Konten dari Pengguna

Teen, Pregnant, and Happy About it!

Babyologist
The trusted and resourceful media for pregnancy & maternity in Indonesia. Our vision is to make The Journey beautiful and enjoyable!
13 Maret 2019 9:14 WIB
clock
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tinggal di negara yang penuh dengan kritik tentu bukan hal yang mudah untuk wanita muda seperti saya. Mulai dari menikah muda, hamil di luar nikah, bahkan tidak berkuliah setelah lulus sekolah pun membuat derajat banyak wanita muda di Indonesia segampang itu direndahkan. Tapi di sini bukan itu yang saya akan bahas. Tapi saya akan bahas bagaimana wanita dan bahkan perempuan muda sekalipun yang masih banyak dinilai anak kecil, juga patut dihargai dan didukung, no matter how bad their past were. 
ADVERTISEMENT
This story is for all those young women out there - for those girls who are going through hard things to know that they aren't alone.
And of course it’s for my little one in the belly. This is for you and this is never about me! So let’s begin.
Bulan Agustus 2018 tanggal 18 tepatnya, merupakan hari yang mengubah hidup saya dan suami 180 derajat. Suami? Ya, saya menikah muda di usia 19 tahun, dan semua itu memang mimpi saya semenjak SMP. Saya selalu ingin memulai keluarga kecil saya di usia muda. Tapi terkadang hal itu tentunya tidak langsung disetujui oleh ibu saya yang seorang single parent. Tapi yang saya tahu, saya ada dalam situasi yang membuat saya mampu untuk bertumbuh menjadi wanita mandiri, belum berkuliah, bekerja keras dan bertanggung jawab menanggung semua biaya kebutuhan saya pribadi mulai dari usia 17 tahun. I know God is good, and always good. So when I pray, I know He will give me the right guy to spend the rest of my life with, and He gave me my husband.
ADVERTISEMENT
10 hari sebelum tanggal 18 Agustus, saya kebingungan karena di hari itu seharusnya saya sudah datang bulan. Tapi saya rasa saya kecapean dan stres sehingga mengganggu hormon, lagi pula siklus datang bulan saya berantakan pada beberapa bulan terakhir. Tapi 7 hari setelah itu, yang ditunggu-tunggu tidak kunjung datang dan akhirnya membuat saya mulai berpikir. Saya sempat diskusikan dengan kakak ipar dan sahabat saya mengenai tes kehamilan, dan saya sepakat untuk tes 10 hari setelah tanggal haid terakhir. Saya memang tidak terlalu banyak berdiskusi dengan suami saya tentang hal ini karena di saat itu, saya dan suami saya baru akan memulai kehidupan baru kami dengan beribu rencana. Bekerja, mencari uang sebanyak-banyaknya, belanja, bahkan melengkapi rumah kontrakan baru kami yang masih sangat kosong. Pemasukan per bulan pun kami sisihkan untuk liburan berduaan nanti. Untuk punya anak dalam waktu dekat tentunya belum ada di jadwal kami. Jadi saya tidak mau membuat suami saya jadi berpikiran ke mana-mana kalau ternyata ini hanya karena hormon saya yang terganggu. Tapi sehari sebelum itu, saya tetap memutuskan untuk beli test pack di minimarket tanpa sepengetahuan suami saya. Saya berencana untuk tes di pagi hari sebelum suami saya bangun.
ADVERTISEMENT
Pagi itu entah kenapa saya merasa deg-degan dan bangun subuh sekali. Tidak seperti biasanya, saya sudah keburu kebangun lagi jam 6 pagi dan gak bisa tidur lagi. Saya liat suami yang masih pulas dan saya mulai mengambil test pack yang saya sembunyikan di tas. Sebelum mulai, saya memastikan untuk baca lagi langkah-langkahnya dan mulai deg-degan gak karuan. "Diamkan test pack 15 detik dalam wadah urine dan tunggu hasilnya 1-3 menit..." saya mulai menghitung dari 1 sampai 15. Saya berhenti menghitung di detik ke-10 dan diam seketika. Saya masih diam seolah gak bernafas beberapa saat setelah melihat 2 garis jelas sebagai hasil testnya. Kemudian saya mulai kaget dan segera merapikan semua alat-alat test. Saya gak berpikiran untuk menjadikan ini surprise buat suami karena saya terlalu kaget dan panik. Di otak saya, saya tahu saya masih terlalu muda dan belum siap untuk ini dan masih banyak rencana dengan suami saya, tapi sebagian diri saya bahagia sampai gak bisa menangis. Saya membangunkan suami saya dengan hasil test pack yang sudah saya lap dengan tisu basah tepat di depan matanya. Yang saya ingat saya sangat gemetar, dan dia pun shock sambil senyum-senyum tidak percaya. Di pikiran kami saat itu kami tahu ini akan menjadi hal yang sangat berat, but never crossed in our mind to do some kind of abortion. We are thankful for what God had given to us. For the beginning of our new chapter.
