Sejarah Bupati Pertama Banyumas Raden Joko Kahiman dan Keislamannya

Bagus Nurikhsan
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Prof. K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Konten dari Pengguna
13 Desember 2022 11:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagus Nurikhsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Melansir dari informan kunci makam Raden Djoko Kahiman, beliau bapak Sarikin yang merupakan generasi kedua. Sebelumnya makan Raden Djaka Kahiman dirawat oleh mendiang ayah bapak Sarikin hampir 50 tahun, terhitung mulai dari makam Raden Djaka Kahiman belum diketahui oleh pemerintah kabupaten Banyumas. Kemudian pada tahun 1978, yang mana pada masa itu Banyumas dipimpin oleh Kol. Inf. R. G. Rudjito, makam Raden Djaka Kahiman dipugar yang konon pada masa pemugaran menggunakan uang pribadi bupati, bukan dari anggaran pemerintah. Disebutkan, pemugaran tersebut menghabiskan dana lima juta rupiah pada masa itu-ujar Sarikin.
ADVERTISEMENT
Silsilah Raden Djaka Kahiman
Jika diurut dari jalur kakek yang Bernama Raden Aryo Baribin, beliau berasal dari kerajaan Majapahit, kemudian dari jalur nenek beliau bernama Ny. Retno Pamekas dari kerajaan Pajajaran. Dari pernikahan Raden Aryo Baribin dengan Ny. Retno Pamekas dikaruniai 4 orang anak, tiga laki-laki satu perempuan. Salah satu dari ketiga putra beliau yaitu ayah dari Raden Djaka Kahiman yang memegang kekuasan di kadipaten pasir luhur, beliau bernama Raden Banyak Sosro. Akan tetapi pada perjalanannya pada saat Raden Djaka Kahiman masih kecil ayah beliau meninggal dunia, kemudian Raden Djaka Kahiman kecil diasuh oleh bibinya.
Silsilah Raden Djaka Kahiman (ilustrasi gambar oleh penulis)
Pengembaraan
Pada saat diasuh oleh ny. Roro Aisyah yang tidak lain adalah bibi Raden Djaka Kahiman dan kiai Sambarata yakni pamannya di sebuah padepokan yang berada di hutan ( Kejawar saat ini). Namun pada perjalanannya untuk menyamarkan diri, kiai Sambarata dijuluki kyai Mranggi Semu. Selama berada di padepokan Raden Djaka Kahiman dibekali ilmu agama, ketatanegaraan dan yang lainnya oleh kyai Mranggi Semu. Setelah ilmunya dirasa cukup raden djaka kahiman muda ingin mengadu nasib. Setelah menempuh perjalanan yang panjang sampailah beliau di sebuah kadipaten yang bernama Wirasaba (Kabupaten Purbalingga saat ini). Di kadipaten ini Raden Djaka Kahiman ingin melamar pekerjaan dan terimalah beliau sebagai abdi untuk mencari rumput.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, pada suatu malam (konon Jum’at Kliwon) di saat semua abdi sedang tidur dari sekujur tubuh Djaka Kahiman memancarkan cahaya yang sangat terang. Di waktu yang bersamaan, Adipati Wirasaba sedang berkeliling untuk mengontrol para abdinya, dan didapati Raden Djaka Kahiman memancarkan cahaya yang sangat terang, lalu Adipati Wirasaba berinisiatif untuk memberi tanda dengan menyobek kain sarung raden djaka kahiman.
Di pagi harinya, semua abdi dikumpulkan untuk menghadap Adipati dan diberi pertanyaan siapa yang kain sarungnya sobek. Kemudian, Raden Djaka Kahiman menjawab “ Dalem niki gusti, tapi ngapunten kulo mboten ngertos niki kenging nopo”. Setelah itu, Raden Djaka Kahiman dipanggil secara khusus untuk menghadap adipati, di situ Raden Djaka Kahiman diberi pertanyaan sampai detail yang pada akhirnya Raden Djaka Kahiman ketahuan masih keturunan darah biru yaitu putra dari penguasa kadipaten Pasir Luhur. Setelah diketahui bahwa Raden Djaka Kahiman merupakan putra dari Adipati Pasir Luhur, lalu Adipati Wirasaba menjodohkan Djaka Kahiman dengan putrinya yang Bernama Roro Ayu Kartimah.
