Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Perjuangan Pria Papua Nugini demi Bisa Terus Bersekolah di Indonesia
12 April 2019 16:53 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB

ADVERTISEMENT
Panki Kahang (20 tahun) adalah seorang siswa yang sedang menempuh pendidikan di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel), Papua Barat. Putra asli Papua Nugini ini sudah meninggalkan kampung halamannya sejak ia mengenyam pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), tepatnya pada 2011.
ADVERTISEMENT
Alasan utama Panki pindah ke Sorsel adalah karena ia diberhentikan dari sekolahnya di Papua Nugini. Hal ini dikarenakan ia tidak bisa melunasi biaya pendidikan di sana.
"Pada waktu saya diberhentikan dari sekolah, karena tidak membayar uang sekolah, (hal itu) tidak mengurungkan semangat (saya). Berbagai cara saya lakukan untuk membayar uang sekolah, di antaranya dengan mendulang emas secara tradisional. Saat saya sudah mendapatkan uang untuk saya coba membayar uang sekolah, namun pihak sekolah menolak dengan alasan keterlambatan," ujar Panki, ketika dikonfirmasi di rumahnya, Jumat (12/4).
Panki juga menceritakan terkait bagaimana awal mula ia bisa bersekolah di Indonesia. Ia mengaku berkenalan dengan seorang warga Pegunungan Bintang, Papua, yang kebetulan juga bekerja sebagai penambang emas tradisional.
ADVERTISEMENT
"Saya coba ceritakan suka duka dan keinginan untuk terus bersekolah. Di situ saya menemukan jawaban dan jalan keluar untuk bisa melanjutkan sekolah di Indonesia. Tepat pada 2011, bersama beberapa teman saya menuju Pegunungan Bintang dengan menempuh perjalanan selama satu minggu dengan menggunakan jalan tikus (jalan lintas)," ujarnya.
Setelah tiba di Pegunungan Bintang, Panki bertemu dengan salah satu guru Sekolah Dasar (SD) di sana dan menyampaikan niat besarnya untuk dapat kembali bersekolah. Alhasil, niat baiknya itu disambut baik oleh guru tersebut. Namun, ia sempat merasa takut, lantaran tidak dapat berbahasa Indonesia.
"Saya mengalami ketakutan tersendiri karena belum bisa berbahasa Indonesia dengan baik," ujarnya.
Demi bisa mempelajari Bahasa Indonesia, Panki rela mengulang jenjang pendidikannya mulai dari tingkat kelas 4 di salah satu SD di Pegunungan Bintang. Itulah sebabnya, di usianya yang kini sudah kepala dua, dia masih duduk di kelas 3 SMK.
ADVERTISEMENT
"Saat itu para guru menginginkan agar saya dibuatkan ijazah SMP. Namun, saya tolak karena jika dibuatkan ijazah SMP maka saya tidak akan tahu bahasa Indonesia. Sehingga saya memilih untuk belajar di salah satu SD di Pegunungan Bintang, kelas 4," katanya.
Selama bersekolah di SD tersebut, Panki tinggal di rumah salah seorang warga. Selain mendapat bantuan tempat tinggal dan makan dari warga, Panki juga memilih untuk bertani agar bisa bertahan hidup.
"Saya buka kebun di sana, saya menanam sayur, petatas, keladi. Akhirnya saya buatkan pondok agar bisa tidur. Pakaian saya titipkan di keluarga itu, jadi pulang sekolah buka pakaian dan titip. Jadi waktu saya habiskan di kebun," ujarnya sambil menangis.
Namun, ia mengaku mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari keluarga tempat ia menumpang tinggal.
ADVERTISEMENT
"Saya memang diperlakukan tidak bagus, ketika pagi keluarga (tempat dimana dia) numpang tinggal, menyiapkan makanan 3 piring di antaranya untuk kedua anaknya dan saya sendiri. Namun saat siang hari, mereka hanya menyiapkan dua piring nasi. Saya tinggalkan rumah dalam keadaan lapar. Saya menangis dan ingin kembali ke Papua Nugini. Makanan saya setiap hari selama satu tahun itu kulit petatas (ubi jalar), yang dibuang warga," ujarnya dengan terbata-bata.
Pada tahun 2012, Panki meninggalkan rumah keluarga itu. Saat itu, ia sudah naik jenjang ke kelas 5 SD. Ia menumpang tinggal di rumah salah satu guru. Hingga kelas 2 SMP, ia menempuh pendidikannya di Pegunungan Bintang.
Barulah sejak kelas 3 SMP hingga sekarang, ia tinggal di sebuah rumah kosong yang sudah ditinggalkan oleh pemiliknya di wilayah Sorsel. Rumah itu kondisinya juga sangat memprihatinkan.
Hingga berita ini diturunkan status kewarganegaraan Panki masih menjadi Warga Negara Papua Nugini. Ia mengatakan tertarik untuk menjadi Warga Negara Indonesia, jika nanti ia berkesempatan untuk berkuliah di Jakarta.
ADVERTISEMENT
"Saya sedang cari beasiswa," ujar Panki yang sempat mengungkapkan keinginannya berkuliah di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Ya, di tengah hidup yang serba terbatas, Panki menolak menyerah. Ia ingin terus menempuh pendidikan, tak ingin berhenti di jenjang SMK. Cita-citanya ingin menjadi kepala distrik di perbatasan Papua Nugini dan Indonesia.
Pewarta: Fransiskus X.Ea