Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Airlangga Hartarto klaim Indonesia sudah siap mengarah ke industri digital
28 Maret 2018 14:35 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Balad Siliwangi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ikhtisar
ADVERTISEMENT
Proyek pembangunan jaringan serat optik nasional Palapa Ring berawal dari gagasan “Nusantara 21” oleh pemerintah pada tahun 1998. Proyek tersebut sempat tak berjalan karena krisis ekonomi. Baru di ajang Infrastructure Summit I pada tahun 2005, wacana pembangunan infrastruktur telekomunikasi itu mencuat kembali.
Palapa Ring dirancang menjadi tulang punggung sistem telekomunikasi nasional yang menggunakan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) dan Sistem Komunikasi Serat Optik (SKSO). Jaringan tersebut akan menghubungkan tujuh lingkar kecil serat optik di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Proyek Palapa Ring akan menjangkau 34 Provinsi dan 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Dengan jaringan ini, Pemerintah ingin mengatasi kesenjangan infrastruktur telekomunikasi di seluruh penjuru nusantara.
Progres sejauh ini
ADVERTISEMENT
Perkembangan proyek Palapa Ring pada kuartal I 2018 di wilayah Barat segera selesai, kemudian menyusul Palapa Ring Tengah yang ditargetkan rampung pada Agustus 2018. Wilayah Timur dijadwalkan selesai pada Desember 2018.
Menkominfo Rudiantara mengaku pemerintah masih terkendala infrastuktur Teknologi Informasi dan Komunikasi di sebagian wilayah Indoensia untuk merampungkan proyek ini, terutama di wilayah Papua.
Uji coba jaringan internet Palapa Ring untuk wilayah Barat pada 6 Maret 2018 di Network Operation Center Kabupaten Natuna berhasil mencetak kecepatan mengunduh hingga 61,7 Mbps, dengan kecepatan mengunggah mencapai 56 Mbps. Uji coba ini dilakukan dalam rangka memastikan kesiapan jaringan tersebut saat peluncuran resmi bersama Menkominfo Rudiantara yang dijadwalkan terlaksana pada 24 Maret 2018.
Infrastruktur telekomunikasi saat ini belum rata
ADVERTISEMENT
Meski jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh pesat, sebarannya belum merata. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pada tahun 2017 tentang penetrasi internet di tanah air menemukan bahwa:
Kesenjangan tingkat penetrasi internet ini salah satunya disebabkan oleh keputusan para operator telekomunikasi yang mempertimbangkan keuntungan bisnis dalam membangun infrastruktur di wilayah tertentu. Problem inilah yang hendak dipecahkan pemerintah melalui Palapa Ring.
“Ini jadi jalan bagi pemerintah untuk memberikan akses kepada daerah-daerah yang terhalang finansial. Pemerintah harus melayani seluruh wilayah Indonesia, tidak peduli daerah itu menguntungkan atau tidak,” ujar Rudiantara.
ADVERTISEMENT
Tak hanya mengupayakan kesetaraan akses, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga akan mengupayakan kesetaraan tarif akses data yang akan diberlakukan oleh operator. “Pemerintah dalam hal ini tidak akan menerapkan tarif atas dan bawah, tujuannya agar terjadi diskusi dengan industri telekomunikasi dalam merumuskan kebijakan yang tepat jika nantinya proyek ini sudah berjalan,” kata Rudiantara.
Peluang ekonomi digital terbesar di ASEAN
Salah satu alasan mengapa pemerintah memperjuangkan proyek Palapa Ring adalah karena Indonesia berpotensi menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Perlahan tapi pasti, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kontribusi pasar digital terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Kontribusi tersebut mencapai 3,61 persen pada tahun 2016, lalu meningkat jadi 4 persen di 2017.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan studi McKinsey pada 2016 lalu, perekonomian Indonesia bisa berkembang sebesar US$150 miliar (sekitar Rp2 kuadriliun) pada tahun 2025, atau sepuluh persen dari PDB Indonesia saat itu. Perkembangan tersebut diprediksi mampu menyerap sekitar empat juta tenaga kerja.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan jumlah penduduk berusia produktif Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan berada di atas 60 persen dari seluruh penduduk, dengan kontribusi 27 persen di antaranya adalah generasi muda. Jumlah penduduk kelas menengah juga diperkirakan meningkat, di mana 135 juta penduduk diprediksi akan memiliki penghasilan bersih di atas kisaran US$3.600 (sekitar Rp49 juta) dan menjadi konsumen dominan e-commerce.
Tantangan di luar aspek infrastruktur
Selain masalah infrastruktur, pemerintah juga dihadapkan dengan tantangan lain bila ingin serius mewujudkan visi ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara pada 2020. Head of Consultant International Data Corporation (IDC) Indonesia Mevira Munindra berpendapat perlu badan khusus dari pemerintah yang memonitor transformasi digital.
ADVERTISEMENT
Transformasi yang dimaksud adalah penerapan teknologi digital dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Perubahan atau transformasi ini menjangkau perorangan dan seluruh segmen masyarakat.
Tidak hanya fokus melakukan percepatan infrastruktur, menurut Rudiantara, pemerintah juga perlu mengupayakan sosialisasi pentingnya literasi digital kepada masyarakat agar dapat digunakan untuk kegiatan yang produktif dan meningkatkan kesejahteraan.
“Yang harus kami tata bukan hanya media sosialnya. Literasi juga harus ditingkatkan agar masyarakat bisa memilah dan memilih, mana informasi yang benar, yang harus diteruskan di media sosial. Juga media sosial digunakan untuk hal yang produktif,” jelas Rudiantara.
Bonus demografi tersebut merupakan peluang untuk memenangkan persaingan global. Ekonomi digital tak dapat direalisasikan jika Indonesia masih bermasalah dengan ketimpangan akses internet.
ADVERTISEMENT
Sumber : techinasia.com