ADVERTISEMENT
Saya mulai memberi tahu kabar ini ke sahabat dan ipar saya, lalu mereka menyarankan saya untuk segera cek ke dokter. Di saat itu saya masih berpikiran untuk check up di lain hari setelah gajian, karena di saat itu kami mulai kehabisan uang. Tapi perut saya mulai kram, dan tiba-tiba saya panik karena saya tahu pola hidup saya sangat tidak sehat beberapa minggu terakhir. Saya mulai khawatir setelah melihat banyak hal yang harus saya lakukan menurut Google, salah satunya untuk minum vitamin khusus, I literally have no idea what to buy. Akhirnya saya setuju untuk check up ke klinik terdekat yang harganya masih terjangkau. Hasil check up menunjukkan kalau saya sudah hamil 6 minggu dengan jantung bayi yang baru berukuran 0,5 cm! It was crazy to flashback all those things I did for the past 6 weeks. Mulai muncul di benak saya banyak kepanikan mulai dari pola makan, merokok, pola tidur, bahkan saya masih membantu suami mengangkat lemari seminggu sebelumnya! Saya mencoba untuk mengikuti petunjuk dokter untuk bedrest dan minum vitamin serta obat yang diresepkan.
ADVERTISEMENT
5 hari setelah bedrest, tiba-tiba saya spotting atau mengeluarkan bercak flek. Saya mulai mencari tahu semuanya di Google yang menyebabkan saya panik dan takut gak karuan. Mulai dari keguguran, hamil di luar kandungan, apa pun itu saya gak peduli pokoknya saya mau hari itu ke dokter untuk periksa. Lalu benar saja, dokter bilang ada bagian kantung janin yang lepas (subchorionic hematoma). Yang saya rasakan, saya gak mendapat informasi penuh dari dokter dan dia juga tampaknya tidak begitu peduli. Malahan beberapa komentarnya membuat saya dan suami takut setengah mati. Saya diresepkan obat yang tidak menghentikan flek saya. 3 hari kemudian flek itu berhenti dan saya memutuskan untuk check ke RSIA Buah Hati Ciputat dengan dana seadanya. Hari itu saya check up dengan salah satu dokter rekomendasi sahabat saya, Dr. Ismail Yahya. Berbeda dengan dokter sebelumnya, beliau justru memberi semangat dan menyarankan untuk tidak panik. Tapi tetap saja sambil mengonsumsi obat dari dokter sebelumnya. Seminggu kemudian saya flek berdarah banyak. Saya mulai panik, kembali ke dokter pertama di klinik sebelumnya (karena di hari itu dokter Ismail tidak praktik) dan tetap tidak mendapatkan informasi lengkap. Saya mulai kecewa, ketakutan, panik, dan menangis setiap sebelum tidur. Dari awal hamil, saya tahu saya sudah sangat menyayangi janin ini. Tidak pernah sekalipun berpikiran untuk aborsi, apalagi untuk harus keguguran. Saya takut dan mulai kehilangan harapan. Selama seminggu, 5 hari saya flek setiap hari dan hal itu membuat saya semakin bingung dan gila karena saya sudah berusaha untuk bedrest dan cuti kerja. 
