Konten dari Pengguna

Perceraian Menurut Hukum Islam dan Hukum Negara

Bachrul Ulum Zain
Menjalani studi Hukum Keluarga di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22 September 2024 9:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bachrul Ulum Zain tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernikahan adalah sebuah ritual sakral yang menyatukan sepasang insan laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan hubungan dengan tujuan untuk melengkapi satu sama lain, saling menyempurnakan serta saling membantu, maka ketika terjadi perceraian itu menjadi berita terkini yang sering di bahas.
ilustrasi pertengkaran yang menjadi sebab percereaian, sumber: freepik.com
Perceraian di dalam islam disebut sebagai thalaq (talak). Menurut Bahasa thalaq adalah “melepaskan tali”, sedangkan secara istilah syara’ thalaq adalah melepas ikatan akad nikah dengan lafaz talak ba’in atau talak raj’i. Pada pembahasan fiqih, perceraian merupakan suatu perbuatan yang diperbolehkan selama memenuhi syarat-syarat yang sudah di tentukan.
ADVERTISEMENT
Menurut opini saya perceraian terjadi karna munculnya beberapa masalah dalam hubungan seperti ketidaksuaian, pertengkaran, perselingkuhan, masalah ekonomi dan lain-lain. Terkadang orang orang melakukan perceraian sebagai Solusi dalam menghadapi masalah masalah yang telah di sebutkan tadi.
Hukum Thalaq {perceraian} dalam agama Islam

1.wajib

Hukum talak ada kalanya wajib, sebagaimana talaknya suami yang bersumpah ila’
yang tidak ada maksud mensetubuhi lagi. Seperti dalil dalam surat Al-Baqarah ayat 226 yang berbunyi,
لِلَّذِيْنَ يُؤْلُوْنَ مِنْ نِّسَاۤىِٕهِمْ تَرَبُّصُ اَرْبَعَةِ اَشْهُرٍۚ فَاِنْ فَاۤءُوْ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ - ٢٢٦
lillażīna yu`lụna min nisā`ihim tarabbuṣu arba'ati asy-hur, fa in fā`ụ fa innallāha gafụrur raḥīm
Artinya: Bagi orang yang meng-ila' istrinya harus menunggu empat bulan. Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
ADVERTISEMENT

2.Dianjurkan (mustahab)

Hukum talak bisa menjadi mustahab dalam permasalahan ketika ada seorang suami yang tidak mampu memenuhi hak-hak istrinya, walaupun karena tidak ada kecenderungan hati kepadanya, atau Ketika ada seorang istri yang tidak menjaga diri.
3.Haram
Talak menjadi haram sebagaimana talak bid’iy, yaitu talak istri yang pernah di setubuhi yang di jatuhkan pada waktu semacam haid dengan tanpa ada tebusan dari istri tersebut, atau di jatuhkan pada waktu suci yang di setubui saat suci ini.

4. Talak atau perceraian menjadi boleh (mubah)

Hukum ini berlaku apabila seorang istri memiliki akhlak yang tidak terpuji, memperlakukan suami semena-mena, atau keberadaannya justru membahayakan. Serta keinginan atau cita-citanya dalam sebuah perkawinan tidak tercapai.

