Ekonomi Syariah, Solusi Atasi Kesenjangan Sosial di Indonesia?

Konten dari Pengguna
9 Desember 2018 5:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagong Suyanto Guru Besar FISIP dan Dosen Program S2 Kajian Ilmu Kepolisian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi (Foto: Ingram Publishing/Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi (Foto: Ingram Publishing/Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Arus baru membangun ekonomi Indonesia yang ditawarkan Ma’ruf Amin adalah bagaimana mendorong perkembangan ekonomi syariah agar dapat menjadi pemicu bagi penguatan ekonomi secara nasional. Ekonomi syariah harus menjadi trigger atau pemicu bagi penguatan ekonomi nasional, sebab antara pemberdayaan ekonomi umat dan ekonomi syariah saling menopang. Inilah visi dan konsep baru yang ditawarkan Ma’ruf Amin untuk mempercepat upaya mengatasi kesenjangan antarkelas dan ketimpangan sosial di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang Guru Besar Ekonomi Muamalat syariah di Universitas Islam Negeri Malik Ibrahim Malang, Ma'ruf Amin meyakini bahwa ekonomi syariah dapat menjadi pilihan alternatif untuk masyarakat muslim kelas menengah dalam mengekspresikan agamanya. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang dianggap tidak memiliki roh dan jiwa sosial, ekonomi syariah mampu menjawab kebutuhan berekspresi dan berekonomi, dan juga dapat menjawab sisi kebutuhan spiritual para pengusaha muslim.
Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, membangun perekonomian Indonesia disadari Ma’ruf Amin tidaklah mungkin hanya mengandalkan pada model pembangunan yang sentralistik dan kapitalistik. Untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial, serta mengembangkan keberdayaan masyarakat, ekonomi umat tidak bisa tidak harus diperkuat dan didorong perkembangan ekonomi nasional agar tidak melahirkan eksploitasi dan alienasi. Survei LSI Denny JA, misalnya menemukan bahwa ada paralelitas antara kondisi ekonomi dan sikap politik masyarakat. Artinya, makin baik kondisi ekonomi, makin baik persepsi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pengalaman selama lima dekade terakhir telah banyak membuktikan bahwa perekonomian yang berkembang di bawah kendali kekuatan modal yang kapitalistik ternyata hanya melahirkan kemiskinan yang tak kunjung teratasi dan polarisasi sosial yang makin lebar, serta persepsi buruk masyarakat terhadap negara. Masyarakat miskin di berbagai daerah bukan hanya mengalami proses marginalisasi, tetapi juga menjadi korban eksploitasi karena orientasi pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak mementingkan akumulasi keuntungan dan supremasi kekuatan ekonomi berskala besar.
ADVERTISEMENT
Visi Ekonomi Ma’ruf
Calon Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan para habaib di kediamannya, Menteng, Senin (24/9/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Calon Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan para habaib di kediamannya, Menteng, Senin (24/9/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dalam pandangan Ma’ruf Amin, ekonomi syariah yang bersumber dari ajaran Islam diyakini lebih berpotensi mewujudkan keadilan ekonomi bagi masyarakat. Ma’ruf mengatakan perekonomian syariah bisa menjadi langkah awal mengubah pendekatan ekonomi dari atas ke bawah (top-down) menjadi dari bawah ke atas (bottom-up). Model pembangunan yang serba sentralistik dan terpusat, telah banyak terbukti hanya melahirkan efek samping yang merugikan masa depan bangsa.
Di Indonesia, ketika orientasi pembangunan cenderung hanya bias urban dan mementingkan wilayah sentral, maka yang terjadi adalah ketimpangan sosial di berbagai sektor. Alih-alih jumlah penduduk miskin berkurang secara signifikan, dalam kenyataan yang terjadi posisi tawar penduduk miskin tak kunjung membaik, dan wilayah-wilayah perdesaan pun umumnya makin jauh tertinggal dibandingkan kota yang menjadi pusat pertumbuhan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data BPS, jumlah kemiskinan di berbagai desa di Indonesia rata-rata jauh lebih besar dibandingkan kota. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2018 tercatat hanya 7,02 persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2018 masih 13,20 persen. Tingginya persentase kemiskinan di wilayah perdesaan ini mengindikasikan bahwa ada yang keliru dari strategi pembangunan yang cenderung bias urban. Dengan model pembangunan yang sifatnya bottom-up, diharapkan mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan program akan dapat lebih kontekstual dan memerhatikan kepentingan umat.
