Konten Media Partner

Kisah Bandara Pertama di Papua Barat yang Kini Tinggal Puing Kenangan

3 November 2020 9:53 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sisa kejayaan dari Bandara Jefman, foto : Yanti
zoom-in-whitePerbesar
Sisa kejayaan dari Bandara Jefman, foto : Yanti
ADVERTISEMENT
Sebagai bandar udara (Bandara) pertama di Papua Barat, Bandara Jefman yang berada di Pulau Jefman, Distrik Salawati, Kabupaten Raja Ampat, dulunya memiliki kejayaan dan sangat terkenal bahkan di seantero Indonesia. Tidak seperti bandara lainnya yang berlokasi ditengah pusat kota, Bandara Jefman justru sangat terkenal karena berlokasi di tengah pulau yang hanya dikelilingi lautan.
ADVERTISEMENT
Dulunya, bagi masyarakat dari wilayah Sorong Raya yang ingin bepergian dengan menggunakan pesawat, harus merogoh kocek lebih untuk menyewa longboat atau speedboat yang akan mengantarnya ke Pulau Jefman. Dengan menggunakan longboat, perjalanan dari Pelabuhan Doom, Kota Sorong menuju Pulau Jefman dapat memakan waktu sekitar 1 jam. Namun jika ingin lebih cepat sampai karena takut ketinggalan pesawat, para penumpang dapat menyewa speedboat dengan waktu tempuh sekitar 30-45 menit.
Mess milik maskapai Pelita Air Service yang menjadi satu-satunya bangunan yang tersisa di Bandara Jefman, foto : Yanti
Meskipun harus merogoh kocek lebih dengan menyewa perahu untuk menyeberangi lautan yang tidak jarang sering ada ombak atau gelombang laut, namun dulunya banyak warga yang senang sekali mengantarkan sanak saudara, keluarga atau teman yang hendak berangkat dengan pesawat di Bandara Jefman. Hal ini karena mereka tidak hanya sekadar mengantar, tetapi mereka juga sekaligus dapat membeli aneka buah seperti durian, langsat, dan matoa serta aneka hasil laut seperti ikan, cumi, dan udang dengan harga yang sangat murah.
ADVERTISEMENT
Contohnya, di Pulau Jefman dulu ikan segar jenis samandar lamu-lamu atau ikan oci dengan isi pertali sekitar 10-15 ekor ukuran sedang, hanya dijual dengan harga Rp 1000. Sementara untuk buah durian, hanya dijual 10.000-15.000 perbuah, sedangkan untuk buah matoa dan buah langsat dijual dengan harga 2000 per tempat.
Penampakan salah satu warung makan yang dulu sangat terkenal, kini sudah rusak, foto : Yanti
Selain itu, para pengantar juga dapat menikmati aneka kuliner dari seafood segar yang tentunya sangat lezat dan nikmat, yang dihidangkan di beberapa warung makan yang ada di Pulau Jefman.
Namun sayangnya, sejak bandara dipindahkan ke pusat Kota Sorong atau yang sekarang dikenal dengan Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong pada tahun 2004 silam, semua itu tinggal kenangan. Dimana kondisi Bandara Jefman dari tahun 2004 sampai sekarang, semakin memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Saat saya meluangkan waktu untuk berjalan-jalan di Pulau Jefman pada Minggu (1/11) kemarin, saya sangat sedih melihat kondisi Bandara Jefman yang dulunya menjadi pintu gerbang di tanah Papua, kini sudah tidak terawat lagi.
Bangunan terminal penumpang Bandara Jefman kini sudah rata dengan tanah, foto : Yanti
Di bagian sisi kiri dan kanan dari runway dan landasan pacu, rumput tampak tumbuh subur. Sementara terminal penumpang dan Tower ATC atau yang disebut dengan Air Traffic Controller yang memiliki peran penting dalam efisiensi serta kelancaran arus lalu lintas penerbangan di Jefman, bangunannya yang dulu berdiri kokoh kini sudah tidak ada lagi.
Selain itu, gudang tempat penampungan dan penimbangan cargo penumpang milik maskapai Merpati Airlines serta hanggar pesawat yang dulunya sangat besar dan letaknya di samping Mess Maskapai Pelita Air, juga kini sudah rata dengan tanah.
ADVERTISEMENT
Hanya ada satu bangunan yang tersisa dan menjadi kenangan dari kejayaan Bandara Jefman. Yaitu bangunan Mess milik Maskapai Pelita Air Service, yang dulunya dijadikan tempat istirahat dari para awak pesawat Pelita Air. Kini mess tersebut ditinggali oleh beberapa orang warga Jefman.
Kenangan dari kejayaan Bandara Jefman, gaoura selamat datang yang masih berdiri kokoh, foto : Yanti
Selain mess Pelita, gapura selamat datang di Pulau Jefman juga masih tampak berdiri kokoh. Jembatan yang terbuat dari kayu besi yang dulunya menjadi tempat sandar kapal ferry dan speedboat serta longboat, juga kini kondisinya sudah rusak parah. Tiang besi di dermaga yang menjadi tiang pancang, juga tampak sudah mulai rapuh karena tergerus air laut.
Meskipun Bandara Jefman kini sudah tinggal kenangan, namun warga asli Pulau Jefman yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan, lebih memilih untuk tetap bertahan tinggal disana. Untuk dapat bertahan hidup, mereka mengandalkan hidup dari hasil pencarian hasil laut yang kemudian dijual di Kota Sorong.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, Pulau Jefman kini masih tetap ada dihati masyarakat Sorong Raya. Hal ini terbukti dengan banyak warga Kota Sorong dan sekitarnya yang tetap datang jalan-jalan ke Pulau Jefman, untuk sekadar menikmati keindahan alam dari pulau yang berada di Distrik Salawati Kabupaten Raja Ampat ini.
Kondisi jembatan di Pulau Jefman kini, tampak rusak parah, foto : Yanti
Warga asli memilih bertahan tinggal di Pulau Jefman dan berprofesi sebagai nelayan untuk bertahan hidup, foto : Yanti
Sisa kenangan dari Bandara Jefman, foto : Yanti
Kondisi lapangan pacu Bandara Jefman kini, foto : Yanti
Kondisi runway Bandara Jefman yang tidak terawat lagi, foto : Yanti