Konten dari Pengguna

KRL Jabodetabek Kerap Mengalami Kepadatan Selama Pandemi COVID-19, Mengapa?

Bagus Hadi Rafianto
Mahasiswa Universitas Indonesia, Departemen Administrasi Negara
2 Desember 2021 17:51 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagus Hadi Rafianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kondisi kepadatan di stasiun KRL Dukuh Atas pada jam sibuk di masa pandemi Covid-19. (Foto Pribadi Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi kepadatan di stasiun KRL Dukuh Atas pada jam sibuk di masa pandemi Covid-19. (Foto Pribadi Penulis)
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak tau layanan transportasi KRL Jabodetabek? Ya, pasti semua sudah familiar dengan layanan transportasi ini. KRL Jabodetabek atau dikenal sebagai KRL Commuter Line adalah layanan transportasi publik berupa kereta listrik yang dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI). KRL menjadi moda transportasi paling favorit di antara moda lainnya karena memiliki sejumlah kelebihan, seperti murah, nyaman, cepat, dan memiliki banyak rute (Putra, 2019). Istilah KRL sebagai transportasi favorit terbukti dengan jumlah penumpang tahunan pada 2017 hingga 2019 rata-rata sebanyak 300 juta orang. Namun, setelah adanya pandemi Covid-19, KRL Jabodetabek menjadi salah satu moda transportasi yang paling terdampak, adanya mobilitas masyarakat yang dibatasi akibat diberlakukannya kebijakan PSBB hingga PPKM membuat penurunan jumlah penumpang seiring berjalannya pandemi Covid-19 (Pusparisa, 2021).
ADVERTISEMENT
Apakah dengan adanya penurunan penumpang, layanan KRL dapat dikatakan menjadi sepi? Jawabannya, tidak. Faktanya, masih banyak juga masyarakat yang mungkin tidak memiliki pilihan lain ataupun sudah nyaman dengan layanan KRL. Saya merupakan salah satu pengguna KRL selama pandemi Covid-19, meskipun hanya sekali, tetapi tentunya hal tersebut menjadi pengalaman unik bagi saya yang menggambarkan bagaimana kondisi KRL selama pandemi Covid-19. Sebelum membahas bagaimana kondisi di dalam stasiun dan gerbong, perlu diketahui bahwa perubahan dalam layanan KRL ini cukup signifikan, baik dalam fasilitas, budaya, dan aturan-aturan yang diterapkan (Krl.co.id, 2020).
Secara umum, perubahan aturan tersebut adalah adanya pembatasan kapasitas maksimal, perubahan jam operasional, penambahan wastafel dalam peron, penyekatan oleh petugas, aturan memakai wajib masker, tes suhu sebelum masuk gerbang, dan masih banyak lagi. Tentu saja, aturan-aturan ini bertujuan untuk mencegah penularan antar penumpang dalam layanan KRL dan menjamin penumpang terhindar dari Covid-19. Aturan-aturan ini bersifat dinamis yang artinya selalu menyesuaikan kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat (Krl.co.id, 2020).
ADVERTISEMENT
Dalam meninjau implementasi aturan-aturan tersebut di lapangan, saya tertarik untuk membaca banyak berita mengenai layanan KRL selama pandemi Covid-19. Dari beberapa berita yang saya baca, KRL kerap mengalami kepadatan pada jam-jam sibuk yang akhirnya menciptakan fenomena berdesak-desakan antar penumpang. Mengutip dari penyataan Budi Karya Sumadi selaku Menteri Perhubungan Republik Indonesia beberapa bulan lalu, beliau mengomentari fenomena desak-desakan yang masih terjadi di dalam gerbong, saat ditemui di Stasiun Manggarai beliau mengatakan bahwa jumlah penumpang dalam gerbong melebihi kapasitas yang telah ditetapkan dan tidak ada penjagaan dari petugas (Hartomo, 2021).
