Stan Culture, Pengaruh Besar Penggemar dalam Budaya Pop

Bagus Eko Prasetyo
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
4 April 2024 14:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagus Eko Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menonton konser. Foto: Dok. Kemenparekraf
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menonton konser. Foto: Dok. Kemenparekraf
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Stan culture mungkin istilah yang cukup asing bagi orang awam. Namun bagi pengikut budaya pop, kata stan mungkin bukanlah hal yang asing untuk dilihat atau didengar.
ADVERTISEMENT
Istilah stan mulai muncul ketika rapper ternama Amerika Serikat, Eminem, merilis lagu berjudul "Stan" yang merupakan hasil kolaborasi dan sampel dari lagu berjudul "Thank You" oleh penyanyi Inggris Dido. Dalam lagu tersebut, ia bercerita tentang seorang penggemar berat atau biasa disebut dengan istilah Fan dari Eminem. Fan tersebut bernama Stanley, yang begitu terobsesi dengan Eminem, hingga membuat ia setengah gila.
Stan biasanya muncul untuk tokoh populer seperti selebriti, terutama penyanyi. Kata stan sendiri menurut dictionary.com merupakan perilaku yang lebih ekstrim dari fandom biasa, yang akan menyerang siapapun yang bertentangan dengan selebriti yang mereka ikuti. Tidak hanya itu, stan bahkan rela melakukan apapun sebagai dukungan untuk selebriti yang mereka gemari.
Budaya stan biasanya muncul di ranah media sosial, terutama twitter atau X sebagai bentuk dukungan untuk para selebriti yang begitu mereka gemari. Beberapa selebriti yang memiliki stan terbesar adalah Taylor Swift, Ariana Grande, Drake, Justin Bieber, dan Nicki Minaj.
ADVERTISEMENT
Kemunculan stan yang akan melakukan hal apapun untuk selebriti yang mereka gemari tentu membawa dampak yang cukup signifikan. Contohnya seperti penjualan piringan hitam atau yang biasa disebut dengan Vinyl, meningkat beberapa tahun terakhir setelah penyanyi besar selalu merilis berbagai varian vinyl ketika merilis album, diikuti dengan antusiasme penggemar yang akan membeli apapun varian itu. Menurut Asosiasi Industri Rekaman Amerika (RIAA), penjualan vinyl di Amerika Serikat melonjak hingga 41 juta keping.
Budaya stan yang berkembang semakin besar juga memicu perkembangan ekonomi beberapa wilayah ketika penyanyi besar melakukan konser. Kesetiaan penggemar berat yang melakukan apapun untuk idolanya mampu membangkitkan ekonomi suatu negara. Contohnya yaitu konser "The Eras Tour" Taylor Swift, dimana dikutip dari CNBC, mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat sebesar 0,5 persen.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya Amerika Serikat, pertumbuhan ekonomi Singapura juga tumbuh berkat antusiasme stan Taylor Swift di Asia Tenggara ketika Taylor Swift mengadakan tur. Dalam rangkaian "The Eras Tour" di Singapura, negeri singa tersebut disebut meraup untung hingga Rp 2,6 triliun hingga Rp 3,4 triliun. Hal ini membuat berbagai negara di Asia tenggara seperti Thailand berebut dengan tim penyanyi tersebut agar mereka mau mengadakan tur di negara gajah putih tersebut.
Meski demikian, budaya stan disebut membentuk hal toxic dalam kehidupan. Hal ini terjadi karena obsesi gila para penggemar hingga menguntit idola mereka sampai idola mereka ketakutan.
Tidak hanya itu, obsesi berlebihan budaya stan juga membentuk budaya toxic dalam bermedia sosial, terutama membentuk penggemar militan yang tidak akan segan menyerang hingga mengirim ancaman pembunuhan kepada siapapun yang menentang idola mereka.
ADVERTISEMENT
Dibalik hal-hal negatif yang menyelimuti budaya stan, tidak bisa dipungkiri bahwa mereka memiliki pengaruh yang besar terutama dalam dunia entertainment yang mampu menggerakan ekonomi dunia. Kesetiaan stan terhadap idola mereka mampu mendobrak industri yang telah lama tenggelam, serta memutar uang di sebuah tempat ketika idola mereka mengadakan konser.