Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dewi Kunti dan Peran Seorang Ibu dalam Budaya Jawa
5 Juni 2018 20:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Bagas Putra R tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak terasa sudah hampir sebulan peristiwa bom bunuh diri tiga keluarga di Surabaya. Keterlibatan ibu yang mengajak anak-anaknya turut serta, masih menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa ia begitu tega?
ADVERTISEMENT
Terlepas dari adanya infiltrasi paham radikal, ibu seharusnya menjadi contoh budi pekerti dan kelembutan bagi anak-anaknya. Setiap peran ibu begitu vital, lantaran menjadi fondasi awal pembentuk karakter anak.
Lalu, bagaimana figur ibu bisa menangkal faham radikal dalam keluarga? Budaya Jawa punya jawabannya.
Kepribadian Pandawa dan Kurawa
Dalam dunia pewayangan, Dewi Kunti adalah figur ibu yang ideal. Hal ini terlihat dari bagaimana Kunti mengasuh dan membesarkan para tokoh Pandawa dalam Epos Mahabharata.
Dalam buku Rupa dan Karakter Wayang Purwa (2010) terdapat kisah ketika Pandawa dan Kurawa kecil sedang melewati masa pertumbuhan. Kepribadian para Astina itu mulai terlihat ketika sedang menempuh pendidikan dengan guru mereka, Krepa dan Drona.
Syahdan cerita, di Kerajaan Astina, Guru Krepa merasa kewalahan mendidik para pangeran kecil pewaris kerajaan. Mereka adalah lima putra Pandu, yaitu Pandawa dan seratus putra Drestarasta yang dikenal dengan Sata Kurawa.
ADVERTISEMENT
Pandawa tumbuh sebagai anak-anak yang santun dan cerdas dalam menerima pelajaran di Krepa. Sebaliknya, Kurawa yang diasuh Sengkuni dalam kemewahan dan tanpa kasih sayang seorang ibu tumbuh menjadi anak-anak yang cengeng, manja, dan banyak yang cenderung berjiwa anti-sosial.
Duryudana dan Dursasana, dua putra tertua Kurawa, sering mempengaruhi adik-adiknya untuk berbuat onar dan nakal. Tiada hari tanpa rencana jahat untuk sekadar berbuat usil kepada Pandawa dan Guru Krepa.
Ketika Drona menjadi guru Pandawa dan Kurawa menggantikan Krepa untuk mengajarkan ilmu senjata dan perang, Drona merasakan jika para Pandawa muda memiliki kepribadian yang lebih unggul dan mandiri daripada Kurawa.
Drona yang amat mengenal Dewi Kunti pun sudah memahami jika watak yang ada dalam diri Pandawa itu tidak lepas dari siapa pendidik pemula mereka.
ADVERTISEMENT
Kunti adalah pendidik pertama para Pandawa, yang menjadi pemandu kehidupan untuk menuntun kelima putranya menghadapi lingkungan sosial, yaitu lingkungan sekolah dan teman sebaya. Hal ini menunjukkan orang tua berperan sebagai peletak fondasi pertama bagi anak dalam membentuk kepribadian.
Pembentuk Kepribadian
Dalam struktur keluarga Jawa, interaksi anak banyak terjalin dengan ibu. Geertz dalam buku Keluarga Jawa (1983) mengungkapkan ibu memiliki peran sebagai pusat keluarga.
Peran ibu sebagai pendidik pemula tidak hanya sekadar mendidik dan mengasuh, namun juga memberikan fungsi afeksi yang dapat berpengaruh pada kondisi mental anak.
Selain itu, figur ibu yang berpendidikan tinggi memiliki kesempatan besar sebagai pengambil keputusan dalam keluarga (Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Sumantri, 2007). Hal ini tentu saja juga memberikan kesempatan yang lebih luas bagi seorang ibu untuk mendidik dan mengarahkan anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Ibu yang berpendidikan tinggi juga secara langsung memiliki wawasan luas, sehingga memiliki pola pikir yang lebih terbuka dalam mendidik anak.
Dalam Epos Mahabharata, Dewi Kunti memang dikenal sebagai sosok wanita yang masa mudanya sangat menyenangi dan mempelajari ilmu filsafat dan kebatinan. Wataknya digambarkan penuh belas kasih dan open minded, seperti ketika ia dengan tulus dan tanpa memandang status bersedia mengasuh dan mendidik kedua anak tirinya, Nakula dan Sadewa.
Komunikasi Membentuk Sikap
Interaksi dalam keluarga menjadi hal penting, terutama antara ibu dan anak. Dalam masa pertumbuhan hingga pada masa peperangan Bharatayudha, Kunti selalu mengawal dan mengikuti perkembangan kejiwaan Pandawa.
Kunti selalu berkomunikasi dengan para Pandawa setiap dihadapkan dengan situasi yang baru dan tidak dipahami oleh mereka. Dalam momen tersebut Kunti berperan penting untuk menyalurkan nilai-nilai yang dapat melahirkan kesantunan dalam bersikap.
ADVERTISEMENT
Menurut Geertz (1983), ada nilai-nilai sikap yang terdapat di masyarakat Jawa dan dapat diterapkan dalam komunikasi antara ibu dan anak. Nilai-nilai tersebut meliputi sikap wedi, isin, sungkan; sepi ing pamrih, rame ing gawe; dan narima.
1. Sikap wedi mendorong anak memiliki rasa takut akibat dari tindakan buruk yang dilakukan.
2. Sikap isin memicu anak memiliki rasa malu, terlebih jika melakukan hal yang tidak berkenan.
3. Sikap sungkan mendidik anak untuk memiliki rasa segan, khususnya untuk menghormati orang lain atau orang yang belum dikenal.
4. Sikap narima mendidik anak untuk menerima apa yang didapatkan dan mendorong sikap ikhlas.
5. Sikap sepi ing pamrih, rame ing gawe mendorong anak untuk menjalankan kewajiban tanpa harus berpatokan dengan besar-kecilnya imbalan yang diberikan.
ADVERTISEMENT
***
Kunti merupakan contoh manifestasi sosok ibu yang tergambarkan dalam literatur klasik sejak ratusan tahun lalu. Hal ini menegaskan peran ibu sebagai guru pemula bagi anak dalam keluarga sangat penting, khususnya dalam budaya Jawa.
Ibarat seorang anak adalah lembaran putih, sosok ibu hadir untuk menggoreskan warna dasar yang akan menentukan sifat dan mental anak di lingkungan sosialnya. Peran orang tua, khususnya ibu begitu penting dalam inkulturisasi nilai-nilai budaya yang harus diwariskan. Hal ini dapat menghindari masuknya faham radikal dalam lingkup keluarga.
Referensi:
Geertz, H. 1983. Keluarga jawa. (Hersri, Pengalih bhs.). Jakarta: Grafiti Pres.
Sudjarwo S, Heru, dkk. 2010. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Jakarta: Kakilangit Kencana.
Sumantri, S. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Jakarta: PT.Imtima.
ADVERTISEMENT