Konten dari Pengguna

Proses Inseminasi, Tingkat Keberhasilan dan Resikonya

Babyologist
The trusted and resourceful media for pregnancy & maternity in Indonesia. Our vision is to make The Journey beautiful and enjoyable!
1 Mei 2019 2:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak sedikit pasangan yang ingin memiliki keturunan setelah mereka menikah. Namun, sayangnya tidak semua pasangan bisa mendapatkan anak dengan mudah. Biasanya, tahun pertama pernikahan, 85% pasangan akan mendapatkan kehamilan. Sementara itu, 30% sisanya akan hamil pada tahun kedua.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah gangguan kesuburan. Gangguan kesuburan adalah kegagalan satu pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah hubungan seksual yang benar selama satu tahun tanpa memakai alat kontrasepsi. Tahukah Moms, bahwa menurut WHO, sebanyak 1 dari 4 pasangan di negara berkembang mengalami gangguan kesuburan.
Pada masa itu pasangan bisa berkonsultasi pada dokter ahli kandungan dan meminta metode Teknologi Reproduksi Berbantuan (TRB) atau Assisted Reproductive Technology (ART). TRB merupakan teknologi yang digunakan membantu kehamilan dengan bantuan prosedur tertentu seperti Inseminasi Intrauterine (IUI) dan fertilisasi in vitro (IVF) atau bayi tabung.
Setiap pasangan tentunya dapat memilih metode apa yang ingin dilakukan. Namun, menurut dr. Cynthia Agnes Susanto, BMedSc, Sp. OG, pasangan dapat berkonsultasi untuk melakukan inseminasi terlebih dahulu dan menjadikan metode IVF jalan terakhir untuk memiliki anak.
ADVERTISEMENT

Syarat-syarat Inseminasi

Jika Moms dan pasangan ingin melakukan metode inseminasi, Moms dan pasangan harus melakukan pemeriksaan awal dengan dokter spesialis kandungan terlebih dahulu. Proses pemeriksaan yang harus dilakukan sebelumnya diantaranya USG, HSG, dan Analisa Sperma.
Syarat untuk dapat melakukan metode inseminasi antara lain saluran telur wanita harus patent (terbuka), masih haid, jumlah sperma pada laki-laki harus lebih dari 10 juta/ml. USG dilakukan untuk melihat adanya kelainan seperti miom, kista, polip, dan mengecek jumlah sel telur ibu. Untuk mengecek apakah saluran telur terbuka atau tidak, Moms diperiksa melalui melalui Histerosalpingografi (HSG) pada hari haid ke-9 hingga 11. Sementara pemeriksaan sperma dapat dilakukan dengan SAL (Analisa Sperma). Jika ketiganya sudah memenuhi syarat, maka pasangan dapat melakukan inseminasi.
ADVERTISEMENT

Proses Inseminasi

Pada hari ke-2 atau ke-3 haid, Moms dapat melakukan USG untuk melakukan pengecekan calon sel telur. Kemudian, dokter akan memberikan obat-obatan yang berfungsi untuk membesarkan sel telur. Obat-obatan yang diberikan bisa berupa obat minum maupun suntikan. Jika memilih obat minum, Moms harus mengonsumsinya selama 5 hari sementara untuk suntik dilakukan selama proses inseminasi.
Pada hari ke-8 haid, Moms harus melakukan kontrol dan dokter akan mengecek apakah perlu penambahan obat atau tidak.
Setelah itu, pada hari ke-12, Moms harus melakukan USG ulang. Jika hasil USG menunjukkan bahwa sel telur berukuran minimal 18 mm, dokter akan melakukan trigger yang bertujuan untuk mematangkan sel telur.
Setelah dokter melakukan trigger, 36-40 jam kemudian akan dilakukan proses inseminasi. Proses ini akan didahului oleh suami dengan mengeluarkan sperma, lalu dokter akan melakukan proses pencucuian sperma selama kurang lebih 2 jam. Jika proses tersebut sudah dijalani, pasangan dapat menunggu selama 2-3 minggu lalu melakukan tes kehamilan dengan menggunakan testspack.
ADVERTISEMENT

Apa saja yang Mempengaruhi Keberhasilan Inseminasi

Di dunia, tingkat keberhasilan inseminasi atau IUI mencapai 10-15 persen. Namun, di K-Clinic RSIA Grand Family, tingkat keberhasilan inseminasi lebih besar, yakni sebesar 20 persen. Namun, tentunya tingkat keberhasilan ini juga tergantung beberapa hal, diantaranya usia ibu, cadangan sel telur, dan kualitas sperma suami.
IUI dianjurkan untuk ibu yang berusia di bawah 35 tahun. Jika usia ibu sudah melebihi 35 tahun bahkan lebih dari 40 tahun, maka tingkat keberhasilan IUI pun semakin kecil. dr. Cynthia mencontohkan metode IVF yang bisa mencapai keberhasilan hingga 40-50 persen, tetapi jika usia ibu sudah di atas 40 tahun, tingkat keberhasilannya pun bisa turun secara drastis yakni bisa sekitar 20 persen saja.
ADVERTISEMENT
Selain itu, cadangan sel telur ibu pun mempengaruhi keberhasilan IUI. Selanjutnya, jika usia dan cadangan sel telur ibu oke, sperma suami pun harus oke. dr. Cynthia menyarankan jika pasangan memutuskan untuk melakukan inseminasi, suami disarankan melakukan pemeriksaan sebelum istri. Sebab, proses pemeriksaan pada pria tidak serumit atau sesakit pemeriksaan pada wanita.

Komplikasi dan Resiko Inseminasi

Meski aman, proses inseminasi bisa saja menimbulkan komplikasi, ya, Moms. Mulai dari komplikasi saat kehamilan maupun komplikasi pada saat proses inseminasi sendiri. Namun, dr. Cynthia meyakinkan bahwa meski kemungkinan itu ada, komplikasi tersebut sangat jarang terjadi.
Pada masa proses atau setelah inseminasi, pasien bisa merasakan OHSS atau Sindrom Hiperstimulasi Ovarium yaitu kondisi ovarium yang menghasilkan sel telur lebih banyak dari jumlah normalnya. Hal ini bisa menimbulkan kram, rasa begah, hingga rasa nyeri.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, resiko yang terjadi jika seorang sudah hamil karena proses inseminasi diantaranya memiliki bayi kembar dan mengalami kehamilan ektopik atau kehamilan di luar rahim.
Untuk Moms yang ingin berkonsultasi dengan mengenai inseminasi, IVF, maupun berkonsultasi mengenai gangguan kesuburan, Moms dapat mengunjungi K-Clinic RSIA Grand Family PIK.
Semoga bermanfaat.
By: Babyologist
Narasumber: dr. Cynthia Agnes Susanto, BMedSc, Sp. OG