Konten Media Partner

Perempuan Sumba Menilai Geser APBD NTT Terkesan Otoriter

2 Juli 2019 16:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perempuan Sumba,  Marlina Selvia Eflin MM.,M.Psi.,Psikolog. foto;istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan Sumba, Marlina Selvia Eflin MM.,M.Psi.,Psikolog. foto;istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pergeseran APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun 2019, untuk sejumlah item program dan proyek pembangunan, masih menyisakan soal. Setiap faksi di DPRD NTT terus memperdebatkan dan mempertanyakan, alasan pergeseran anggaran tersebut. Dan hal ini pun mendapat respon dari masyarakat NTT. Salah satunya dari Perempuan Sumba, Marlina Selvia Eflin Walu, MM.,M.Psi.,Psikolog.
ADVERTISEMENT
Eflin Walu menilai, pergeseran sepihak yang dilakukan Pemprov NTT, tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPRD NTT, mencerminkan Pemrov NTT sangat otoriter terhadap penggunaan anggaran.
"Terkesan Pemprov sangat otoriter dalam penggunaan anggaran. Sehingga seenaknya APBD ini digeser tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPRD NTT," kata Marlina Selvia Eflin Walu, MM.,M.Psi.,Psikolog, Selasa (2/7).
Perempuan Sumba ini merasa tersentak, ketika mengetahui adanya dana APBD 2019 untuk pembangunan infrastruktur jalan di NTT, khususnya Sumba Timur dikurangi. Untuk Sumba Timur awalnya dianggarkan Rp 74 Miliar, setelah itu dikurangi sampai Rp 47 miliar. Sehingga tidak sesuai dengan anggaran yang sudah ditetapkan.
"DPRD dan Pemerintah adalah mitra. Harus saling menjaga dan menghormati dalam tugas dan fungsinya, dari pembahasan anggaran, penetapan, pelaksanaan sampai pada evaluasi. Dan ini harus ada kerjasama sebagai mitra yang baik," ungkap Marlina Selvia Eflin Walu, MM.,M.Psi.,Psikolog.
ADVERTISEMENT
Kata Psikolog ini, pergeseran alokasi anggaran ini, bisa saja dipengaruhi oleh ego wilayah yang terbangun di lingkup Pemprov NTT. Dengan itu, pengambilan keputusan dan penganggaran APBD, akan mementingkan wilayah-wilayah tertentu.
"Ego wilayah ini juga membuat pengambilan keputusan itu akan mementingkan wilayah tertentu, dan akhirnya merugikan pihak yang tidak terwakili. Mereka bisa jadi apatis atau pasrah dengan mengatakan, tidak apa-apa, sudah lumayan dapat dana, daripada tidak sama sekali,"ungkapnya.
Jangan Memantik Rasa Cemburu
Pengamat Politik Universitas Muhamadya Kupang, Dr. Ahmad Atang. Foto;Istimewa
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang mengatakan, pemerintah semestinya memperhatikan keadilan wilayah dalam alokasi anggaran. Pasalnya, bisa saja menimbulkan kecemburuan antardaerah. Sehingga pendekatan bukan untuk sebuah keadilan namun lebih bernuansa kepentingan dan urgensitas.
"Mesti diperhatikan soal keadilan. Jika satu mata anggaran yang dialokasikan untuk kabupaten tertentu, kemudian digeser ke daerah lain, bisa menimbulkan kecemburuan antardaerah," timpal Dr.Ahmad Atang.
ADVERTISEMENT
Dikatakannya, dilihat dari mekanisme politik anggaran yang berlaku, mata anggaran yang dinyatakan sah dan legal, apabila telah disahkan secara politik oleh DPRD. Karena itu dalam penggunaannya, tentu sesuai dengan peruntukan yang disahkan melalui APBD.
Lanjut Ahmad Atang, meski demikian, penggunaan anggaran menjadi domain eksekutif. Sehingga adanya pergeseran anggaran, sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah.
Ketika DPRD merasa pengelolaan anggaran tidak sesuai peruntukan karena ada pergeseran, pemindahan, maka ada ruang untuk dipertanyakan.
"Bagi saya ini hanya soal fatsun politik antarlembaga kemitraan terkait kewenangan dan otoritatif yang kurang dibangun. Sehingga ada kecurigaan soal dana siluman dan sebagainya," kata Ahmad Atang.
Katanya, apapun orientasinya, pemerintah mestinya menjelaskan pergeseran anggaran dimaksud agar ada kesamaan persepsi antara eksekutif dan legislatif. Polemik ini hanya bisa diselesaikan melalui ruang dialog.
ADVERTISEMENT
"Pemprov NTT semestinya menjelaskan pergeseran anggaran. Sehingga ada kesamaan persepsi legislatif dan eksekutif. Dan ini bisa selesai kalau dialog,"pungkas Doktor asal Lembata.
Pewarta: Alvin Johan Lamaberaf