ADVERTISEMENT
Selang beberapa tahun setelah menjadi anak menantu Adipati Wirasaba, suatu hari ada utusan dari kesultanan Pajang yang membawa perintah yang berisi “Seluruh adipati untuk memberikan satu anak perempuannya untuk dikirim ke Pajang”. Namun, yang dikirim dari kadipaten Wirasaba menuju Pajang sewaktu masih kecil sudah dijodohkan dengan putranya Demang Toyareka. Kemudian Demang Toyareka sakit hati dan berangkat menuju pajang untuk mendahului Adipati Wirasaba. Setelah Demang Toyareka sampai di kesultanan Pajang, ia lalu menghadap Sultan Hadi Wijaya dan membuat fitnah. Kemudian sesampainya Adipati Wirasaba di kesultanan Pajang, tanpa pembicaraan sedikitpun beliau langsung kena murka Sultan Hadi wijaya dan diperintahkan untuk Kembali lagi ke Wirasaba.
Pada saat Adipati hendak kembali menuju Wirasaba, ditengah perjalanan beliau istirahat dan dijamu oleh temannya di sebuah desa bernama “Bener” (Purworejo saat ini). Lalu Sultan Hadi wijaya memerintahkan dua orang prajuritnya untuk mengikuti dan membunuh Adipati Wirasaba karena dianggap telah membohongi Sultan Pajang. Disisi lain Sultan Hadi wijaya bertanya langsung kepada putri dari Adipati Wirasaba mengenai kejadian yang sebenarnya dan dijawab dengan jujur dan sebenar-benarnya oleh putri Adipati Wirasaba. Setelah memperoleh jawaban mengenai kejadian yang sebenarnya, Sultan Hadi wijaya sungguh sangat menyesal karena telah murka kepada Adipati Wirasaba. Kemudian Sultan Pajang mengutus lagi dua prajuritnya untuk menyusul dua prajurit yang sebelumnya telah diutus, dengan membawa perintah untuk tidak jadi membunuh Adipati Wirasaba.
ADVERTISEMENT
Namun hal yang tidak diinginkan terjadi, antara prajurit utusan yang pertama dan kedua mengalami salah komunikasi. Karena komunikasi itu dilakukan dari kejauhan, jadi utusan yang kedua mengisyaratkan untuk tidak membunuh sang adipati, akan tetapi utusan pertama yang berada dekat dengan adipati menangkap isyarat itu untuk segera membunuh adipati. Pada saat adipati sedang makan oleh utusan pertama langsung ditusuk dengan tombak. Kemudian antara utusan pertama dan kedua ini saling menyalahkan satu sama lainnya dan pada akhirnya bertengkar.
Sebelum beliau wafat, adipati mengucapkan tiga kata-kata pamali atau larangan untuk anak cucu Banyumas: Pertama, Jangan sesekali bepergian jauh dihari sabtu pahing. Kedua, Jangan sesekali makan dengan lauk pindang angsa. Ketiga, jangan sampai membuat rumah balai malang. Kata-kata tersebut beliau ucapkan karena, ketika adipati sedang dijamu oleh temannya pada saat itu sedang makan pindang angsa, harinya bertepatan sabtu pahing. Kemudian jenazah beliau dibawa pulang menuju kadipaten wirasaba untuk dimakamkan.
ADVERTISEMENT
Selang beberapa tahun setelah pemakaman adipati wirasaba, datang lagi utusan dari kesultanan Pajang yang membawa surat perintah yang berisi “Salah satu anak dari adipati wirasaba untuk menghadap ke sultan Pajang”. Akan tetapi anak-anak dari adipati wirasaba tidak ada yang mau untuk menghadap ke sultan Pajang, karena takut akan dibunuh seperti mendiang ayahnya. Mendengar berita tersebut Raden Djaka Kahiman menawarkan diri untuk berangkat menuju Pajang atas dasar musyawarah bersama saudaranya “jika kangmas tidak ada yang mau biar saya yang menghadap, kalau nanti dibunuh saya rela, akan tetapi jika saya sampai sana tidak dibunuh, kang mas sekalian jangan iri”.
Setelah musyawarah tersebut berangkatlah Raden Djaka Kahiman menuju kesultanan Pajang. Sesampainya Raden Djaka Kahiman di Pajang beliau tidak kena marah oleh sultan, akan tetapi Raden Djaka Kahiman mendapat hadiah dari sultan untuk meneruskan menjadi adipati di Wirasaba sekaligus diberi gelar yaitu Kanjeng Adipati Wargo Utomo II, karena Kanjeng Adipati Wargo Utomo I merupakan gelar dari adipati Wirasaba atau mertua dari Raden Djaka Kahiman.