5.Makruh

Hukum talak juga bisa makruh apabila terjadi dalam kedaan selain semua yang telah disebutkan di atas, berdasarkan hadist sahih “perbuatan halal yang paling tidak di senangi Allah adalah talak”.
ADVERTISEMENT
Hukum perceraian dalam negara
Hukum perceraian adalah hukum yang sudah di sah kan oleh negara, hukum perceraian merupakan bagian dari hukum yang mengatur prosesi perceraian dari suatu keluarga. Tujuan adanya hukum percerain yang di buat di negara Indonesia ini adalah untuk melindungai kepentingan dan kesejahteraan semua pihak terkait.
Hukum Perceraian di Indonesia
1. Pasal 39 UU Perkawinan: Perceraian dapat dilakukan berdasarkan talak (perceraian yang diajukan oleh suami) atau gugat (perceraian yang diajukan oleh istri).
2. Pasal 40 UU Perkawinan: Suami dapat menggunakan talak raj’i (perceraian yang dapat dirujuk) atau talak bain (perceraian yang tidak dapat dirujuk) sesuai dengan hukum yang berlaku.
3. Pasal 19 UU Perkawinan: Dalam perkawinan, suami dan istri saling memberikan nafkah, perlindungan, penghidupan yang layak, serta hak-hak dan kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai sosial.
ADVERTISEMENT
4. Pasal 116 UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama berwenang untuk memutuskan mengenai hak asuh anak, kunjungan, dan nafkah anak sesuai dengan kepentingan dan kesejahteraan anak.
5. Pasal 117 UU Perkawinan: Dalam pembagian harta bersama setelah perceraian, Pengadilan Agama akan mempertimbangkan kepentingan suami, istri, dan anak-anak serta memberikan pembagian yang adil dan wajar.
6. Pasal 116B UU Perkawinan: Perceraian dapat diajukan jika terdapat pernikahan yang tidak sah, salah satu pihak terlibat dalam tindakan kekerasan dalam rumah tangga, pengabaian tanggung jawab suami atau istri, atau terjadi perselisihan dan pertengkaran yang berkepanjangan antara suami dan istri.
7. Pasal 116C UU Perkawinan: Dalam perceraian yang diajukan oleh istri, Pengadilan Agama dapat memberikan kewenangan kepada penengah untuk melakukan upaya rekonsiliasi sebelum melanjutkan proses hukum perceraian.
ADVERTISEMENT
8. Pasal 116A UU Perkawinan: Dalam hal perceraian, Pengadilan Agama dapat memerintahkan suami untuk memberikan sementara kepada istri nafkah sementara selama persidangan berlangsung.
9. Pasal 116D UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama dapat menghentikan kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri jika istri telah melakukan perbuatan yang merusak atau melanggar kewajiban terhadap suami.
10. Pasal 116E UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama dapat menghentikan kewajiban istri untuk memberikan layanan rumah tangga kepada suami jika suami telah melakukan perbuatan yang merusak atau melanggar kewajiban terhadap istri.
11. Pasal 119 UU Perkawinan: Setelah perceraian, istri yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan tidak memiliki sumber penghasilan yang cukup berhak atas nafkah dari suami sesuai dengan kemampuan ekonomi suami.
ADVERTISEMENT
12. Pasal 120 UU Perkawinan: Dalam hal perceraian, Pengadilan Agama dapat memberikan hak asuh anak kepada salah satu dari kedua orang tua atau membagi hak asuh secara bersama antara keduanya, berdasarkan kepentingan dan kesejahteraan anak.
13. Pasal 124 UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama dapat mengatur kunjungan antara orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh dengan anak yang berada di bawah hak asuh orang tua lainnya.
14. Pasal 116F UU Perkawinan: Dalam hal perceraian, Pengadilan Agama dapat menentukan kewajiban pembayaran uang muka untuk biaya perkara yang ditanggung oleh suami atau istri.
15. Pasal 116G UU Perkawinan: Dalam perceraian yang diajukan berdasarkan talak, suami wajib memberikan pernyataan tertulis kepada istri mengenai talak yang diucapkan dan menyerahkannya kepada Pengadilan Agama.
ADVERTISEMENT
16. Pasal 116H UU Perkawinan: Dalam perceraian yang diajukan berdasarkan gugat, istri wajib menyertakan gugatan tersebut dalam surat yang ditujukan kepada suami dan menyerahkan salinannya kepada Pengadilan Agama.
17. Pasal 116I UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama berwenang untuk memutuskan mengenai pembagian harta yang merupakan harta bawaan masing-masing suami dan istri.
18. Pasal 116J UU Perkawinan: Dalam perceraian, Pengadilan Agama dapat memberikan hak penggunaan rumah dan perlindungan bagi istri atau anak yang membutuhkan.
19. Pasal 116K UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama dapat memberikan sanksi atau teguran kepada suami atau istri yang melanggar putusan atau ketentuan hukum yang berkaitan dengan perceraian.
Poin poin di atas merupakan undang undang yang mengatur tentang perceraian yang ada di Indonesia, jika ingin melakukan perceraian alangkah baik nya pahami dulu undang undang di atas.
ADVERTISEMENT
Bachrul Ulum Zain, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta prodi Hukum Keluarga.