Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Menikmati Malaka: Perjalanan Kuliner yang Menggugah Selera
28 April 2025 19:41 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Bagus Azam Noor tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Menikmati Keindahan Malaka: Perjalanan Kuliner di Sore yang Memukau
Malaka, kota warisan dunia UNESCO, adalah perpaduan memikat antara sejarah, budaya, dan cita rasa yang membekas di hati. Beberapa waktu lalu, saya menghabiskan sore hingga senja menjelajahi kawasan inti Malaka, mengunjungi Dutch Square, Jonker Street, A Famosa, Kuil Cheng Hoon Teng, Masjid Selat Malaka, dan Malacca Wonderland. Petualangan singkat ini dipenuhi kuliner khas seperti es cendol yang menyegarkan, aka bilan yang sarat makna, dan nasi lemak khas Malaysia, dengan senja Malaka sebagai latar yang sempurna. Yuk, ikut saya keliling Malaka di sore hari dan rasakan pesonanya yang bikin rindu!
ADVERTISEMENT
Sore: Dutch Square, Jonker Street, dan Es Cendol yang Menggoda
Sore di Malaka dimulai dengan semangat di Dutch Square, yang memukau dengan bangunan merah ikonik seperti Christ Church dan Stadthuys. Cahaya sore membuat warna merahnya semakin hangat, apalagi dengan becak warna-warni yang lalu-lalang. Dari sini, saya berjalan kaki ke Jonker Street, jantung kuliner Malaka yang ramai dengan aroma makanan dan rumah tua bergaya Peranakan.
Tujuan pertama adalah Jonker 88, kedai legendaris yang terkenal dengan es cendol-nya. Mangkuk cendol yang disajikan langsung mencuri perhatian: jeli tepung beras hijau yang lembut, kuah santan kental, gula aren manis legit, dan taburan kacang merah yang renyah. Satu suapan, dan saya lumer! Rasanya manis seimbang, dinginnya menyegarkan, cocok untuk melepas lelah di udara Malaka yang hangat. Saya duduk di bangku kayu, menyeruput cendol sambil menikmati keramaian Jonker Street—turis berfoto, pedagang tersenyum, dan aroma makanan yang bercampur. Suasana sore yang hidup terasa seperti masuk ke kartu pos berwarna!
Menjelang Senja: A Famosa, Kuil Cheng Hoon Teng, dan Nasi Lemak yang Memanjakan
ADVERTISEMENT
Setelah puas di Jonker Street, saya menuju A Famosa, benteng tua peninggalan Portugis yang berdiri kokoh meski tinggal puing. Cahaya sore yang lembut membuat reruntuhan ini terlihat dramatis, seolah mengisahkan sejarah berabad-abad. Dari sana, saya mampir ke Kuil Cheng Hoon Teng, kuil Tionghoa tertua di Malaysia. Aroma dupa dan ornamen warna-warni menciptakan ketenangan, kontras dengan hiruk-pikuk sore di luar.
Perut mulai keroncongan, jadi saya mampir ke warung kecil dekat kuil untuk mencoba nasi lemak khas Malaysia. Hidangan ini sederhana tapi luar biasa: nasi santan yang harum, disajikan dengan sambal pedas, ikan bilis renyah, telur rebus, dan ayam kari yang lembut. Setiap suapan adalah harmoni rasa—gurih, pedas, dan sedikit manis. Saya ngobrol dengan penjual tentang resep mereka, dan dia bilang, “Santan dan kesabaran, itu kuncinya!” Menikmati nasi lemak di bawah sinar sore sambil mendengar suara kota terasa begitu otentik.
ADVERTISEMENT
Senja: Masjid Selat Malaka, Malacca Wonderland, dan Aka Bilan yang Unik
Saat senja mendekat, saya mengunjungi Masjid Selat Malaka, yang seolah mengapung di atas air. Cahaya senja memantul di laut, membuat masjid ini tampak magis dengan arsitekturnya yang megah. Setelah itu, saya mampir ke Malacca Wonderland, taman rekreasi yang menyenangkan dengan wahana air dan suasana santai. Meski singkat, tempat ini terasa seperti bonus ceria di tengah petualangan sore.
Saya juga penasaran dengan aka bilan, hidangan tradisional dari sagu bakar yang penuh makna budaya. Di sebuah warung kecil dekat Jonker Street, saya melihat sagu dipanggang hingga harum, lalu disajikan dengan kuah santan dan gula aren. Rasanya sederhana tapi menghangatkan, seperti menyantap sepotong warisan Malaka. Penjual bercerita bahwa aka bilan mencerminkan hubungan masyarakat lokal dengan pohon sagu, sumber pangan yang lestari. Makan aka bilan sambil merasakan angin senja terasa istimewa, seperti menyelami budaya lokal dalam satu gigitan.
ADVERTISEMENT
Penutup Senja: Refleksi di Dutch Square dan Rindu untuk Kembali
Sebagai penutup, saya kembali ke Dutch Square untuk menikmati senja. Saya duduk di dekat air mancur, memesan segelas kelapa muda sambil memandangi langit yang berwarna oranye keemasan. Cahaya senja memeluk bangunan merah di sekitar, menciptakan suasana hangat dan damai. Suara turis yang berfoto, anak-anak yang bermain, dan aroma makanan dari kedai terdekat membuat saya merenung tentang sore ini. Es cendol yang menyegarkan, nasi lemak yang kaya rasa, dan aka bilan yang penuh cerita—setiap hidangan membawa saya lebih dekat ke jiwa Malaka.
Sore hingga senja di kawasan inti Malaka telah mencuri hati saya. Dutch Square yang meriah, Jonker Street yang penuh aroma, A Famosa yang bersejarah, Kuil Cheng Hoon Teng yang damai, Masjid Selat Malaka yang memesona, dan Malacca Wonderland yang ceria—semuanya terasa seperti perjalanan singkat tapi penuh makna. Saya pulang dengan perut kenyang, hati bahagia, dan tekad kuat untuk kembali lagi. Malaka, tunggu saya ya—saya sudah rindu senjamu yang indah dan pesonamu yang tak pernah pudar!
ADVERTISEMENT