57 Operator Galian C di Kota Sorong Berhasil Diamankan

Konten Media Partner
26 September 2020 20:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktiftas galian C di Kota Sorong. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Aktiftas galian C di Kota Sorong. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Gakkum KLHK Wilayah Maluku-Papua bersama tim gabungan melakukan operasi ke lokasi tambang ilegal galian C yang berada di kawasan hutan lindung Remu Kota Sorong, Papua Barat. Dalam operasi tersebut KLHK berhasil menghentikan aktivitas dan mengamankan peralatan operasi dan 57 orang operator,belum lama ini.
ADVERTISEMENT
Operasi gabungan tersebut melibatkan Dinas Kehutanan Papua Barat, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Papua Barat, Denpom XVII/1 Sorong, Satuan Batalion B Pelopor Sat Brimob Polda Papua Barat, dan KPHL Unit II Sorong.
"Saat ini kami sedang memeriksa dan meminta keterangan dari 57 operator yang diamankan. Jika cukup bukti ada tindak pidana, penyidik akan melanjutkan ke tingkat penyidikan," jelas Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Maluku-Papua, Leonardo Gultom melalui Press Release yang di terima media ini.
KLHK mengamankan aktifitas penggalian di Kota Sorong. Foto: Istimewa
Leonardo Gultom menambahkan bahwa operasi gabungan itu merespon pengaduan masyarakat atas masifnya penambangan ilegal galian C di kawasan Hutan Lindung Remu, Kota Sorong, Papua Barat, yang mengakibatkan hilangnya wilayah serapan air dan meningkatkan resiko bencana. Dampak dari penambangan ilegal mengakibatkan banjir dan tanah longsor.
ADVERTISEMENT
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat H. Runaweri. F, menyatakan mendukung kegiatan operasi di kawasan hutan lindung remu Kota Sorong, karena kegiatan penambangan illegal tersebut sudah terjadi bertahun-tahun sehingga merusak tutupan hutan dan merugikan kelestarian alam.
Lokasi penambangan illegal tersebut, lanjut Runaweri berada dalam kawasan hutan lindung berdasarkan pada surat keputusan No. 783/Menhut-II/2004 tanggal 22 September 2014, sehingga berdasarkan pada SK tersebut kegiatan penambangan jelas-jelas melanggar ketentuan undang-undang.
Tampak alat berat di pasang police line. Foto: Istimewa
Dukungan juga disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Abdul Latief Suaeri yang menyatakan jika dampak dari penambangan illegal tersebut telah merusak kondisi lingkungan di Kota Sorong, banjir dan tanah longsor adalah bukti telah adanya kerusakan ekologis di Kota Sorong.
ADVERTISEMENT
Penegakan hukum lingkungan mutlak dilakukan untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat dan sekaligus menjadi aat pemerintah untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup tutup Abdul Latief.
Sementara itu Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa kejahatan penambangan ilegal dan perusakan kawasan hutan harus ditindak tegas dan pelakunya dihukum seberat-beratnya.
Dampak dari kejahatan ini jelas sekali merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat, serta sangat merugikan negara. Harus kita hentikan sekelompok orang yang melakukan kejahatan untuk memperkaya diri mereka dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat serta merugikan negara.
Tampak aktifitas galian C yang diamankan tim KLHK di Kota Sorong. Foto: Istimewa
“Saya ingatkan bahwa kami tidak akan berhenti menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan penambangan ilegal di kawasan hutan. Kami akan terus memburu pelaku yang menjadi otak penambangan ilegal galian C dikawasan hutan ini. Para pelaku akan ditindak dengan pidana berlapis baik menggunakan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) maupun UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Operasi penegakan hukum ini menjadi peringatan bagi pelaku kejahatan atas sumber daya alam. Kami tidak akan membiarkan kejahatan ataupun kegiatan ilegal bentuk apa pun di dalam kawasan hutan karena akan merusak lingkungan, mengancam keselamatan masyarakat dan merugikan negara,” tegas Rasio Sani
ADVERTISEMENT
Pelaku akan dikenakan Pidana Berlapis yaitu Pasal 17 Ayat 1 Jo. Pasal 89 Ayat1 dan Ayat 2 Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman penjara pidana paling lama 20 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 50 miliar. Penyidik juga akan menggunakan Pasal 98 dan/atau Pasal 109 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 15 miliar.
Reporter: Kolo