul 09.00 wib. Akhirnya saya mencoba untuk tetap beraktivitas seperti biasa, mencuci piring, menyiram bunga, dan sedikit berjalan. Pukul 09.00 saya dan suami mendatangi klinik. Saat diperiksa ternyata sudah pembukaan 2. Alhamdulillah. Dokter menyarankan agar saya langsung dirawat untuk melakukan observasi. 
Suami setia mendampingi saya berjalan di sekitar lingkungan klinik, berharap pembukaannya bertambah. Namun hingga perawat datang memeriksa di pukul 13.00, pembukaan masih belum bertambah. Saya sedikit bingung. Sudah lebih 4 jam sejak dinyatakan pembukaan 2, kok masih belum berubah ya? Akhirnya saya diinduksi melalui vagina.
Sejak induksi pertama hingga pukul 19.00 pun pembukaan tetap tidak bertambah. Saya pun mulai stress sementara rasanya semakin sakit. Akhirnya menjelang pukul 20.00 pembukaan bertambah menuju 3. Rasa sakitnya? Luar biasa nikmat moms. Sampai-sampai saya mau menyerah saja dan meminta untuk dioperasi. Namun saat itu ibu dan suami saya kekeuh untuk tidak menuruti kemauan saya. Mereka tetap menemani saya melewati semua rasa yang mulai tak tertahankan. 
ADVERTISEMENT
Akhirnya menjelang pukul 21.00, ketuban saya pecah. Air membasahi seluruh pakaian saya, hingga ke ranjang. Perawat sigap memasangkan diapers dewasa agar air ketuban tidak merembes kemana-mana. Saat itu perawat menegaskan bahwa saya tidak lagi boleh beraktivitas selain berbaring di ranjang. Pada kenyataannya saya memang tidak mampu lagi beranjak dari ranjang sejak pukul 13.00. Syukurnya saat itu sudah masuk pembukaan 4. Rasanya? Semakin luar biasa nikmat moms. Jujur saya tak kuasa untuk tidak teriak. Saya sama sekali tidak membekali diri dengan segala latihan persiapan melahirkan. Hal yang sangat saya sesali waktu itu.
Menjelang pukul 22.00, pembukaan mulai cepat bertambah. Tidak seperti sebelumnya dimana jarak antara pembukaan 2 menuju 3 membutuhkan waktu berjam-jam, nyaris 10 jam. Saya mulai cemas takut kalau saja air ketubannya semakin berkurang. Namun perawat selalu menenangkan bahwa tidak ada kondisi serius yang saya alami.
ADVERTISEMENT
Setiap waktu saya meminta dipanggilkan perawat, meminta untuk dipanggilkan dokter segera. Saya sama sekali tidak mengerti bahwa dokter baru akan turun tangan jika pembukaan sudah lengkap (pembukaan 10). Ya tuhan, begini rasanya. Sekitar pukul 12.00, perawat pun memutuskan untuk memindahkan saya ke ruang persalinan. Menjelang pembukaan 10 rasanya keinginan untuk mengedan sudah tidak tertahankan. Perawat berusaha membantu saya mengatur nafas. Cara ini efektif sekali untuk menahan semua rasa sakit yang saya rasakan saat itu. Jika saya mengedan sebelum pembukaan lengkap, bisa berakibat kepala bayi menjadi lonjong.
Pukul 02.30 dini hari, pembukaan lengkap 10. Dokter pun hadir menangani saya. Saya diarahkan untuk mengedan sesuai aturan. Tepat di dinding sebelah kanan saya, terdapat petunjuk cara mengedan yang benar.
ADVERTISEMENT
1. Jangan mengedan sambil mengeluarkan suara apalagi berteriak. Tutup mulut rapat-rapat.
2. Jangan mengedan sambil menutup mata.
3. Mengedan sambil mengarahkan kepala melihat ke jalan keluar bayi.
4. Mengedan saat merasakan sakit kontraksi alias mengedan saat belum muncul rasa sakit.
Alhamdulillah proses mengedan hanya berlangsung kurang lebih 5 menit. Rasanya lega luar biasa. Si kecil pun mengeluarkan tangisan pertamanya dengan sangat kencang. Tak berhenti mulut saya mengucapkan rasa syukur.
Tapi moms, rasa sakit tidak berakhir begitu saja. Saya lagi-lagi harus merasakan sakit saat perawat mengocok-ngocok perut saya, sampai-sampai saya refleks menahan tangannya untuk berhenti melakukan itu. Namun perawat tersebut memberi pengertian kepada saya bahwa proses itu untuk membersihkan rahim saya dan mengeluarkan darah kotor yang tersisa. Sakitnya melebihi rasa sakit saat dijahit. Huhu. 
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah proses melahirkan terlewati selama 24 jam. Namun pengalaman ini jadi pembelajaran untuk saya ke depannya bahwa untuk melahirkan secara normal butuh persiapan. Saya menyesal tidak pernah mengikuti senam hamil dimana pengaturan nafas yang baik sangat membantu meredakan rasa sakit yang dialami. Saya juga menyesal tidak memilih untuk tetap beraktivitas selama diobservasi, saya justru lebih banyak berbaring. Namun saya sangat berterimakasih kepada keluarga saya yang saat itu bersikeras bahwa saya bisa melahirkan secara normal dan tidak menuruti kemauan saya untuk operasi.
Melahirkan normal memang sakitnya luar biasa moms. Tapi setelah itu, alhamdulillah saya tidak lagi merasakan sakit apapun. Saya bisa langsung beraktivitas seperti biasa. Hanya saja setiap gerakan saya lakukan dengan pelan-pelan untuk mejaga kondisi vagina dan rahim yang butuh masa pemulihan.
ADVERTISEMENT