Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mata Merah yang Mengancam
19 Oktober 2022 5:51 WIB
Tulisan dari baiqcynthia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siang yang terik itu aku baru saja pulang dari pemakaman seseorang yang baik hatinya. Tanah kuburan masih basah, banyak pasang mata yang sembab karena sedih ditinggalkannya. Sebelum ia wafat, ia sakit selama 3 bulan lebih, berbaring di kasur. Untuk sekadar buang air kencing dan buang air besar harus dibopong ke kamar mandi. Aku saksi hidupnya, sosok yang kuat dan selalu memberiku semangat pada akhirnya sudah kembali kepada Ilahi.
ADVERTISEMENT
Malam itu sepi, tidak ada yang berkumpul pun juga hanya beberapa orang yang melayat. Malam itu keluarga kami tidak ada yang berani tidur, karena terus-menerus teringat kepada mendiang ibu. Kasur tempat tidurnya aku bersihkan, diganti seprai dan alas bantal-guling.
Sepi, tidak ada dirinya. Otakku terus meyakinkan ia tidak benar-benar pergi ia seakan masih ada. Ia hanya berpindah alam. Malam itu tidur dengan lampu yang terang, adikku pulang dan yang lainnya ikut menyusul pulang. Hanya bacaan surat Yasin yang sempat kami bacakan bersama.
Setiap waktu, aku selalu ingat tentangnya, seolah-olah ia masih ada. Bagaimana mungkin aku bisa melepaskan perasaan yang luka ini. Aku tidak berlama-lama aku pulang saja ke rumah suami.
ADVERTISEMENT
Sebulan pasca tiadanya beliau, adikku seperti biasa selalu membawakan kue untuk paman. Karena ia punya kunci cadangan, saat itu rumah kosong, tidak ada orang dan hanya aroma apak, perabotan yang berbau, lantai berdebu. Adikku menuju dapur yang gelap kecuali dihidupkan lampu tanpa sakelar, melainkan dengan stop kontak.
Sontak bulu kuduknya merinding, ubun-ubunnya terasa dingin. Ia tak jadi menghidupkan lampu, melainkan menoleh ke belakang. Sesosok berambut panjang dengan wajah hancur, menatap tajam kepadanya. Sosok itu tidak menapak pada lantai. Adikku langsung bergegas, ke arah pintu. Napasnya sudah tak keruan, ia benar-benar dikejar sehingga ketakutan, beruntung jarak dapur ke ruang tamu hanya dua langkah saja. Adikku benar-benar trauma dan langsung menutup pintunya kembali. Ia langsung video call padaku ketika sampai di rumahnya.
ADVERTISEMENT
"Kak, rumah nenek udah jadi rumah hantu!" katanya dengan suara gemetar dan terbata-bata.
"Maksudnya gimana?" aku bingung melihat raut muka adik yang mulai tegang.
"Jadi tadi magrib, aku ke rumah nenek, dan tiba-tiba dikejar hantu berambut panjang!"
"Aku gak percaya, selama ini gak ada hantu."
Tapi, kalau dipikir masuk akal, kenapa paman tidak mau menempati rumah itu lagi. Paling cuma untuk ganti pakaian dan mandi. Selebihnya di luar rumah, bahkan sampai tidur di luar. Aku tahu adikku mata batinnya terbuka. Sewaktu ia main di rumahku yang tinggal di pelosok desa, rumah peninggalan kakek suami. Belum direnovasi total. Ketika aku dan suami mencari kudapan malam, ia kutinggalkan sendiri dengan laptop. Karena tetangga sudah tidur dan di depan rumah hanya tanah kosong, yang tumbuh subur tanaman. Jarang rumah penduduk seperti di kota yang rapat. Jarak tiga rumah sudah sawah luas yang gelap.
ADVERTISEMENT
Setelah balik, kulihat adikku menyetel laptop dengan suara yang keras. Aku diam saja, tapi wajahnya seperti setengah datar. Aku lupa dan tidak tanya lagi, sekian lama ia cerita ketika kami bertemu lagi.
"Kak rumahnya kakak ada penjaganya!" katanya.
"Ah masak? Aku gak tahu!"
