Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Pulau Doom, 'Kota Belanda' yang Hilang di Papua Barat
28 April 2019 8:29 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
ADVERTISEMENT
Pulau Doom, yang terletak berhadapan langsung dengan Kota Sorong, Papua Barat, menyimpan misteri zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Di pulau ini, terdapat banyak peninggalan benda bersejarah yang sudah berangsung hilang.
Rumah-rumah yang dulu dibangun tentara Belanda begitu rapi berjejer, kini sudah tidak ada lagi. Apesnya lagi, gua yang menjadi tempat persembunyian tentara Jepang sudah tidak terawat. Padahal peninggalan sejarah tersebut menjadi buruan para wisatawan yang berkujung ke pulau tersebut.
ADVERTISEMENT
Sekitar 3 kilometer dari pelabuhan kecil Kota Sorong, beberapa pulau terlihat cukup jelas. Salah satunya yang paling terkenal adalah Pulau Doom. Pulau ini terlihat cukup dekat dengan Sorong dan benar saja hanya memerlukan waktu 15 menit dengan menggunakan perahu nelayan untuk mencapainya.
Pulau Doom, atau yang biasa disebut juga Pulau Dum, oleh masyarakat asli setempat (Suku Malamooi) memiliki arti pulau yang ditumbuhi banyak pohon buah. Hal ini beralasan karena banyak sekali tanaman buah-buahan yang tumbuh di pulau ini, terutama buah sukun yang paling mendominasi.
Pulau ini tidak terlalu besar karena memiliki luas hanya sekitar 5 kilometer persegi dan dapat dikelilingi habis hanya dalam waktu 45 menit. Walaupun demikian, pulau ini termasuk padat dan banyak ditinggali oleh para pendatang yang umumnya berasal dari Jawa, Buton, Bugis, atau Toraja.
ADVERTISEMENT
Pulau Doom sudah dikenal dan ditinggali sejak masa pendudukan Belanda. Istimewanya, pulau ini memiliki nilai sejarah. Belanda sudah melirik keberadaan pulau ini sejak tahun 1800-an dan kemudian Pulau Doom dijadikan sebagai ibu kota pusat pemerintahan Sorong yang disebut Onderafdeling sekitar tahun 1935.
Pada masa itu, Sorong sama sekali belum berbentuk kota, pusat kegiatan sepenuhnya berada di Pulau Doom.
Hal ini tentu saja membuat Doom lebih dulu mendapat aliran listrik, infrastruktur, dan berbagai fasilitas dibandingkan Sorong daratan. Jadi, tidak heran bila pada saat itu Pulau Doom yang paling bersinar di antara tempat-tempat lain di perairan Sorong. Oleh karena terang cahaya itu, masyarakat setempat juga menyebut Pulau Doom dengan sebutan 'Pulau Bintang'.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya Belanda, Jepang pun pernah merasakan tinggal di pulau ini. Pada masa Perang Dunia ke-2, Jepang menjadikan Pulau Doom sebagai basis pertahanan mereka di wilayah perairan Hollandia.
Tentara Jepang banyak membuat gua yang saling terhubung dengan banyak bunker pertahanan ala strategi perang Jepang kala itu. Oleh karenanya, tidak aneh bila saat ini kita akan menemukan banyak sekali gua peninggalan Jepang tersebar luas di wilayah daratan Pulau Doom.
Keberadaaan Belanda dan Jepang itu tentu saja memunculkan sebuah kondisi khusus bagi Pulau Doom saat ini. Pertama kali kami menjejakkan kaki di pulau ini, 'aura' sejarah sudah sangat terasa sekali. Bangunan-bangunan di Pulau Doom memiliki arsitektur yang sangat berbeda dengan wilayah Papua manapun, termasuk Kota Sorong.
ADVERTISEMENT
Rumah masyarakat Papua pada umumnya berbentuk panggung dan dibuat dari kayu, namun di Pulau Doom kita bisa menyaksikan rumah-rumah khas Belanda dengan konstruksinya yang terkenal kuat dan tersusun rapi. Berbagai fasilitas peninggalan Belanda seperti gardu listrik, gereja, dan gedung serba guna pun masih berdiri kokoh. Kami merasa seperti tidak berada di wilayah Sorong.
Pewarta: Paul