Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hutang Negara Bikin Dilema
30 Mei 2024 8:15 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Bahtiar Prayoga Yuda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dilema benar benar dilema. Hutang negara apakah akan menyejahterakan masyarakat atau akan merugikan masyarakat? Itu pasti yang terbesit dibenak kita masing-masing karena hutang Indonesia yang kian viral akan nilainya yang fantastis.
ADVERTISEMENT
Hutang yang jumlahnya triliunan itu dan beserta bunganya, harus dibayarkan setiap tahunnya. Tentu saja masyarakat juga bertanya mengapa harus berhutang padahal Indonesia kaya akan sumber dayanya. Pertanyaan itu tidaklah salah, karena pada kenyataannya pengelolaan sumber daya di Indonesia belum maksimal sehingga banyak yang dikelola oleh pihak swasta yang berasal dari berbagai negara.
Oleh karena itu, Indonesia perlu berhutang untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan dalam negeri. Manfaat antara hutang antara lain adalah untuk menutupi kekurangan anggaran dan menyelesaikan masalah karena itu apabila dikelola dengan tepat. Selain itu, Indonesia yang merupakan negara berkembang perlu infrastruktur yang lebih maju untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara yang maju. Dengan itu hutang juga dapat dikatakan sebagai modal pembangunan, apalagi Indonesia akan melakukan pembangunan secara besar-besaran pada Ibukota yang baru. Tak hanya itu, Indonesia juga perlu menyejahterakan rakyatnya dalam berbagai bidang seperti pendidikan, Dengan hutang Indonesia bisa memberi beasiswa kepada masyarakatnya. Kemudian pada sektor pertanian, Indonesia dapat memberi subsidi kepada pelaku agribisnis untuk mengembangkan sektor pertanian yang sangatmenonjol di Indonesia. Selanjutnya, dengan hutang juga dapat menjalin kerjasama antarnegara yang saling menguntungkan, mempererat komunikasi yang baik antarnegara itu. Tetapi itu tidaklah mudah karena kita harus memiliki kepercayaan negara yang akan dihutangi dengan potensi dari negara kita tercinta ini.
ADVERTISEMENT
Realita yang sekarang terjadi, Indonesia masih belum menyejahterakan masyarakatnya dengan baik dan merata. Kemiskinan masih merajalela di Indonesia, beasiswa pemerintah yang tak sedikit salah sasaran, pendidikan yang belum merata, air bersih dan pangan yang juga belum merata. Tentu saja itu membuat kita berpikir bahwa mengapa hutang dengan nominal yang fantastis masih belum menyejahterakan rakyat? Itu menenjukkan bahwa pengelolaannya masih buruk. Kasus korupsi menandakan bahwa pengelola tidak dengan melakukan tugasnya dengan baik, dia mengkhianati amanat yang diberikan. Apakah harus berhutang dengan banyak lagi agar dapat menyejahterakan rakyat?
Padahal, hutang juga dapat membawa bencana bagi Indonesia karena nominalnya yang jauh melebihi batas wajar. Mengutip dari CNN, "Kalau default risikonya adalah berutang makin susah. Tidak ada lagi yang mau kasih utang, atau masuk UGD. Artinya masuk program penyehatan di IMF. Karena nanti kita minta tolong IMF, tolong IMF talangin kami, dikasih sama dia talangan untuk membayar utang," ujar Faisal Basri kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/6).
ADVERTISEMENT
"Tapi, kita harus menaikkan harga BBM, harus begini begini, kan syaratnya banyak, seperti letter of intent seperti krisis yang lalu, itu mengharu biru. Jadi dia mendikte kita harus ini harus ini, kedaulatan sudah terpangkas. Jadi jangan sampai itu terjadi, kita didikte," imbuhnya.
"Bahayanya kalau utang di pasar yang sekarang 85 persen itu, kita tidak bisa minta penjadwalan, tidak bisa karena banyak investornya ratusan. Nah, di situlah kredibilitas kita hancur kalau tidak bisa bayar cicilan dan bunganya. Jadi, lebih berbahaya kita pinjam ke pasar karena tidak ada penjadwalan ulang," jelasnya.
Kementerian Keuangan menyebutkan utang pemerintah Indonesia sebesar Rp6.418,15 triliun atau setara 40,49 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per akhir Mei 2021.
ADVERTISEMENT
Berbagai pendapat dari masyarakat kemudian muncul. Banyak yang berpikir bahwa utang yang sebegitu besarnya ditanggung oleh seluruh rakyat Indonesia. Bahkan mereka sampai membagi nominal hutang tersebut dengan jumlah masyarakat Indonesia. Meskipun terlihat masuk akal, tetapi pemerintah juga memiliki sistem tersendiri untuk membayar hutang-hutang negara yang fantastis itu. Jadi tidak semua nominal dibebankan pada seluruh lapisan masyarakat. Negara juga memiliki usaha yang menghasilkan sehingga dapat digunakan untuk membayar hutang.
SUMBER :