Konten dari Pengguna

Estetika dalam Film Anime Jepang

Bagas Satrio Rubiyanto
Mahasiswa Universitas Airlangga
14 Oktober 2024 14:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagas Satrio Rubiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bioskop Jepang yang menampilkan film yang memiliki nilai Estetika. Sumber: www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Bioskop Jepang yang menampilkan film yang memiliki nilai Estetika. Sumber: www.pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PENDAHULUAN
Jepang adalah negara maju di asia yang memiliki segudang tradisi dan budaya. Salah satu budaya yang menarik di Jepang adalah pandangan estetika dan kecantikan terhadap kehidupan. Konsep estetika ini sangat unik dan melekat kepada masyarakat Jepang yang menjadikannya konsep untuk memahami keindahan dalam suatu karya seni. Berkembangnya zaman membuat inovasi baru mulai bermunculan mengubah segalanya baik dalam hal fisik maupun non-fisik. Walaupun begitu, nilai estetika Jepang tetap bertahan dan berkembang mengikuti alur perubahan zaman. Dalam konsep estetika tradisional Jepang, “mono no aware” tidak diragukan lagi sebagai salah satu konsep yang terpenting. (Norinaga 2010). Konsep estetika ini banyak direpresentasikan melalui penayangan anime. Anime atau animasi berperan dalam menyebarkan konsep estetika kepada masyarakat Jepang dan juga memperkenalkannya kepada khalayak masyarakat international. Media massa mengacu pada media komunikasi dan informasi yang berfungsi untuk menyebarkan informasi secara masal dan dapat diakses oleh masyarakat luas. (Habibie 2018)
ADVERTISEMENT
MONO NO AWARE
Mono no Aware berkesan sebagai perasaan sedih terhadap hal yang tidak abadi. Sumber: www.pexels.com
Mono no aware (物の哀れ) adalah istilah Jepang yang berarti "patos dari benda-benda," yang juga diartikan sebagai "empati terhadap benda" atau "sensitivitas terhadap yang sementara." Konsep ini menuju pada kesadaran akan ketidakabadian (無常) dan mencakup perasaan sedih yang lembut atau kerinduan atas hilangnya sesuatu, serta kesedihan yang lebih dalam terkait dengan kenyataan bahwa ketidakabadian adalah bagian dari hidup. Dengan menekankan kepada orang-orang akan rasa kehilangan dan singkatnya hidup, akan menyadarkan orang betapa pentingnya untuk menghargai hidup dan momen-momen indah yang ada didalamnya.
Mono no aware ditemukan pada periode Edo oleh seorang filosof terkemuka, Motoori Norinaga. Ia membuat mono no aware sebagai ciri estetika pada zaman Heian ketika mengomentari karya sastra terkenal Genji Monogatari (The Tale of Genji). Kata "Mono no aware" awalnya digunakan untuk menggambarkan estetika sastra pada periode Heian, dan kemudian diperluas ke bidang seni lainnya.(Jia, 2021).
ADVERTISEMENT
REPRESENTASI MONO NO AWARE DALAM ANIME
Beberapa Film Animasi Jepang merepresentasikan Mono no Aware. Sumber: www.pexels.com
Film animasi sejatinya adalah campuran dari beberapa bagian yaitu suara, gambar, dan lukisan statis. Kebanyakan film animasi memanfaatkan karakteristik “bergerak” dalam film animasi, yang memberikan gambar visual yang berlebihan. Animasi tradisional mayoritas menggunakan “aksi” dan “pertarungan” sebagai media. Namun beberapa orang Jepang kontemporer lebih mengejar visual statis dan emosi yang halus. Seperti halnya sutradara terkenal, Makoto Shinkai yang sudah membuat film animasi yang terkenal seperti “Your Name”, “Weathering with you”, dan lainnya. “Sebagai temanya, Makoto Shinkai mengesampingkan godaan dan hal-hal yang berlebihan dalam film animasi tradisional, dengan mengejar visual statis dan emosi yang halus, yang merupakan seni diam.” (Yurui, C. , Wenkai, C. ,2024). Dengan berjalannya ideologi estetika dalam film animasi, menjadikan film animasi Jepang unik dan ekspresif dibandingkan dengan negara pembuat film animasi lainnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Yurui & Wenkai (2024), dalam film animasi karya Makoto Shinkai, seperti Weathering with You yang dirilis pada tahun 2018, konsep "mono no aware" tersajikan dalam ekspresi visual, menciptakan suasana estetika yang di mana realitas dan imajinasi saling terpadu. Film ini berfokus pada pemuda yang tersingkirkan dan juga mengisahkan cinta muda yang terlintas dua dunia, memberikan realita kehidupan dalam bentuk animasi yang dipenuhi dengan nuansa melankolis yang begitu kaya. Film ini menggambarkan perasaan "mono no aware" yang kejam namun sedikit hangat dalam kehidupan.