Nama-nama Bupati Banyumas (ilustrasi gambar oleh penulis)
Ketika Raden Djaka Kahiman sampai di kadipaten Wirasaba setelah menghadap sultan Pajang, beliau kemudian kembali bermusyawarah dengan kakak ipar beliau dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Singkat cerita hasil dari menghadap sultan Pajang, beliau tidak dibunuh akan tetapi diberi mandat untuk meneruskan menjadi adipati di wirasaba. Jadi, Raden Djaka Kahiman merupakan adipati ke 7 di kadipaten wirasaba. Setelah musyawarah itu, Raden Djaka Kahiman meminta kakak iparnya untuk kembali bermusyawarah. Lalu Raden Djaka Kahiman berkata “walaupun kemarin sudah musyawarah kalau saya mendapat hadiah dari sultan Pajang, tapi saya tidak mau hidup enak sendiri”, padahal hadiah itu mutlak pemberian dari sultan Pajang untuk Raden Djaka Kahiman. Akan tetapi karena akhlak Raden Djaka Kahiman sangat baik, maka beliau membagi wilayah kadipaten wirasaba menjadi empat bagian kepada kakak ipar. Empat bagian wilayah ini yang kemudian kita kenal sebagai kabupaten Banyumas, kabupaten Cilacap, kabupaten Purbalingga, dan kabupaten Banjarnegara.
Tampak depan dari makam Raden Djaka Kahiman (ilustrasi gambar oleh penulis)
Kemudian, beliau Raden Djaka Kahiman kembali ke daerah Kejawar. Dari situlah beliau memulai lagi dengan membuka lahan, membuat rumah bersama para pengikutnya. Disuatu hari pada saat beliau sedang bekerja bersama para prajuritnya di sore hari, ada suatu kejanggalan yaitu ada kayu hanyut yang berwarna kuning keemasan. Akhirnya prajurit ini melaporkan kepada Raden Djaka Kahiman bahwa ada kayu yang hanyut. Kemudian Raden Djaka Kahiman melihat ke tepi sungai, dari kejadian ini raden djaka kahiman menyimpulkan untuk menjadi simbol Banyumas karena, “ada kayu hanyut yang berwarna kuning keemasan”. Dari sinilah asal usul nama kabupaten Banyumas. Sekarang kayu tersebut telah beralih fungsi menjadi sebuah tiang pendopo yang bernama pendopo Balai Si Panji yang terletak di kantor Bupati Banyumas.
ADVERTISEMENT
Pada mulanya memang pendopo Balai Si Panji ini berada di Banyumas, akan tetapi sewaktu ada konflik keluarga antara yang tua dan muda untuk merebutkan kekuasaan. Karena konflik tersebut akhirnya kekuasaan itu dibagi menjadi dua. Waktu itu ada dua kabupaten yaitu kabupaten Purwokerto dan kabupaten Banyumas, akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Akhirnya kekuasaan tersebut kembali lagi kepada keturunan tua, yaitu yang berada di Banyumas.
Kaitan Sumur Mas dengan Raden Djaka Kahiman
Mengenai sumur mas yang berada di daerah Banyumas yang berada di belakang duplikat pendopo Balai Si Panji, sejarah Raden Djaka Kahiman tidak terikat dengan sumur mas, karena menurut sejarahnya sumur mas lebih tua umurnya atau memiliki jarak yang jauh dengan sejarah Raden Djaka Kahiman, sumur mas merupakan sebuah tanda untuk kabupaten Banyumas, ujar Sarikin.
ADVERTISEMENT
Jasa-jasa dari Raden Djaka Kahiman untuk Banyumas
Selama kabupaten Banyumas diperintah oleh Raden Djaka Kahiman keadaannya sangat tentram, aman, tidak ada kerusuhan, masyarakatnya menaati peraturan yang berlaku pada waktu itu, dan beliau sangat menghargai rakyat kecil, tidak. Jadi walaupun beliau adalah seorang bangsawan tapi hidupnya sangat susah, berawal dari seorang pencari rumput lalu berkelana hingga menjadi bupati, kita sebagai warga Banyumas hendaknya mencontoh akhlak beliau yang sangat mulia karena beliau sudah diberi sebuah Kadipaten yang merupakan hak mutlak milik beliau pun masih di bagi menjadi 4 bagian yang dibagikan kepada kakak ipar beliau, dengan adanya hal tersebut beliau dijuluki sebagai adipati mrapat karena membagi wilayah Wirasaba menjadi empat bagian-ujar Sarikin.
