Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Organisasi Kampus Bla-bla-bla, Mending Bubar Saja!
1 Maret 2023 17:18 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ego Prabowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kalau dulu organisasi mahasiswa adalah sebuah primadona, maka saat ini relevansi serta regenerasinya akan menjadi sebuah tanda tanya yang harus kita jawab bersama. Data akurat atau pastinya memang belum ada, namun peminat organisasi mahasiswa terasa semakin turun secara signifikan.
ADVERTISEMENT
Hal ini berdasarkan pengalaman saya yang juga aktif dalam organisasi, dan kebetulan selalu diundang oleh adik-adik organisasi tentang Open Recruitment. Dari awal ketika saya mencoba masuk sebuah organisasi, menjadi junior, hingga menjadi senior, angka pendaftar organisasi terus-terusan menurun setiap semesternya. Tahu siapa saingan organisasi? Ya! Salah satunya adalah Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM).
Jika dulu organisasi mahasiswa dapat menawarkan pengalaman “bekerja” dalam sebuah tim, maka MBKM menawarkan pengalaman “kerja” dalam sebuah tim, dengan program magangnya. Begitu pula keuntungan lain seperti relasi, soft skill, manajemen waktu, dan wawasan dapat diberikan oleh program MBKM. Selain karena difasilitasi langsung oleh pemerintah, dengan mengikuti program ini juga kita dapat langsung mengkonversi SKS di bangku perkuliahan! Suatu hal yang bahkan organisasi pun tidak bisa memberikannya.
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak tergiur dengan konversi SKS ini? Bahkan jika boleh jujur, kalau saat saya masuk kuliah dan program MBKM sudah tersosialisasi dengan baik, maka saya akan memilih program MBKM daripada ikut organisasi, agar tidak perlu berlama-lama menjadi donatur kampus, huhu…
Suatu hal yang fatal jika organisasi mahasiswa merasa jumawa dengan reputasinya dan merasa masih relevan. Akan saya katakan dengan jujur, organisasi mahasiswa kehilangan relevansinya saat ini. Setidaknya itu yang saya lihat dan rasakan sendiri. Banyak sekali faktor teknis dan non-teknis yang membuat organisasi mahasiswa tampak kolot dan terkesan tidak menarik bagi mahasiswa saat ini. Faktor pertama yang harus kita highlight adalah “BUDAYA TURUN TEMURUN SUATU ORGANISASI”.
Setiap organisasi memiliki suatu budaya dari senior terdahulu yang terus dilestarikan hingga saat ini. Bahkan, sering sekali budaya ini sebenarnya sudah tidak relevan dengan kebutuhan organisasi tersebut. Budaya ini juga adalah suatu hal yang mencegah penerus sebuah organisasi untuk berinovasi dan berkembang. Jika mereka mencoba meninggalkan budaya tersebut, mereka akan dicecar dan dianggap membangkang oleh senior atau alumni organisasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Peran alumni dalam sebuah organisasi harusnya bersifat sebagai referensi para pengurus untuk menjalankan suatu program ataupun sebagai orang yang memberi saran. Tidak etis rasanya jika Alumni ikut campur masalah internal dalam sebuah organisasi, lalu membandingkan kepengurusan zamannya dengan kepengurusan yang sedang berjalan. Biasanya para Alumni menggunakan alasan-alasan klasik untuk membenarkan hal-hal tersebut, seperti “Kamu masih mending, dek. Zaman kakak dulu ….” Lha ndasmu! Padahal masalah dan hambatan yang dialami akan berbeda setiap tahun, karena problematika manusia bersifat dinamis.
Lalu faktor kedua adalah komitmen. Meskipun terdengar klise, tidak sedikit mahasiswa dalam sebuah organisasi mempercayai bahwa komitmen adalah hal terpenting, karena banyak sekali organisasi yang tidak dapat berjalan dengan baik karena komitmen para anggota hanya sekadar janji-janji manis dan terkesan bullshit saat wawancara, namun praktiknya berbeda. Selain itu komitmen juga sangat berperan penting dalam terlaksananya sebuah program kerja.
ADVERTISEMENT
Sering sekali sebuah program kerja harus tersendat karena untuk melaksanakan rapat saja, sering ngaret! Undangan rapat jam 8, dimulainya jam 10 karena menunggu anggota lain datang atau istilahnya kuorum. Harusnya waktu 2 jam ini bisa digunakan untuk membahas hal-hal yang krusial.
Belum lagi pembahasan yang tidak terarah dan sering out of topic. Awalnya bahas A, lama kelamaan kok malah bahas F. Di sinilah pentingnya pimpinan sebuah rapat harus bisa manajemen setiap pembahasan secara sistematis. Imbas dari pembahasan yang bertele-tele dan ngalor-ngidul tersebut adalah rapat selesai sangattt lamaaa …. Bahkan bisa sampai tengah malam, atau bahkan pagi. Hal-hal ini sangat tidak efektif, karena setiap orang memiliki kesibukan lain dan butuh istirahat yang cukup.
ADVERTISEMENT
Dan faktor yang terakhir adalah perubahan zaman. Masih banyak sekali problematika dan faktor lain yang membuat organisasi tergerus oleh zaman. Lalu bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan segala yang serba digital? Apakah organisasi-organisasi yang punya sejarah panjang itu masih relevan untuk menjawab tantangan zaman?
Sebagai contoh terkait tantangan perubahan zaman, mari kita tengok kantong-kantong kreatif untuk penciptaan segala sesuatu yang berhubungan dengan internet di Indonesia, adakah yang muncul dari organisasi-organisasi mahasiswa tradisional? Pembangunan start-up, minim. Pembuatan aplikasi, nyaris nihil. Mengingat kader dan simpatisan mereka yang lintas disiplin, tentu mudah saja untuk bergerak di sana, asal ada kemauan dan kemampuan organisasional. Tapi sayangnya tidak.
Baiklah, startup segala macam itu bukan isu seksi untuk gerakan mahasiswa. Aplikasi-aplikasian itu cuma mainan mahasiswa "cupu" di kampus, aktivis mahasiswa bicaranya yang hebat-hebat dong, dasar dan arah negara, jalannya pemerintahan, keberpihakan kepada yang papa, dan sebagainya dan sebagainya. Agent of change, gitu loh. Aktivis mahasiswa ya harus turun ke jalan, bukan sibuk di depan laptop, tidak main petisi-petisian online. Perkara menguasai isu atau tidak, itu urusan nanti. Pokoknya harus demonstrasi, chuaakkss...
ADVERTISEMENT
Lalu di mana suara organisasi-organisasi mahasiswa ketika buruh menggalakkan aksi dalam beberapa tahun terakhir, baik online maupun offline? Ke mana suara para aktivis mahasiswa ketika kelas menengah ngehek menghujat demo buruh, (sekali lagi) baik offline maupun online? Oh, mahasiswa sibuk demonstrasi untuk hal-hal yang lebih mendasar, mengenai roda pemerintahan, menuntut Jokowi mundur dengan menggunakan simbol kutang.
Baiklah, sekarang saya tanya ke kawan-kawan mahasiswa yang katanya aktivis militan ndakik-ndakik. Dalam hal manajemen isu, sebutkan satu isu saja yang organisasi mahasiswa memimpin di depan. Pemberantasan korupsi? Hak asasi manusia? Perlindungan terhadap minoritas? Pengelolaan sumber daya alam? Penangkalan ekstremisme agama? Atau apa? Kalau tidak ada, dan hanya memimpin dalam hal menodongkan proposal kegiatan atau hanya sekadar jualan risol sebagai ajang danusan, mending bubar saja!
ADVERTISEMENT