Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.5
21 Ramadhan 1446 HJumat, 21 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Menengok Sejarah Kain NTT yang Jadi Harta Berharga Orang Papua
15 April 2019 13:10 WIB
ADVERTISEMENT

Kain Tenun milik Nusa Tengara Timur (NTT) menjadi salah satu pusaka bagi masyarakat Papua pada umumnya. Kain tersebut digunakan masyarakat Papua menjadi mas kawin, maupun sebagai alat dalam menyelesikan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat adat Papua.
ADVERTISEMENT
Kain tenun NTT ternyata memiliki sejarah panjang. Hal itu disampaikan Koordinator sarung tenun NTT Fransikus Weli, ketika di konfirmasi wartawan Senin (15/04).
“Beredarnya kain tenun NTT memiliki sejarah yang cukup unik. Sejak jaman penjajahan Portugis hingga kini. Pada jaman penjajahan Portugis menyisiri daerah timur mulai dari Pulau Tmor dan Pulau Flores. Saat itu masih diabawah kendali Bangsa Portugal,mengambi hasil didaerah tersebut terutama rempah – rempah untuk dibawah ke daerahnya,”ujar Fransikus, Senin (15/04).
Pada masa penjajahan portugis, hasil kebun yang mereka rampas diantaraya rempah-rempah diboyong hingga habis. Setelah rempah-rempah dirampas penjajah memakasa masyarakat untuk menebang hutan (kerja rodi) untuk menanam kapas.
”Selesai rempah – rempah dihabiskan,para penjajah memaksa penduduk untuk menebang semua hutan untuk dijadikan kebun kapas. Kerja paksa yang dilakukan penjajah kepada penduduk tersebut,dengan kejam para penjajah menyuruh masyarakat untuk menebang hutan. Setelah hutan ditebang, masyrakat diberi petunjuk untuk menanam kapas,”tuturnya.
ADVERTISEMENT
Dengan keterabatsan dan intimidasi dari Portugal masyarakat pada waktu itu, menuruti menanam biji kapas. Mereka merawat sampai tanaman tersebut menghasikan kapas, masyarakat diberi petunjuk untuk memintal mejadi benang. Setelah memintal dan menenun hasil tersebut dibawah menujuh Irian Jaya yang kini disebut Papua.
Penduduk di daerah Papua pada waktu itu belum mempunyai pakaian untuk menutupi tubuh mereka,sehinggah para penjajah melakukan perjalanan ke Papua membawa serta kain hasil tenunan masyarakat NTT dengan tujuan yang sama yaitu mengambil rempah-rempah dan ditukar dengan kain asal NTT (barter).
”Dalam perjalanan pelayaran pejajah masuk di daerah Papua,keadaan masyarakat Papua pada waktu itu belum mengenal kain untuk menutupi tubuh. Saat itu warga mengenakan kulit kayu, dan daun. Melihat keadaan itu para penjajah mengambil rempah-rempah dengan menukarnya dengan kain yang dibawah dari NTT,”jelasnya.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalanya waktu dan perkembangan zaman, masyarakat NTT merantau ke Papua,ketika di Papua mereka melihat bahwa kain Pusaka itu sama persis dengan kain dari NTT. Maka masyarakat Papua menyuruh orang Timur untuk mengambil hasil tenunan yang sama itu di bawah ke Papua.
Kain itu tersebut dibawah orang NTT kedaerah Papua dan menukarnya dengan uang. Sekarang masyarakat NTT dan Papua khususnya Teminabuan Kabupaten Sorong Selatan (sorsel), melakukan jual beli bukan lagi di barter. Masyarakat Papua khususnya Teminabuan sampai sekarang,menjadikan kain Timur sebagai Pusaka. Sehinggah dalam perkawinan atau masalah-masalah yang terjadi mereka jadikan kain timur sebagai penyelesaianya.
“Harga kain berfariasi tergantung permintan. Saat ini Masyarakat Papua memburu kain jenis Baheng, Rii,Tafak,Serak,sarin,toba. Sementara yang paling diminati sarung jenis kelekes yang digunakan untuk membelis kaum wanita,” tutupnya.
ADVERTISEMENT
Pewarta:Fransikus X.Ea