ADVERTISEMENT
Keislaman Raden Djaka Kahiman
Keislaman Raden Djaka Kahiman jika digambarkan pada saat ini sama seperti Nahdlatul Ulama. Namun, karena pada zaman dahulu masih kental dengan ajaran-ajaran kejawen atau klenik, jadi islamnya beliau berdampingan dengan ajaran kejawen-ujar Sarikin.
Foto bersama juru kunci makam Raden Djaka Kahiman (ilustrasi gambar oleh penulis)
Wafat Raden Djaka Kahiman
Sarikin menjelaskan mengenai tanggal lahir dan wafat beliau, sampai sekarang belum ada yang mengetahuinya. Beliau telah mencari kemanapun yang konon terdapat dokumen yang menyebutkan tanggal lahir dan wafat Raden Djaka Kahiman, namun hasilnya nihil. Sampai sekarang belum ada sumber yang menyebutkan mengenai kebenaran tanggal dan wafatnya Raden Djaka Kahiman. namun hasilnya nihil. Di kabupaten pun belum ada dokumen yang resmi terkait hal tersebut.
Namun perkiraan beliau menjadi bupati terdapat catatannya, yaitu kisaran abad ke-16 atau 1571 M beliau dilantik menjadi bupati pertama Banyumas. Sebab, ketika beliau dilantik sudah tidak berada di Wirasaba, karena wilayahnya sudah dibagi menjadi empat. Dari tahun itu lah yang menjadi acuan, dan di abad itulah Kesultanan Pajang runtuh.
Tampak dalam area pemakaman Raden Djaka Kahiman (ilustrasi gambar oleh penulis)
Babad Banyumas
ADVERTISEMENT
Versi yang menyebutkan mengenai babad kabupaten Banyumas itu luar biasanya banyaknya. Banyak orang yang menyebut bahwa ini yang lebih akurat dan yang lainnya, akan tetapi penyebutan itu memiliki dasar tersendiri. Sedangkan versi yang Sarikin sebutkan di atas itu juga mempunyai versi yang lain lagi.
Aksara jawa dan artinya yang berada di dalam area pemakaman (ilustrasi gambar oleh penulis)
Ada juga versi yang menyebutkan, di suatu malam ketika Raden Djaka Kahiman tengah melakukan ritual, terdengar suara yang membisikkan sesuatu kepada beliau yang berisi “wis, iki ngko nek ono rejane jaman jenengono kabupaten Banyumas”. Sedangkan, hari jadi kabupaten Banyumas pada tanggal 22 Februari 1571 itu baru berjalan 5 tahun. Menurut versi yang lain hari jadi kabupaten Banyumas disebutkan pada tanggal 6 April 1582. Namun, antara dua tanggal yang telah disebutkan yang lebih akurat yaitu tanggal 22 Februari 1571.
Foto makam Raden Djaka Kahiman (ilustrasi gambar oleh penulis)
Foto makam istri Raden Djaka Kahiman (ilustrasi gambar oleh penulis)
Mengapa tanggal 22 Februari 1571 ini dianggap lebih akurat?. Sebab mengacu yang berada di Museum Kalibening Dawuhan, yaitu yang tertulis di sebuah kitab kuno. Perdebatan antara tanggal 22 Februari dan 6 April itu sampai 25 tahun lamanya dan baru diakui oleh kabupaten. Terlepas dari versi yang telah disebutkan, tujuannya tetap satu yaitu inilah Banyumas dengan banyak cerita bersejarah di dalamnya.
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No 10 Th 2015 Tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas
Biografi Penulis 1
ADVERTISEMENT
Bagus Nur Ikhsan Maulana, lahir di Banyumas 15 Mei 2003, domisili saat ini di desa Karangsari rt 03 rw 01, kecamatan Kebasen, kabupaten Banyumas. Menyelesaikan Pendidikan di taman kanak-kanak Diponegoro Randegan pada tahun 2009, kemudian melanjutkan Pendidikan di SD Negeri Karangsari, lulus tahun 2015. Setelah menyelesaikan pendidikan selama 6 tahun, kemudian melanjutkan di SMP Islam Andalusia Kebasen, lulus di tahun 2018. Setelah itu melanjutkan ke SMA Islam Andalusia Kebasen, selesai di tahun 2021. Kemudian meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di Universitas Islam Negeri Prof. K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto dalam proses.