Sebagai salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), saya juga tergabung dalam kelas MPA Negara 1 yang kebetulan melakukan penelitian terhadap layanan KRL Jabodetabek selama pandemi Covid-19. Selanjutnya, beberapa waktu lalu, saya bersama dengan teman saya melakukan wawancara terhadap salah satu pengguna KRL di masa pandemi Covid-19, yaitu Ibu Wanti. Beliau menyatakan bahwa social distancing di dalam gerbong KRL Jabodetabek masih sulit diterapkan, kadang antar penumpang masih suka saling bersentuhan akibat padatnya di dalam gerbong. Lebih jelasnya, beliau menuturkan bahwa hal tersebut kerap terjadi pada jam-jam sibuk, sehingga petugas sulit menertibkan karena gerbong penumpang sudah telanjur menumpuk. Di sisi lain, beliau menambahkan bahwa penumpang “lebih galak” dibandingkan petugas, sehingga menambah sulit terwujudnya sosial distancing (Wawancara Mendalam dengan Ibu Wanti, 9 September 2021).
ADVERTISEMENT
Pada sesi lain, saya bersama teman saya juga berkesempatan untuk melakukan wawancara terhadap pihak KRL Jabodetabek melalui platform zoom meeting. Beliau adalah Bapak Adli selaku Manager External Relation & Corporate Image Care KAI Commuter. Beliau menegaskan bahwa 50 persen perjalanan KRL Jabodetabek terjadi pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari. Beliau juga mengatakan sering mendapatkan teguran dari pemerintah dan masyarakat terkait kepadatan yang terjadi pada jam-jam sibuk (Wawancara Mendalam dengan Bapak Adli Hakim KAI Commuter, 30 September 2021).
Dari paparan di atas, sebenarnya sudah cukup menggambarkan bahwa kepadatan atau fenomena desak-desakan memang terjadi pada layanan KRL Jabodetabek. Namun, saya masih penasaran dan akhirnya memutuskan untuk mencoba menggunakan layanan KRL Jabodetabek beberapa hari lalu. Saat pagi hari, saya berangkat dari stasiun Manggarai dan ternyata memang sangat padat. Suasana di peron benar-benar padat, sehingga tidak ada social distancing dalam peron. Saat di dalam gerbong, suasana juga semakin padat, marka-marka yang ada tidak dapat diterapkan dengan baik karena saking ramainya penumpang. Petugas sempat menegur penumpang yang tidak memakai masker dua lapis, tetapi petugas tidak bisa mengendalikan penumpang yang memang sudah menumpuk. Saat sore hari, saya pulang melalui stasiun Dukuh Atas. Kondisi yang saya lihat lebih parah, petugas melakukan penyekatan untuk mengatur volume penumpang di peron. Namun, saat di peron, tidak ada sama sekali protokol kesehatan yang diterapkan. Penumpang berdiri tanpa memperhatikan batas, suasana sangat ramai, dan bahkan ada penumpang yang meludah.
