Konten dari Pengguna

Menyajikan Kehidupan dan Moralitas pada Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga

Balqis Meira Salwa
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
24 Mei 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Balqis Meira Salwa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-bunga merupakan karya Kuntowijoyo yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1992. Cerpen ini mengisahkan tentang seorang anak laki-laki bernama Buyung yang tinggal di kota dengan keluarganya. Mereka baru pindah ke kota dan Buyung bersekolah setiap pagi, kemudian mengaji di sore hari. Ayahnya sibuk dengan pekerjaannya, sedangkan ibunya seperti ibu-ibu rumah tangga lainnya. Buyung memiliki sikap penasaran yang teramat dan ia lingkungan untuk mengintip rumah misterius yang berada di samping rumahnya, yang diceritakan didiami oleh kakek tua yang hidup seorang diri di rumah tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan pertama, Buyung hanya menemukan kebun bunga-bunga yang terhampar luas di halaman rumah kakek itu, namun tidak menemukan kakek tersebut. Kemudian di sore hari ketika peletakan-layang Buyung terputus, tanpa disadari Buyung ternyata sang kekek sudah berada di belakangnya dan mulai berbicara dengan Buyung. Kakek tersebut memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang bunga-bunga dan membagikan pengetahuan tersebut kepada Buyung. Mereka bermain-main di antara bunga-bunga, dan kakek bercerita tentang bagaimana bibit bunga diperoleh, dipelihara, dan diawinkan. Dalam cerpen Dilarang Mencintai Bunga-bunga, terdapat unsur intrinsik yakni tema, tokoh atau penokohan, alur, dan amanat.
Tema
Tema dalam cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-bunga" karya Kuntowijoyo adalah tentang perjuangan seorang anak, Buyung, untuk mengikuti stereotip laki-laki yang menempel pada masyarakat dan menghadapi konflik antara keinginannya sendiri dengan harapan orang tua. Cerpen ini juga mengeksplorasi tema-tema seperti kebebasan, identitas, dan peran gender dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam cerpen tersebut, Buyung, seorang anak laki-laki, dipaksa untuk mengikuti stereotip laki-laki yang menempel di masyarakat. Ayahnya berasumsi bahwa laki-laki tidak boleh menyukai bunga dan bahwa mereka harus fokus pada pekerjaan keras di luar rumah. Namun, Buyung memiliki keinginan yang berbeda dan lebih menyukai tinggal di dalam kamar daripada bermain di luar rumah dengan teman-temannya. Kakeknya, yang hidup sendiri, menjadi figur yang penting dalam cerpen ini. Kakek ini beranggapan bahwa keindahan dunia bukanlah dari apa yang biasa dilakukan orang, melainkan dari ketenangan jiwa dan keteguhan batin diri sendiri.
Alur
Alur dalam cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-bunga” karya Kuntowijoyo menggunakan alur maju, karena cerpen tersebut dimulai dari awal, tengah, hingga akhir cerita. Alur tersebut dapat diartikan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
• Pengenalan: Cerpen dimulai dengan pengenalan Buyung, seorang anak laki-laki yang tinggal bersama ayah dan ibunya di sebuah kota. Ayahnya bekerja keras dan sangat senang mendapatkan pekerjaan di kota, sehingga mereka baru pindah ke sana. Mereka belum mengenal banyak tetangganya, tetapi di samping rumah mereka ada sebuah rumah tua yang dipagari tembok tinggi, di mana tinggal seorang kakek yang hidup sendiri.
• Konflik: Buyung sangat penasaran dengan sosok kakek tersebut dan setiap hari ia mengungkap rumah sang kakek. Rumah kakek tersebut bersih dan penuh bunga-bunga, seperti rumah Jawa pada umumnya. Saat Buyung mencoba membuka pagar rumah sang kakek, teman-temannya mengatakan bahwa sang kakek itu keramat dan tidak seorangpun berani dengan dia.
ADVERTISEMENT
• Peningkatan Konflik: Meskipun demikian, Buyung tidak menyurutkan rasa ingin tahu untuk mengenal leluhurnya. Ia terus mengungkap rumah sang kakek dan akhirnya, sang kakek memperkenalkan diri dan menampilkan Buyung bagaimana cara merawat bunga-bunga. Buyung sangat terkesan dengan cara sang kakek merawat bunga-bunga dan mulai mengikuti contoh sang kakek.
• Krisis: Namun, ayah Buyung tidak setuju dengan kebiasaan Buyung yang lebih menyayangi bunga-bunga daripada mengerjakan pekerjaan keras lainnya. Ayahnya mengatakan bahwa laki-laki tidak perlu bunga dan harus melakukan pekerjaan keras. Hal ini membuat Buyung merasa bingung dan tidak tahu siapa yang harus dia percaya, ayah atau kakeknya.
• Penyelesaian: Cerpen ini berakhir dengan Buyung yang masih bingung dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Namun, cerpen ini juga menunjukkan bahwa Buyung telah belajar mengenai pentingnya merawat bunga-bunga dan bahwa hidup tidak hanya tentang pekerjaan keras, tetapi juga tentang keindahan dan kesenangan.
ADVERTISEMENT
Tokoh atau Penokohan
1. Buyung adalah tokoh utama dalam cerpen ini. Ia memiliki karakter yang sangat kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ia juga memiliki kebiasaan bertanya terhadap suatu hal yang ia anggap meremehkan, yang dibuktikan dalam beberapa kutipan cerpen. Buyung dipaparkan sebagai seorang anak yang memiliki keinginan yang berbeda dengan harapan orang tua. Ia ingin mengenal kakeknya lebih dalam, yang menjadi subjek dari keinginannya.
2. Ayah Buyung digambarkan sebagai sosok laki-laki yang tegas dan keras terhadap pendirian. Ia memiliki sifat yang keras terhadap laki-laki yang tidak boleh malas dan harus bekerja keras. Meski begitu, ayah juga memiliki sifat penyayang, meskipun cara penyampaian yang dilakukannya berbeda dengan sosok ibu.
ADVERTISEMENT
3. Kakek Buyung dipaparkan sebagai sosok yang memiliki keindahan jiwa dan keteguhan batin. Ia memiliki cara memandang yang berbeda terhadap keindahan dunia, yang tidak hanya terbatas pada apa yang biasa dilakukan orang. Kakek ini menjadi figur yang penting dalam cerpen ini, karena ia menjadi sumber inspirasi bagi Buyung untuk mengikuti jalan yang berbeda.
Amanat
Amanat dalam cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-bunga” karya Kuntowijoyo adalah bahwa keindahan jiwa dan keteguhan batin mengalahkan penderitaan. Amanat ini dikemukakan melalui dialog antara Buyung dan kakeknya, di mana kakeknya mengatakan bahwa “Ketenangan jiwa dan keteguhan batin mengalahkan penderita. Mengalahkan, bahkan kematian.”
.
.
.
Balqis Meira Salwa, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
• Kuntowijoyo. (1992). Dilarang Mencintai Bunga-bunga. Jakarta: Noura Books.