Transportasi Umum Ibukota Solusi untuk Macet, Polusi Udara dan Kecelakaan Lalin?

Bagus Almahenzar
Mahasiswa Tingkat Akhir Politeknik Statistika STIS Program Studi D-IV Komputasi Statistik
Konten dari Pengguna
8 November 2022 12:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagus Almahenzar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mass Rapid Transit (MRT). Sumber: Kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Mass Rapid Transit (MRT). Sumber: Kumparan.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yaitu sebesar 270,20 juta jiwa berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 32,56 juta jiwa dibandingkan hasil Sensus Penduduk 2010. Untuk sebaran penduduk menurut wilayah, penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dengan luas sebesar 7 persen dari wilayah Indonesia, pulau Jawa dihuni kurang lebih 56,10 persen penduduk Indonesia. Tentunya hal ini menyebabkan pulau Jawa memiliki kepadatan penduduk yang tinggi terutama daerah ibu kota yaitu DKI Jakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2021 kepadatan penduduk DKI Jakarta per kilometer persegi sebesar 15.978 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,57. Tentunya angka tersebut sangat besar sehingga DKI Jakarta menjadi provinsi paling padat di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kepadatan penduduk yang tinggi berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang ada di Ibukota. Sepanjang tahun 2016 hingga 2020 sebagian besar jenis kendaraan mengalami kenaikan jumlah. Pada sepeda motor terus mengalami kenaikan jumlah dari tahun 2016 dengan jumlah 13,31 juta unit, tahun 2017 dengan jumlah 14,06 juta unit, hingga pada tahun 2020 dengan jumlah 16,02 juta unit. Begitu juga dengan mobil beban, mobil bus, dan kendaraan khusus terus mengalami peningkatan, tetapi tidak untuk mobil penumpang karena pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 0,09 persen. Kenaikan jumlah kendaraan bermotor akan meningkatkan beberapa masalah seperti kemacetan, polusi udara, dan kecelakaan lalu lintas yang ada di Ibukota.
Jumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar Menurut Jenis Kendaraan, 2016-2020 (unit). Foto: Bagus Almahenzar. Sumber data: BPS Provinsi Jakarta
Tersedianya transportasi umum yang aman dan nyaman akan mengalihkan pengguna kendaraan pribadi untuk menggunakan transportasi umum dan akan mengurangi kemacetan serta mengurangi pertumbuhan kendaraan bermotor pribadi. Pertumbuhan kendaraan bermotor pribadi akan menjadi penyebab kemacetan jika pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan jalan. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor pribadi juga akan berbanding lurus dengan peningkatan polusi udara dan risiko kecelakaan lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Salah satu bentuk angkutan massal di DKI Jakarta adalah Bus Rapid Transit yang lebih dikenal sebagai busway atau bus Transjakarta. Transjakarta telah beroperasi sejak tahun 2004. Hingga akhir tahun 2020 telah beroperasi pada 13 koridor busway dan beberapa jalur di luar koridor yang tersedia dengan armada sebanyak 2.725 bus. Berikut ada data jumlah dan pertumbuhan penumpang bus Transjakarta menurut koridor/rute pada tahun 2019 hingga 2020.
Jumlah dan Pertumbuhan Penumpang Bus Transjakarta menurut Koridor/Rute, 2019-2020. Foto: Bagus Almahenzar.
Terlihat bahwa terjadi penurunan pengguna Transjakarta 37 hingga 55,5 persen pada seluruh koridor dari tahun 2019 ke 2020. Hal ini disebabkan karena ada pandemi COVID-19 sehingga pemerintah memberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat.
Selain Transjakarta, sarana transportasi umum yang biasa digunakan oleh masyarakat adalah angkutan kereta api. Berikut adalah data jumlah penumpang kereta api menurut tujuan pada tahun 2016 hingga 2020.
Jumlah Penumpang Kereta Api Menurut Tujuan, 2016-2020. Foto Bagus Almahenzar.