ADVERTISEMENT
Lantas apa hal yang menarik dari paparan di atas? Hal yang menarik adalah kepadatan penumpang pada layanan KRL Jabodetabek terjadi pada jam-jam sibuk, Artinya, masalah tersebut berkaitan dengan pola pergerakan masyarakat yang terpusat pada jam-jam tertentu saja. Saya kebetulan menggunakan KRL pada jam kantor di pagi hari dan sore hari, dan menurut saya, hal tersebut dapat dibenarkan. Meskipun begitu, masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh PT KCI atau pihak KRL saja. Masalah ini berkaitan dengan pola pergerakan masyarakat yang di mana hal tersebut di luar wewenang PT KCI atau pihak KRL. Jika diibaratkan jam operasional yang dioperasikan pada layanan KRL Jabodetabek selama 18 jam, tetapi penumpukan terjadi pada 2 jam di pagi dan sore hari, maka perlu adanya aturan yang mengatur pergerakan masyarakat
ADVERTISEMENT
Dari pendapat saya sebagai perspektif penumpang, Pemerintah Pusat dan juga perusahaan, baik negeri dan swasta juga memiliki tanggung jawab. Pemerintah Pusat harus punya andil dalam menjawab masalah pola pergerakan masyarakat yang kurang lebih masih sama sebelum dan saat pandemi Covid-19. Kemudian, BUMN dan BUMS dari sisi perusahaan perlu mengatur jam kerja kepada para pegawainya. Perusahaan-perusahaan harus lebih patuh terhadap pengaturan kerja yang telah ditentukan dan mungkin bisa menyediakan angkutan khusus bagi pegawai agar kepadatan di KRL bisa berkurang pada jam-jam sibuk (Utami, 2020). Pasalnya, segala upaya yang dilakukan PT KCI atau pihak KRL mulai dari penyekatan, penerapan aturan, dan sebagainya akan sia-sia jika pola pergerakan masyarakat tidak diatur. Penumpukan akan terus terjadi pada jam-jam sibuk dan akan menjadi pola yang berulang setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, masalah kepadatan tidak hanya bisa dilihat dari satu perspektif saja, perlu adanya kerja sama dan koordinasi yang baik antar pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan masalah kepadatan atau lonjakan penumpang yang kerap terjadi. Kemudian, masyarakat juga harus patuh dan menaati aturan protokol kesehatan yang telah diterapkan oleh PT KCI. Hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat yang tidak peduli dengan aturan protokol kesehatan dan juga petugas. Saya melihat sendiri saat petugas memberikan imbauan terkait penggunaan masker dua lapis, tetapi masyarakat seakan tidak peduli dan tidak mendengarkan imbauan dari petugas tersebut. Terakhir, hal yang tidak kalah pentingnya adalah penerapan sanksi bagi siapa pun yang melanggar protokol kesehatan. Sehingga, harapan saya, layanan KRL Jabodetabek bisa menjadi moda transportasi yang aman, nyaman, dan sehat selama pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Data Primer
Penelitian MPA Negara 1. 2021. “Kualitas Layanan KRL Jabodetabek dari Sudut Pandang Pengguna KRL Jabodetabek”. Hasil Wawancara Mendalam dengan Ibu Wanti: 9 September 2021.
Penelitian MPA Negara 1. 2021. “Kualitas Layanan KRL Jabodetabek dari Sudut Pandang Pengguna KRL Jabodetabek”. Hasil Wawancara Mendalam dengan Bapak Adli Hakim: 30 September 2021.
Data Sekunder
Hartomo, G. (2021). Masih Ada Desak-desakan di KRL, Menhub: Ini Pelajaran Mahal. Sindonews. https://ekbis.sindonews.com/read/427160/34/masih-ada-desak-desakan-di-krl-menhub-ini-pelajaran-mahal-1620972332
Krl.co.id. (2020). PT KCI Sesuaikan Jam Operasional KRL Selama PSBB Berlaku. Krl.Co.Id. https://www.krl.co.id/pt-kci-sesuaikan-jam-operasional-krl-selama-psbb-berlaku/
Pusparisa, Y. (2021). Jumlah Penumpang KRL Indonesia Turun 54% Sepanjang 2020 Imbas Covid-19. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/06/21/jumlah-penumpang-krl-indonesia-turun-54-sepanjang-2020
Putra, I. I. (2019). Statistik Komuter DKI Jakarta 2019. Statistik.Jakarta.Go.Id. https://statistik.jakarta.go.id/statistik-komuter-dki-jakarta-2019/
Utami, S. S. (2020). Lonjakan Penumpang KRL, Perusahaan Diminta Atur Jam Kerja Pegawai. https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/0k803W2k-lonjakan-penumpang-krl-perusahaan-diminta-atur-jam-kerja-pegawai
ADVERTISEMENT