Dalam upaya membangun ekonomi umat, Ma’ruf Amin menyatakan salah satu instrumen yang diharapkan menjadi pendukung pengembangan perekonomian syariah adalah zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf). Melalui zakat, diharapkan potensi ini akan dapat menjadi instrumen yang bisa menjawab kebutuhan investasi, menjaga daya beli masyarakat miskin, dan memberdayakan masyarakat. Di Indonesia, potensi zakat yang luar biasa besar, niscaya jika dikelola dengan baik akan menjadi sumber alternatif pendanaan yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kepentingan umat.
ADVERTISEMENT
Zakat yang diterima fakir dan miskin bisa menjaga agregat konsumsi masyarakat yang menjadi penopang stabilitas ekonomi. Selain itu, tidak menutup kemungkinan zakat juga bisa digunakan masyarakat miskin untuk berkontribusi dalam dunia usaha. Sedangkan untuk infak, sedekah, dan wakaf, dalam pandangan Ma’ruf Amin akan dapat menjadi instrumen yang mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut menjawab kebutuhan negara dalam memenuhi kepentingan publik, seperti pembangunan sarana dan prasarana, pemenuhan konsumsi, dan lainnya untuk kepentingan umum.
Tantangan
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (Foto: ANTARA FOTO/ Dhemas Reviyanto)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (Foto: ANTARA FOTO/ Dhemas Reviyanto)
Bagaimana caranya agar potensi yang dimiliki bangsa Indonesia, yang bersumber dari zakat, infak, sedekah, wakaf, dan lain-lain dapat dikumpulkan dan dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umat? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu waktulah yang akan mengujinya, karena bagaimana pun gagasan Ma’ruf Amin yang ideal ini tentu akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan.
ADVERTISEMENT
Meskipun kalkulasi di atas kertas kita sepakat bahwa potensi dukungan umat sangatlah besar, dan model perekonomian syariah akan dapat mengerem hasrat para pengusaha agar tidak serakah hanya mengejar keuntungan, dan melupakan kewajiban sosialnya. Tetapi, yang menjadi persoalan adalah bagaimana cara menumbuhkembangkan dan menjaga stamina moral dari semua umat agar peduli kepada sesamanya?
Bagaimana caranya agar umat muslim di Indonesia mau menjalankan kewajibannya untuk berzakat, infak, bersedekah, dan lain-lain, demi kepentingan pembangunan? Siapakah lembaga yang bisa dipercaya masyarakat untuk mengelola potensi dana umat yang luar biasa besar itu?
Selain faktor internal, tantangan lain yang tak kalah berat adalah bagaimana kita dapat memastikan bahwa perkembangan ekonomi syariah dapat melawan perkembangan sistem ekonomi kapitalistik yang sudah puluhan tahun berlangsung? Menghadapi kekuatan ekonomi yang kapitalistik dan mapan, tentu hal itu bukan pekerjaan yang mudah. Kekuatan modal yang luar biasa besar dan ditambah gurita perkembangan bisnis para kapitalistik yang luar biasa mencengkeram di berbagai sektor, tentu tidak serta-merta dapat dilawan oleh kekuatan syariah yang baru beringsut naik.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang ulama sekaligus akademisi, Ma’ruf Amin tentu telah memikirkan tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan untuk memastikan potensi ekonomi umat dapat dikembangkan. Semoga siapapun pemimpin yang terpilih di tahun 2019 nanti akan dapat memastikan startegi yang paling efektif untuk mendongkrak perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umat (*).