Terlihat jumlah penumpang luar kota mengalami fluktuatif selama tahun 2016 hingga 2020. Selama tahun 2016 hingga 2019 jumlah penumpang kereta api luar kota mengalami pertumbuhan sebesar 31,47 persen per tahun. Akan tetapi pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 85,56 persen terhadap tahun 2019 disebabkan karena adanya pandemic COVID-19. Begitu juga pada pertumbuhan penumpang kereta api tujuan Jabodetabek mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2016 hingga 2019 mengalami peningkatan sebesar 6,20 persen per tahun dan kembali turun di tahun 2020 sebesar 76,94 persen terhadap tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Selain Transjakarta dan kereta api, Mass Rapid Transit atau sering disingkat dengan MRT merupakan transportasi yang dapat mengangkut penumpang dengan jumlah yang banyak, hingga mencapai 1.950 orang. Moda transportasi ini sangat dibutuhkan kota-kota yang memiliki aktivitas perekonomian yang tinggi dan juga mobilitas penduduknya yang tinggi seperti Jakarta. Berikut adalah data jumlah dan pertumbuhan penumpang kereta api Mass Rapid Transit (MRT) Menurut Bulan pada 2019-2020.
Jumlah dan Pertumbuhan Penumpang Kereta Api Mass Rapid Transit (MRT) Menurut Bulan, 2019-2020. Foto: Bagus Almahenzar.
Terlihat pada bulan April tahun 2019, MRT dioperasikan secara komersil untuk umum. Sejak dioperasikan pertama kali, minat masyarakat untuk menggunakannya cukup besar. Kondisi ini terlihat dari jumlah penumpangnya yang cenderung terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019, total jumlah penumpang MRT sebesar 2.335.953 penumpang. Jumlah ini terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Ini menunjukkan bahwa MRT mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi umum yang aman, nyaman dan juga cepat. Seperti halnya moda transportasi lain, pada bulan maret tahun 2020 jumlah penumpang MRT menurun hingga dibawah dua juta. Kondisi ini tidak terlepas dari pandemi yang mewabah di DKI Jakarta dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan TomTom Traffic Index, tingkat kemacetan Jakarta terus menurun dari tahun 2019 hingga 2021. Pada tahun 2019 tingkat kemacetan Jakarta sebesar 53 persen, kemudian pada tahun 2020 turun 17 persen menjadi 36 persen, dan pada tahun 2021 menjadi 34 persen. Pada tahun 2021, Jakarta berada pada peringkat 46 kota termacet di dunia.
Angka Kemacetan Jakarta, 2019-2021. Foto: bagus Almahenzar. Sumber Data: TomTom Traffic.
Untuk kualitas udara, berdasarkan IQAir pada tahun 2021 berada pada peringkat 12 dunia sebagai kota dengan kualitas udara terburuk dengan nilai konsentrasi rata-rata polutan utama atau PM2.5 sebesar 39,2 mikrogram per meter kubik. Sedangkan pada tahun 2019 dan 2020 berturut-turut sebesar 49,4 mikrogram per meter kubik dan 39,6 mikrogram per meter kubik dengan peringkat 5 dan 9. Angka tersebut terus menurun dari tahun 2019 hingga 2021.
Konsentrasi Rata-Rata Polutan Utama atau PM2.5 Provinsi DKI Jakarta, 2019-2021. Foto: Bagus Almahenzar.
Untuk jumlah kejadian kecelakaan selama tahun 2016 hingga 2020 cenderung meningkat, hal ini ditunjukkan dari pertumbuhan kecelakaan selama lima tahun terakhir 6,8 persen. Meskipun pada tahun 2020 menurun jika dibandingkan tahun 2019, ini disebabkan karena terjadi pembatasan kegiatan yang diberlakukan pemerintah akibat pandemi COVID-19.
Jumlah Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas, Korban dan Kerugiannya, 2016-2020. Foto: Bagus Almahenzar.
Dari data kemacetan, kualitas udara, dan kecelakaan lalu lintas, yang secara signifikan membaik dari tahun ke tahun adalah data kemacetan turun dan kualitas udara meningkat sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan transportasi umum yang ada di Jakarta seperti Transjakarta, kereta api, dan MRT berpengaruh dalam mengurangi kemacetan dan memperbaiki kualitas udara yang ada di Jakarta. Namun belum bisa ditentukan besaran pengaruhnya tetapi dapat dipastikan transportasi umum yang ada di Jakarta dapat mengurangi masalah-masalah tersebut terlepas dari pandemi COVID-19 yang menyebabkan masyarakat terbatas dalam melakukan mobilitas.
ADVERTISEMENT