ADVERTISEMENT
All I know was I didn't come to God at that moment. I was confuse and angry. And when I pray, I'm still scared. Sudah 9 minggu saya hamil tapi tetap ada flek. Keesokan paginya setelah suami berangkat subuh-subuh untuk kerja, tiba-tiba flek saya semakin parah. Bercak tersebut mulai menetes dan meninggalkan bekas ditissue setiap kali saya seka. I started to cry because I was all alone and I don't have money at all. Saya mulai berdoa dengan serius dan menenangkan diri. I surrender it all to God, and I wanted to do what's the best thing for me. Pagi itu saya telepon suami dan bilang kalau saya ingin pergi ke rumah sakit. Kebetulan suami tidak bisa pegang HP saat kerja jadi dia tidak bisa balas. Dan akhirnya saya pergi ke rumah sakit dengan ibu saya. I was literally crying all the way to the hospital. It was the most scariest time in my life. Berbarengan dengan morning sickness yang sangat parah, 1 jam menuju rumah sakit terasa sangaaaat lama. Beruntung saya dapat antrean nomor 1, dokter langsung memeriksa dan ternyata tidak ada apa-apa! I was totally confuse. Layar USG menunjukkan hasil yang luar biasa. Bayi saya sudah berbentuk seperti badan bayi. Dia bertumbuh, dan flek yang saya alami ternyata karena saya terlalu stres dan tegang sehingga kantung rahim saya tidak rileks. Dokter juga bilang kalau kantung janin saya telah menempel seutuhnya. Suddenly after all those cries, I started to smile again. I was amazed of how God works. How He helped me change the bad situation into a good one. Berbekal resep untuk menghentikan pendarahan/flek (yang tidak pernah diberikan oleh dokter sebelumnya setelah berkali-kali saya konsultasi dengan beliau), flek saya berhenti. Tentunya saya masih trauma setiap kali ingin pergi ke toilet. Saya takut melihat bercak darah lagi. Tapi nyatanya hal tersebut tidak pernah terjadi. And I past my first trimester peacefully. 
ADVERTISEMENT
I started to build my relationship with God closer than ever. Doesn't need to be the super religious one, but for me and my husband, we want to start to depend it all on God. Di bulan ke-4 saya masih belum mengalami kenaikan berat badan walaupun setelah di check berat badan janin normal untuk usia kandungan saat itu. Namun, 2 minggu setelah check up saya sempat merasa khawatir. Apalagi setiap orang bilang kalau saya tidak seperti orang hamil, kurus, perutnya kecil, biasa saja. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya ingin sekali naik berat badan. Saya makan sebanyak mungkin dengan badan yang tetap sama saja. Saya merasa nafsu makan saya bertambah bahkan lebih banyak dari suami. Ternyata saat dokter periksa, berat saya naik terlalu banyak! Saya mulai menikmati kehamilan saya semenjak masuk usia kehamilan 5 bulan. Yang awalnya masih takut untuk jalan-jalan, khawatir terhadap setiap makanan yang saya makan, mual dan muntah setiap hari, saya sudah bisa menikmati masa kehamilan dengan maksimal. Saya mulai memanjakan diri saya untuk pergi perawatan, jalan-jalan ke mall, bahkan berolahraga. Saya juga rutin melakukan check up dan bersyukur untuk kandungan (laki-laki) saya yang ternyata sehat dan sempurna, tall and chubby, just like what I mention to God when I pray. And the most amazing time is when I get to feel his first kick! Oh it was unbelievable how healthy a human being – grow in my belly.
ADVERTISEMENT
Usia kandungan saya sekarang sudah memasuki trimester terakhir, dengan posisi bayi yang sudah terbalik dan siap untuk mengunci. Tendangannya mulai aktif membuktikan kalau dia sehat dan kuat. Saya melewati masa kehamilan yang sungguh luar biasa. Mengingat begitu banyaknya kejadian di awal seperti flek dan pendarahan, saya merasa saya sangat diberkati dengan bisa melewati tahap-tahap menyeramkan tersebut. I am thankful for all the stages I've passed. Pegangan saya adalah depend it all on God, tenang, dan percaya dengan dokter, bukan dengan mitos-mitos belaka. Sebagai wanita muda, tentunya bukan hal yang mudah mengalami hal-hal di atas. Saya belum bisa mengontrol diri untuk tidak panik. Bahkan untuk konsekuensi yang saya alami ke depannya. Tapi setiap saya berpikir untuk menyerah, saya mulai berpikir tentang bayi yang ada di kandungan saya. Tentang tekad untuk melahirkan dan membesarkan bayi ini lebih baik dari saya dan ayahnya. I started to think again about how big God love is. Saya juga bersyukur karena memiliki teman dan keluarga yang menerima dan men-support kehamilan saya. Dan tentunya bersyukur memiliki suami terbaik yang selalu ada sebagai support system utama saya, being there for me on those crazy stages of pregnancy and still incredibly loving me no matter how ugly I started to look. Untuk seorang ibu tunggal yang selalu ada mendukung saya dan terus-terusan menyemangati saya untuk tidak manja, mengingatkan saya untuk menjadi seorang wanita yang kuat untuk anak saya. I am blessed for being around by supportive people. No matter how young my age is, once I know God gave me this beautiful present, I promise to my life that I will raise him and love him just like how He loved me.
ADVERTISEMENT
 
Semoga bermanfaat.
By: Alexandra Zefanya
Copyright by Babyologist