Konten Media Partner

Pegunungan Arfak Dikategorikan Kabupaten Tidak Endemis Kaki Gajah

23 September 2019 16:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
171 puskesmas se-Papua Barat harus bersinergi laksanakan program POPM Filariasis. Foto : Balleo News
zoom-in-whitePerbesar
171 puskesmas se-Papua Barat harus bersinergi laksanakan program POPM Filariasis. Foto : Balleo News
ADVERTISEMENT
Pemerintah Papua Barat akan melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis pada bulan Oktober 2019 untuk semua kabupaten di Provinsi Papua Barat, kecuali Kabupaten Pegunungan Arfak yang dikategorikan sebagai kabupaten tidak endemis kaki gajah dan Kabupaten Kaimana, karena sudah masuk fase pre tas (sudah 5 tahun melaksanakan POPM filariasis) dan akan dievaluasi bulan Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Otto Parorrongan yang diwakili Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Dr Nurmawati mengatakan POPM Filariasis ini ditujukan untuk semua penduduk berusia 2-70 tahun sebanyak 863.655 jiwa.
Dikatakannya, filariasis atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit kaki gajah masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia, karena baik anak-anak maupun dewasa baik pria maupun wanita semua bisa tertular penyakit kaki gajah.
Pembukaan POPM Kaki Gajah ditandai pemukulan tifa. Foto : Balleo News
"Filariasis ditularkan dengan perantaraan nyamuk sebagai vektornya. Berbeda dengan penyakit DBD atau malaria yang hanya ditularkan oleh satu jenis nyamuk tertentu, penyakit filariasis dapat ditularkan oleh semua jenis nyamuk," ungkapnya pada acara Sosialisasi, Koordinasi dan Pencanangan Pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal Kaki Gajah dan Cacingan Provinsi Papua Barat Tahun 2019, yang berlangsung di Vega Hotel Sorong, Senin (23/9).
ADVERTISEMENT
Lanjutnya, karena semua jenis nyamuk bisa menularkan penyakit kaki gajah, maka pencegahan yang perlu dilakukan adalah pemberantasan sarang nyamuk, menghindari gigitan nyamuk dan minum obat pencegah kaki gajah. Dari 514 kabupaten atau kota di Indonesia, sebanyak 236 kabupaten/kota yang tersebar di 28 provinsi masih merupakan daerah yang endemis filariasis. Di Papua Barat, hanya Kabupaten Pegunungan Arfak yang tidak dikategorikan sebagai daerah endemis kaki gajah.
"Kegiatan minum obat pencegahan penyakit kaki gajah disebut pemberian obat pencegahan massal (POPM) Filariasis yang tujuannya untuk menurunkan mikrofilaria rate di wilayah endemis. Yang mana obat pencegah penyakit kaki gajah yang diberikan pada POPM, terdiri dari kombinasi tablet Diethylcarbamazine (DEC) 100 mg dan tablet Albendazole 400 mg.
ADVERTISEMENT
Adapun dosisnya untuk usia 2-5 tahun adalah 1 tablet DEC dan 1 tablet Albendazole. Usia 6-14 tahun mendapat 2 tablet DEC dan 1 tablet Albendazole, dan bagi yang berusia diatas 14 tahun mendapat 3 tablet DEC dan 1 tablet Albendazole.
"Selain membunuh cacing filaria, obat ini mampu membunuh cacing lainnya. Sehingga dengan minum obat, justru kita mendapat manfaat ganda. Karena selain mencegah filaria, juga mencegah kecacingan. Yang perlu diperhatikan adalah obat diminum sesudah makan dan dianjurkan diminum di depan petugas kesehatan," bebernya.
Menurut dr Nurmawati, program POPM yang dilakukan selama 5 tahun berturut-turut sangat bermanfaat, karena menghindarkan masyarakat dari 2 penyakit sekaligus. Yakni mencegah penyakit kaki gajah dan menurunkan infeksi cacing usus yang juga berperan dalam kejadian kurang gizi dan stunting pada anak, juga kejadian anemia pada remaja.
ADVERTISEMENT
Pegawai Dinkes Kabupaten Raja Ampat. Foto: Balleo News
"Pemerintah Papua Barat telah melaksanakan POPM filariasis dan semua kabupaten mencapai target dengan pencapaian 85,15% dari target minimal 65%. Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Kementerian Kesehatan sangat mengharapkan agar semua pemerintah daerah berkomitmen untuk mendukung dan mengupayakan agar jangan sampai ada masyarakat yang terlewat atau menolak untuk tidak minum obat pencegah kaki gajah," jelasnya seraya menambahkan dalam kegiatan ini melibatkan sebanyak 171 puskesmas se-Papua Barat.
Pengobatan ini, kata Nurmawati, dinilai sangat aman meski jarang terjadi, namun terkadang muncul reaksi pasca pengobatan seperti sakit kepala, demam, mual atau muntah dan mudah mengantuk yang berlangsung selama 3 hari dan dapat sembuh tanpa diobati. Namun bila ada keluhan lain yang terjadi, segera hubungi tenaga kesehatan di Puskesmas terdekat.
ADVERTISEMENT
Reporter: Ana