Konten dari Pengguna

Ketentuan Hukum e-KTP bagi WNA dari Perspektif Keimigrasian

Bagas Hidayat Putra
Analis Keimigrasian Pertama
11 Februari 2021 13:32 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagas Hidayat Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi e-KTP. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi e-KTP. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
ADVERTISEMENT
Warga Negara Asing (WNA) memiliki kewajiban dalam memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik? Iya benar, anda tidak salah membaca kalimat tersebut dan juga judul di atas, WNA memang memiliki kewajiban dalam memiliki KTP (e-KTP WNA), namun dengan beberapa ketentuan tentunya. Hal tersebut dengan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang telah menjelaskan bahwa penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin diwajibkan untuk memiliki KTP Elektronik.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks tersebut, WNA yang termasuk dalam ketentuan di atas wajib memiliki KTP Elektronik sebagai identitas lainnya selain paspor. Menurut Pasal 63 ayat (4) UU Nomor 24 Tahun 2013, orang asing yang dimaksud dalam ayat (1) tersebut wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP Elektronik kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku ITAP berakhir.
Bahkan keberadaan dan penggunaan KTP Elektronik bagi WNA tersebut ditegaskan kembali dengan penjelasan yang tercantum pada Pasal 63 ayat (5) UU Nomor 24 Tahun 2013 bahwa penduduk yang sudah memiliki KTP Elektronik wajib untuk membawanya kemanapun saat bepergian, tentu hal tersebut termasuk kepada WNA yang memenuhi ketentuan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui saksama bahwa berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, penduduk di Indonesia dibagi dua, yakni WNI dan WNA. Maka sudah jelas bahwa WNA dengan ketentuan di atas memiliki kewajiban yang sama dengan WNI dalam hal memiliki KTP Elektronik. Namun WNA tersebut hanya dicatat statusnya sebagai penduduk Indonesia dan tidak mendapat status sebagai warga negara Indonesia (WNI) sehingga hak-hak lainnya seperti mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) tidak mereka miliki.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menjelaskan bahwa yang memiliki hak memilih pada Pemilu ialah WNI yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin, dan mempunyai hak memilih. Dengan demikian, seluruh WNA yang berada di Republik Indonesia tidak memiliki hak politik untuk memilih atau dipilih dalam Pemilu.
ADVERTISEMENT
Setelah serangkaian penjelasan umum mengenai keberadaan dan fungsi dari KTP Elektronik bagi WNA di atas, muncul sebuah polemik terkait aspek keimigrasian yang mereka miliki. Dalam perspektif keimigrasian, bukankah WNA sudah memiliki dokumen perjalanan sebagai identitasnya dan izin tinggal sebagai status izinnya?
Dalam Pasal 1 angka 13 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian telah dijelaskan bahwa dokumen perjalanan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau organisasi internasional lainnya untuk melakukan perjalanan antarnegara yang memuat identitas pemegangnya.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 21 UU Nomor 6 Tahun 2011, izin tinggal merupakan izin yang diberikan kepada Orang Asing oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri untuk berada di Wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kembali lagi kepada pembahasan utama bahwa WNA yang memiliki ITAP termasuk ke dalam golongan WNA yang wajib memiliki KTP Elektronik. Perlu diketahui bahwa ITAP dapat dimiliki oleh WNA dengan beragam proses yang berbeda-beda tergantung dengan status izin tinggal yang mereka miliki sebelumnya. Selama belum mendapat ITAP, mereka tinggal di Indonesia menggunakan Izin Tinggal Terbatas (ITAS). Dokumen itu berlaku dua tahun dan bisa diperpanjang hingga maksimal 6 tahun.
Secara ringkas untuk mendapat ITAP, WNA yang berstatus sebagai pekerja asing, investor, dan rohaniawan harus tinggal di Indonesia selama tiga tahun berturut-turut. Sedangkan untuk WNA yang menikah dengan WNI, mereka harus tinggal minimal dua tahun berturut-turut.
Sementara itu, ada beberapa kelompok WNA yang bisa mendapat ITAP tanpa syarat harus menetap di Indonesia terlebih dulu. Mereka adalah anak, istri, suami dari WNA yang memiliki ITAP. Ada pula mantan WNI dan mantan orang berkewarganegaraan ganda Indonesia. Bentuk implementasi produk dari ITAS dan ITAP itu sendiri adalah KITAS dan KITAP yang berupa kartu seperti KTP Elektronik akan tapi desain dan warnanya berbeda.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut ditegaskan oleh pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna H. Laoly mengenai adanya pembedaan desain maupun warna dari KTP Elektronik dengan tujuan untuk mencegah penyalahgunaan dokumen dan wewenang (dikutip dari Tirto.id). Isu dwi fungsi yang secara kasat mata terlihat mirip inilah yang menarik untuk dijadikan sebuah diskusi.
Pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat ataupun Taiwan, WNA hanya akan memperoleh satu kartu saja sebagai bentuk status kependudukan (resident) mereka di negara tersebut. Amerika Serikat dengan Green Card-nya dan Taiwan dengan Alien Resident Card-nya. Sebelum mendapatkan kartu tersebut, WNA hanya memperoleh izin tinggal berupa visa yang dapat diperpanjang atau yang berlaku dalam jangka waktu tertentu.
Lain lagi dengan Indonesia yang mana setiap jenis perizinan diberikan kartu yang berbeda. Ada KITAS dan dan juga KITAP yang apabila dilihat fungsinya, KITAS dan KITAP ini sudah mirip dengan kartu resident yang ada di Amerika Serikat dan Taiwan yang tidak memerlukan kewajiban untuk memiliki kartu penduduk yang persis sama dengan warga lokal setempat.
ADVERTISEMENT
Integrasi sistem nomor kependudukan yang diimplementasikan oleh pemerintah Amerika Serikat dan Taiwan sudah berjalan dengan baik sudah terintegrasi dengan berbagai hal tanpa harus memiliki banyak kartu, dengan kata lain cukup dengan satu kartu untuk semua akses layanan dasar.
Penerapan KTP Elektronik merupakan salah satu langkah pemerintah dalam menciptakan suatu single identity bagi WNA. Mungkin ke depannya implementasi tersebut dapat dikembangkan dan diintegrasikan kembali dengan beberapa instansi terkait secara optimal, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam aspek administrasi kependudukannya dan Direktorat Jenderal Imigrasi dalam penerapan aspek keimigrasiannya.
Jakarta, 11 Februari 2021
Referensi
Azhar, A. (2019). Titik Kritis dari Kisruh KTP Elektronik untuk Warga Negara Asing. Tirto.Id. https://tirto.id/titik-kritis-dari-kisruh-ktp-elektronik-untuk-warga-negara-asing-dkNA
ADVERTISEMENT
Hukum Online. (2019). Ketentuan Hukum Soal KTP Elektronik Bagi WNA. Hukumonline.Com. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c78eb2444cc7/ketentuan-hukum-soal-ktp-elektronik-bagi-wna?page=all