Pengalaman organisasi yang pernah diikuti, antara lain pramuka siaga di jenjang SD. Kemudian menjadi anggota Dewan Ambalan Al-Anwar Al-Hisyamiyyah Pangkalan SMA Islam Andalusia Kebasen selama satu tahun. Menjadi sekretaris IHTISAB (Ittihadut Tholibin Santri dan Alumni Andalusia Banyumas) dan sekretaris di suatu organisasi pencak silat sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Biografi Penulis 2
Eko Pujiantoro, lahir Purbalingga 29 November 2003, sekarang berdomisili di PPM Elfira 1 Purwokerto. Menyelesaikan pendidikan taman kanak kanak pada tahun 2009, kemudian melanjutkan pendidikan di MI Ma'arif NU 02 Pengadegan, lulus tahun 2015. Setelah itu melanjutkan pendidikan di MTs Ma'arif NU 07 Selakambang, lulus tahun 2018. Melanjutkan ke jenjang Aliyah di Madrasah Aliyah Negeri Purbalingga, lulus tahun 2021 dan menjadi salah satu lulusan terbaik jurusan Agama. Lalu melanjutkan ke jenjang universitas di Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pengalaman organisasi pernah mengikuti pramuka dari jenjang MI, MTs, MA, dan menjadi Dewan Ambalan Pramuka MAN Purbalingga, pengurus Rohis Nurul Ilmi MAN Purbalingga, anggota Saka Bhayangkara Polres Purbalingga, pengurus Divisi Bahasa Arab Komunitas Rumah Bahasa Pai, menjadi pengurus PPM Elfira masuk kedalam divisi Ubudiyah. dalam pendidikan non formal menjadi Pengurus PAC Ipnu Pengadegan.
ADVERTISEMENT
Biografi Penulis 3
Alan Azam Kelana, lahir di Brebes pada 28 November 2002, sekarang berdomisili di purwokerto tepatnya di Pondok Pesantren Modern El Fira 3 Purwokerto, menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak lulus Pada tahun 2009 dan melanjutkan di sekolah dasar Negeri langkap 02 Bumiayu lulus pada tahun 2015, terus melanjutkan di SMP negeri 03 Bumiayu lulus pada tahun 2018, dan melanjutkan di Madrasah Aliyah Negeri 02 Brebes dan lulus pada tahun 2021, dan sekarang masih menjalankan studinya UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, pengalaman Berorganisasi yaitu Mengikuti Pramuka, PMR, Pramuka Peduli (Pramuli), Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) semasa di MAN 02 Brebes Dan menjadi kepengurusan di pondok Sebagai Koordinator/CO Kesehatan di PPM El Fira 3.
ADVERTISEMENT
Biografi Penulis 4
Syafi Syafi'i Rusady, lahir di Banyumas pada 22 Desember 2002, menyelesaikan pendidikan kanak-kanak lulus pada tahun 2008 dan melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 2 Purwanegara lulus pada tahun 2015. Setelah itu melanjutkan pendidikan di MTs Miftahul Huda Rawalo, lulus tahun 2018. Melanjutkan ke jenjang SMK Miftahul Huda Rawalo, lulus pada tahun 2021. Lalu melanjutkan ke jenjang Universitas yaitu di Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pengalaman organisasi yaitu PAC IPNU IPPNU Purwokerto Utara, PMII Rayon Tarbiyah.
Biografi Penulis 5
Gustama Prajodi, lahir di Purbalingga pada 1 Agustus 2002. Sekarang berdomisili di Purwokerto, tepatnya di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto. Menyelesaikan Pendidikan di TK Pertiwi karangjambe pada tahun 2009, kemudian menyelesaikan Pendidikan Dasar di SD Negeri 1 Karangjambe Tahun 2015. Dan melanjutkan Pendidikan di SMP Negeri 1 Padamara. Lulus pada Tahun 2018 dan melanjutkan Pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Purbalingga, dan lulus Pada Tahun 2021. Dan sekarang tengah menempuh studi Pendidikan Agama Islam di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pengalaman berorganisasi, mengikuti rohis saat di MA dan mengikuti Pondok Pena (sastra) di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto.
ADVERTISEMENT