Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Tersangka Korupsi Pembangunan Tengki Septic Praperadilankan Kejati Papua Barat
24 Februari 2021 15:29 WIB
ADVERTISEMENT
Tersangka dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan tengki septic individual, pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Raja Ampat, Muchamad Nur Umlati mengajukan permohonan praperadilan melawan Kejaksaan Tinggi Papua Barat. Permohonan praperadilan tersebut, mulai disidangkan perdana di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Rabu (24/2).
ADVERTISEMENT
Sidang perdana yang beragendakan pembacaan permohonan praperadilan oleh Tim Kuasa Hukum Pemohon Benediktus Jombang dan kawan-kawan, di pimpin oleh Majelis Hakim Fabianes Wattimena. Pantauan Balleo News, dalam sidang tersebut, pihak Termohon dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Papua Barat tampak tidak hadir. Meskipun demikian, namun Majelis Hakim Fabianes Wattimena menyatakan sidang tetap akan dilanjutkan dan ditunda hingga Kamis (25/2), dengan agenda pengajuan bukti surat dari pihak Pemohon.
Tim Kuasa Hukum Pemohon Benediktus Jombang dan kawan-kawan usai persidangan mengaku sangat kecewa, karena pihak Termohon dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Papua Barat tidak hadir dalam agenda sidang pertama.
"Kami juga tidak tahu alasan apa dari pihak Kejati Papua Barat, sehingga tidak menghadiri agenda persidangan pembacaan permohonan praperadilan. Namun karena ini merupakan persidangan peradilan cepat, sehingga tidak bisa ditunda lama-lama. Makanya majelis hakim tadi tegaskan bahwa sidang tetap akan dilanjutkan besok, dengan agenda pengajuan alat bukti surat dari kami pihak pemohon praperadilan," ungkap Kuasa Hukum Pemohon Benediktus Jombang, kepada awak media, Rabu (24/2).
Dijelaskan Benediktus, pihaknya sangat menyesal atas tindakan dari pihak Kejati Papua Barat terhadap kliennya Muchamad Nur Umlati. Kenapa? Karena pihaknya melihat mulai dari proses penyidikan sampai pada penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya yang ditetapkan oleh Kejati Papua Barat, tidak sah dan menyalahi prosedur hukum.
ADVERTISEMENT
"Jadi kelihatannya, Kejati Papua Barat tergesa-gesa dalam mengambil tindakan. Mengapa kami mengatakan demikian, karena ketika tanggal 15 Februari, mereka panggil klien kami untuk diperiksa sebagai saksi. Namun dihari yang sama, mereka langsung menetapkan klien kami sebagai tersangka dan langsung ditahan tanpa didampingi kami selaku kuasa hukum," ujarnya.
Selanjutnya, Tim Kuasa Hukum Pemohon juga merasa ada yang salah dalam proses penyelidikan perkara yang menyeret kliennya oleh Kejati Papua Barat. Dimana pada saat penetapan tersangka sampai penahanan terhadap kliennya, Kejati Papua Barat justru menunjuk rekan pengacara di Manokwari untuk mendampingi kliennya.
"Hal ini yang membuat kami kaget. Padahal seharusnya dalam tindak pidana korupsi atau kasus pidana luar biasa, tersangka harus didampingi oleh kuasa hukum dan bukan penunjukkan seperti kasus pidana biasa," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Pihaknya juga, sambung Benediktus, merasa keberatan bahwa dalam proses penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan tengki septic individual, pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Raja Ampat, Kejati Papua Barat menggunakan hasil audit dari BPK Perwakilan Papua Barat.
Padahal dalam UUD 1945 pasal 22 e dan Undang-undang nomor 5 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, bahwa kewenangan konstitusional atau mendeclair ada tidaknya kerugian negara hanyalah BPK dan bukan BPKP.
BPKP, katanya, hanya melakukan audit internal dan setelah adanya temuan, baru mereka merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan. Namun sebelum dilakukan pemeriksaan, BPKP terlebih dahulu menyerahkan kepada inspektorat daerah atau bupati untuk memeriksa selama 60 hari.
"Namun selama 60 hari pemeriksaan belum selesai, pihak Kejati Papua Barat sudah mengambil temuan ini dan langsung melakukan penyelidikan. Langkah-langkah ini sudah menyalahi aturan undang-undang. Sehingga menurut hemat kami, dalam perkara ini tidak cukup dua alat bukti sebagaimana hukum acara pidana," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Benry Napitupulu selaku salah satu kuasa hukum Pemohon menduga, ketidakhadiran dari pihak Termohon karena pihak Kejati Papua Barat telah melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tipikor.
"Ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 102 yang menyatakan bahwa, apabila praperadilan diajukan tetapi perkara tersebut sudah diajukan ke Pengadilan Tipikor, maka otomatis perkaranya gugur. Tetapi tetap berjalan sampai sidang tipikor dibuka untuk umum, disitulah gugur praperadilan," pungkasnya.
Untuk diketahui bahwa, Muchamad Nur Umlati ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan tengki septic individual, pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Raja Ampat, dengan nilai anggaran sebesar Rp 7.062.287.000 (tujuh miliar enam puluh dua juta dua ratus delapan puluh tujuh ribu rupiah) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBD Kabupaten Raja Ampat tahun anggaran 2018. Dalam hal ini, bertindak sebagai pelaksanaan pekerjaan yaitu PT Arga Papua Jaya dengan melibatkan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
ADVERTISEMENT
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka Muchamad Nur Umlati didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 12 huruf e UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sesuai Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Nomor : Print-01/R.2/Fd.1/06/2020 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor : PRINT-29/R:/Fd.1/02/2021 serta Surat Perintah Penahanan Tersangka Nomor : Print-30/R.2/Fd.1/02/2021.
ADVERTISEMENT