Sebagai contoh, dalam film “Weathering with You” salah satu representasi mono no aware yang pertama ada pada adegan di menit 35.41. Dalam adegan tersebut Hina menggunakan kemampuannya untuk mengubah hujan menjadi langit cerah, momen-momen cerah yang dihasilkan hina membawa kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarnya. Namun, perasaan manis ini disertai kesadaran akan konsekuensi dari kemampuan Hina, yang memperkuat nuansa melankolis.
Hina sedang mengubah cuaca yang membawa kesan Mono no Aware. Sumber: Weathering with You menit 35.41
Momen yang lain bisa dilihat pada adegan di menit 66.05, dimana Hina menyadari bahwa kemampuannya untuk mengendalikan cuaca memiliki konsekuensi yang berat dan Hina pun menghilang dan kembali ke langit sebagai konsekuensi atas kekuatannya. Adegan ini menjadi emosional saat Hodaka menyadari bahwa Hina telah hilang.
Hina yang mulai mendapatkan konsekuensi akan kekuatannya menunjukan kesan Mono no Aware. Sumber Weathering with You menit 66.05
MEMUDARNYA ESTETIKA DALAM JEPANG KONTEMPORER
Generasi Muda Jepang mulai melupakan nilai estetika. Sumber: www.pexels.com
Perubahan Zaman membawa beberapa perubahan pada masyarakat Jepang, seperti halnya rasa estetika tradisional Jepang. Walaupun masih bisa ditemukan di Jepang, namun mengalami perubahan yang signifikan dan cepat. Alasan dari perubahan tersebut tidak lain berasal dari masyarakat Jepang itu sendiri. Menurut Hirayama dan Takashina (1994), sejak zaman kuno, orang Jepang memiliki kemampuan untuk menyerap ide dan bentuk budaya asing dan mengolahnya sesuai dengan karakter Jepang, menciptakan sesuatu yang baru dan berharga. Namun, para anak muda hanya menyukai dan meniru dunia barat secara berlebihan. Dengan keadaan seperti ini, kemampuan anak muda dalam menghargai nilai-nilai tersebut akan memudar dan punah termakan oleh zaman.
ADVERTISEMENT
MANFAAT ESTETIKA PADA FILM ANIMASI JEPANG
Sumber: www.pexels.com
Dikarenakan memudarnya penghargaan terhadap nilai-nilai estetika, menjadikan film anime yang menyelipkan konsep estetika didalamnya sebagai pilihan yang efektif terhadap permasalahan tersebut. Generasi muda perlu belajar untuk bangga dengan nilai-nilai estetika mereka sendiri dan menemukan cara untuk mengekspresikan tradisi seni mereka di dunia modern. Dengan keberadaan film animasi ini, diharapkan dapat menarik perhatian anak muda dalam menghargai nilai estetika yang telah lama ditinggalkan. Karya seperti ini menunjukkan keindahan dan kompleksitas hidup, serta mencerminkan nilai spiritual dan moral masyarakat kontemporer. Kesedihan yang samar menghadirkan bentuk keindahan yang menggabungkan cinta tanpa batas dengan ketidaknyamanan hidup. Ketika orang tenggelam dalam ruang estetika ini, mereka menyampaikan niat positif melalui elemen seperti sinar matahari dan awan yang tersebar, membantu mengatasi kekosongan pikiran dan membangkitkan penghargaan serta harapan untuk kehidupan.
ADVERTISEMENT
KESIMPULAN
Sumber: www.pexels.com
Estetika tradisional Jepang, khususnya nilai Mono no Aware tetap eksis walaupun mengalami beberapa perubahan dalam konteks masyakarat modern. Film animasi Jepang merepresentasikan nilai-nilai estetika ini melalui visual dan narasi yang menyentuh, sehingga menciptakan kesadaran akan keindahan dalam ketidakabadian dan emosi yang dalam. Walaupun pengaruh budaya Barat menjadi hambatan terbesar, film animasi menjadi sarana terbaik dan efektif dalam memperkenalkan kembali, serta menghidupkan nilai-nilai estetika di Jepang kontemporer. Diharapkan masyarakat Jepang menghargai kehidupan dan menemukan keindahan dari momen yang tidak kekal dan sementara, serta membangkitkan harapan dan semangat hidup.