Konten dari Pengguna

Ketika Guru Tak Lagi Dipandang Profesional

BAGUS DWI WICAKSONO
Mahasiswa universitas pamulang
5 Mei 2025 14:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BAGUS DWI WICAKSONO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Di tengah laju zaman yang bergerak cepat didorong oleh kemajuan teknologi, globalisasi, dan perubahan nilai sosial. Peran guru semestinya semakin strategis dalam membentuk karakter, pengetahuan, dan keterampilan generasi masa depan. Namun, kenyataan di lapangan justru menunjukkan gejala yang memprihatinkan: profesi guru mulai kehilangan aura profesionalismenya.
ADVERTISEMENT
Ketika guru tak lagi dipandang sebagai sosok berwibawa, berintegritas, dan kompeten, ini bukan sekadar masalah citra, melainkan tanda bahaya bagi masa depan dunia pendidikan kita.
Profesionalisme guru sesungguhnya tidak berhenti pada kepemilikan gelar akademik atau sertifikasi formal. Ia mencakup kompetensi pedagogis, integritas moral, dedikasi tanpa pamrih, dan kemampuan adaptasi terhadap dinamika pendidikan. Namun, berbagai faktor turut memperlemah posisi guru di mata masyarakat.
Rendahnya kesejahteraan, beban administrasi yang berlebihan, kurangnya pelatihan berkelanjutan, serta campur tangan politik dalam sistem pendidikan telah membuat banyak guru berada dalam posisi terjepit secara ekonomi, psikologis, maupun sosial.
Luka yang lebih dalam terjadi ketika peserta didik dan masyarakat mulai bersikap meremehkan. Guru tak lagi dianggap sebagai sosok teladan, melainkan hanya fasilitator materi. Media sosial pun tak jarang menjadi ajang pelecehan terhadap guru, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap moral dan motivasi mereka. Ketika otoritas guru runtuh, maka proses pendidikan tak ubahnya menjadi rutinitas kosong tanpa ruh, tanpa makna.
ADVERTISEMENT

Konsekuensi Serius bagi Pendidikan dan Bangsa

Tidak dihormatinya guru akan berdampak luas. Karakter siswa sulit terbentuk jika sang pendidik tidak dijadikan panutan. Transfer ilmu menjadi tidak efektif ketika siswa tak memiliki respek terhadap gurunya. Lebih jauh lagi, anak-anak kehilangan figur inspiratif yang seharusnya membimbing mereka tidak hanya dalam pelajaran, tetapi juga dalam nilai-nilai kehidupan.
Ini bukan hanya persoalan individu guru, tetapi masalah sistemik yang harus menjadi perhatian bersama. Pendidikan adalah fondasi peradaban. Ketika guru sebagai ujung tombak pendidikan tak lagi memiliki tempat terhormat, maka keruntuhan nilai-nilai dalam masyarakat tinggal menunggu waktu.

Mengembalikan Marwah dan Martabat Guru

Mengembalikan kehormatan profesi guru adalah tanggung jawab kolektif. Pemerintah perlu melakukan reformasi menyeluruh dalam kebijakan pendidikan dimulai dari peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi guru. Lembaga pendidikan harus memperkuat pelatihan dan pengembangan profesional secara berkelanjutan agar guru mampu menghadapi tantangan zaman. Masyarakat pun perlu diberikan edukasi tentang pentingnya menghormati peran guru melalui kampanye dan gerakan sosial.
ADVERTISEMENT
Kita juga perlu membangun narasi baru tentang guru di ruang publik bahwa guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pemimpin moral dan agen perubahan sosial. Hormat kepada guru bukan bentuk feodalisme, tetapi investasi peradaban.
Kesimpulan muliakan guru, selamatkan masa depan
Guru adalah lentera dalam kegelapan, penuntun jalan di tengah ketidakpastian. Jika mereka dibiarkan meredup, maka generasi mendatang akan tumbuh tanpa arah yang jelas. Sudah saatnya kita berhenti menuntut terlalu banyak dari guru tanpa memberi dukungan yang memadai.
Mari kita muliakan mereka, beri mereka tempat yang layak, dan pastikan bahwa mereka tidak berjalan sendiri dalam memikul amanah bangsa. Karena ketika guru dijaga, masa depan Indonesia ikut terjaga.