Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Geomitologi: Cara Nenek Moyang Memahami Fenomena Kebumian
26 Maret 2021 13:26 WIB
Tulisan dari Bagaskara Wahyu Purnomo Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mitos menjadi salah satu bagian yang sulit terpisahkan dari hidup masyarakat Indonesia. Mitos-mitos tersebut merupakan cerita turun temurun dari para leluhur, berisi ibrah-ibrah yang dipercaya bermanfaat bagi anak turunnya. Cerita mitos tersebut umumnya berkaitan dengan hal-hal yang dekat dengan manusia, salah satunya mengenai hubungan manusia dengan bumi.
ADVERTISEMENT
Percaya atau tidak, pada rumpun ilmu kebumian, ada sebuah ilmu yang mempelajari bumi dan fenomenannya di masa lampau melalui pendekatan yang bersumber pada mitos atau legenda. Ilmu tersebut disebut “Geomitologi”.
Istilah Geomitologi pertama kali tercetus tahun 1968 oleh seorang ahli geologi dari Indiana University, Dorothy B. Vitaliano. Vitaliano menyadari tradisi lisan yang berkembang di masyarakat mungkin menyimpan informasi tentang peristiwa alam di masa lalu yang didasarkan pada bukti fisik.
Lantas, apakah di Indonesia juga terdapat cerita atau mitos yang bisa di dekati melalui pendekatan geomitologi? Sebelum ke sana, istilah geomitologi sebenarnya belum cukup populer di Indonesia. Istilah ini mulai populer seiring dengan kepopuleran ilmu kebumian yang sedang naik daun. Indonesia, sebuah negeri yang berbudaya, ternyata menyimpan banyak mitos yang dapat dipahami ibrahnya melalui ilmu geomitologi.
ADVERTISEMENT
Contoh yang paling populer adalah legenda "Nyi Roro Kidul", sang "Poseidon" Laut Selatan Jawa yang dikaitkan dengan adanya potensi tsunami di sepanjang Pantai Selatan Jawa.
Dr Eko Yulianto, peneliti paleotsunami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengungkapkan adanya bukti-bukti deposit tsunami yang diperkirakan terjadi 400 tahun yang lalu. Hasil penelitian tersebut ternyata bertepatan dengan tahun-tahun awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam.
Pada Babad Tanah Jawi, diceritakan Panembahan Senopati di awal mendirikan Mataram Islam bertapa di Pantai Selatan untuk meminta bantuan kekuatan dari Sang Ratu Kidul. Setelah pertapaan tersebut, muncul gelombang tinggi yang menghantam Pesisir di mana Swargi Panembahan bertapa. Lalu, oleh Panembahan Senopati, adanya gelombang tinggi tersebut dinilai sebagai bentuk restu dari Sang Ratu Kidul untuk didirikannya Mataram Islam.
ADVERTISEMENT
Timbulnya gelombang tinggi tersebut dalam ranah ilmu kebumian dapat ditafsirkan sebagai gelombang tsunami. Hal tersebut akan menjadi sebuah “cocokologi ngawur” bila tidak ada penelitian Dr Eko Yulianto yang telah disampaikan sebelumnya.
Selain cerita tersebut, masih banyak mitos dan legenda yang bisa jadi berkaitan dengan peristiwa kebumian di masa lalu, seperti legenda Timus Mas dan Buto Ijo yang menurut Awang H. Satyana berkaitan dengan fenomena Gunung Lumpur (Joint Convention Bali, 2007); legenda Balung Buto yang berkembang di daerah Sangiran dan Patiayam berkaitan dengan fossil binatang-binatang purba; legenda Bledug Kuwu dan Joko Linglung; legenda Si Tao Toba “Asal Mula Danau Toba”; dan masih banyak lagi.
Keberadaan mitos-mitos yang dapat dipahami dengan “Geomitologi” membuktikan nenek moyang di masa lalu punya perhatian khusus mengenai proses-proses kebumian. Belum adanya pemahaman ilmu kebumian yang memadai di masa itu, mereka coba terjemahkan dengan pengetahuan yang dimiliki, sehingga cukup “logis” untuk dipahami di masa itu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, umumnya, mitos yang berkaitan dengan peristiwa kebumian menyimpan petuah atau nasihat mengenai adanya potensi bencana pada suatu wilayah, dampaknya di masa lalu, dan bagaimana mitigasinya. Nah, bagian mitigasi ini yang menjadi inti dari mitos-mitos itu.
Nenek Moyang dahulu berharap dengan adanya cerita-cerita ini, anak turunnya kelak bisa selamat dari adanya bencana. Di samping itu, mitos-mitos ini menyimpan ajakan untuk menjaga kelestarian bumi, sehingga manusia bisa hidup tentram, bersahabat dengan bumi yang mereka pijak.