"Iya di depan rumah itu berbadan tegap-besar seperti giant mondar-mandir. Kalau di dapur itu sosok berambut panjang, dan di sumur belakang rumah itu seperti mbah-mbah tua."
"Ih, kamu aneh-aneh aja!" jawabku setengah bergidik.
***
Aku sebenarnya percaya kalau makhluk astral itu ada, tapi aku enggak bisa melihat seperti adikku. Ia kadang sering menganggu, hubungan aku dan suami sering kali cekcok masalah sepeleh. Belum lagi anakku yang pernah demam tinggi sampai matanya mendelik. Aku yang sering berpikir harus meloncat pada sumur dan sering sekali aku memikirkan tentang kematian.
ADVERTISEMENT
Seakan sesak, ia menganggu kadang memecah konsetrasi aku dalam beribadah dan berusaha menakutiku dengan wujud yang berbeda. Siang itu ular hitam masuk ke dalam rumahku, aku kaget bukan main. Padahal di rumah tidak ada apa-apa, esoknya pun teror ular lainnya berdatangan, aku yang phobia dengan ular tidak bisa tidur dengan tenang. Ketika malam tiba, kadang kurasakan angin lembut yang lewat di tengkukku dan suara hantaman keras sering terdengar, padahal tidak ada yang berkerja tengah malam.
Ketika aku berusaha memejamkan mata, sosok itu seakan menahan napasku. Ia terasa berat sekali, dan aku benar-benar membutuhkan oksigen. Mataku berat sekali untuk terbuka, dan mulutku kelu. Aku hanya bisa berbicara dalam hati, Ya Allah bantu aku melepaskan diri dari makhluk astral ini. Ternyata aku ketindihan, kata orang Madura disebut 'ditompak'e ab-sa-ab.
ADVERTISEMENT
Aku pulang ke kota kelahiranku, aku mengunjungi makan nenekku lagi, aku berdoa dan mengaji di rumah yang sudah tidak berpenghuni. Kucuci seprai dan mengganti dengan yang baru, walaupun sudah 3 bulan tidak ada yang menempati. Membersihkan sudut-sudut yang penuh sarang laba-laba. Setitik embun bening menempel di sudut mataku, aku terhenyak, ia benar-benar pergi. Obat-obatannya masih ada, aroma dupa bikinannya pun masih sama.
Sengaja siang itu aku membakar arang untuk menikmati aroma dupa khas timur-tengah karya itu. Bukan untuk ritual melainkan untuk wewangian ruangan. Saat asap itu mengepul dan memenuhi ruangan, aku selalu terbayang bagaimana ia duduk dan berbicara padaku.
Namun, sosok rambut panjang dan mata merah itu sebenarnya memang ada di kamar itu. Ia terkunci pada cermin. Kadang ia menyapa lewat kertas yang sengaja dibuat terbang. Atau ia menggeser kursi hingga berdecit keras, padahal tidak ada orang yang menduduki.
ADVERTISEMENT
Ia malam jumat tempo hari menganggu adikku, menurut cerita adikku. Ia sangat menyeramkan dengan wajah yang rusak dan nyaris tak beraturan mengejar sampai pintu. Rumah kecil yang dulunya hangat, tempat kita bercanda bersama. Ketika satu-persatu meninggalkannya, rumah itu menjadi sangat horor. Gelap saat malam seperti tidak ada penghuninya dan dingin. Karena temboknya mulai ditumbuhi lumut-lumut halus dan wastafel tempat cuci piring yang mulai rusak. Beberapa arus listrik yang rusak, sehingga beberapa ruangan gelap. Menyisahkan bau apak dan pengap, rumah itu kini benar-benar semacam rumah hantu.
Mungkin sosok itu tidak bermaksud mengganggu kita, namun ia merasa terusik jika ada orang asing yang masuk tanpa izin. Mungkin pula sosok itu sedang mengajak bercanda atau kesepian sendiri. Yang jelas sebisa mungkin jangan biarkan rumah kosong, apalagi tanpa ditempati. Karena setiap rumah akan ada penghuni yang tak kasat mata.
ADVERTISEMENT
Seperti sosok bermata merah dan berambut tebal yang adikku ceritakan itu, itu cerita yang nyata dan sampai sekarang adikku trauma datang ke rumah nenek yang tidak dirawat lagi.