Konten dari Pengguna

Perkembangan Konsep Diri, Moral, Emosi, & Sikap: Pembentukan Karakter yang Kuat

Balqis Meira Salwa
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
14 Oktober 2024 10:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Balqis Meira Salwa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Concept of teaching, online learning and education. Female teacher or tutor with book. Flat vector illustration. Sumber: Vecteezy.com
zoom-in-whitePerbesar
Concept of teaching, online learning and education. Female teacher or tutor with book. Flat vector illustration. Sumber: Vecteezy.com
ADVERTISEMENT
a. Perkembangan Konsep Diri
Menurut Burns, konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita dan seperti apa diri kita inginkan. Menurut Mulyana (dalam Dewi, 2012: 8-9) Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah , jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana di dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah, jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana di dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain.
ADVERTISEMENT
Menurut Caulhoun dalam Ritandiyono dan Retnaningsih (2006:40) konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, harapan diri sendiri, dan evaluasi diri. Orang yang memiliki konsep diri negatif sangat sedikit mengetahui tentang dirinya. Ada dua jenis konsep diri negatif. Pertama, pandangan seseorang tentang dirinya benar-benar tidak teratur. Ia tidak memiliki kestabilan dan keutuhan diri. Ia benar tidak tahu siapa dirinya, apa ketakutan dan kelemahannya atau apa yang dihargai dalam hidupnya. Kondisi ini umumnya dialami oleh remaja. Tipe kedua dari konsep diri negatif adalah konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur. Mungkin karena didikan orang tua terlalu keras, individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari aturan-aturan yang menurutnya merupakan cara hidup yang tepat. Dalam kaitannya dengan evaluasi, konsep diri negatif merupakan penilaian negatif terhadap diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Ciri-Ciri orang yang memiliki konsep diri negatif antara lain:
1. Peka terhadap kritik,
2. Responsif terhadap pujian, meskipun ia berpura-pura menghindarinya,
3. Hiperkritis terhadap orang lain,
4. Merasa tidak disenangi oleh orang lain, sehingga menciptakan kehangatan dan keakraban dengan orang lain, dan
5. Pesimis terhadap kompetisi.
Dasar dari konsep diri yang positif adalah adanya penerimaan diri. Hal ini disebabkan orang yang memiliki konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik. Oleh karenanya konsep diri positif dapat menampung seluruh pengalaman dirinya, maka hasil evaluasi dirinya pun positif. Ia dapat menerima dirinya secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri atau bahwa ia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan. Tetapi ia tidak perlu merasa bersalah terus menerus atas keberadaannya. Dengan menerima diri sendiri maka ia dapat menerima orang lain (Ritandiyono dan Retnaningsih, 2006:42).
ADVERTISEMENT
Ciri-Ciri orang yang memiliki konsep diri positif antara lain:
1. Yakin akan kemampuannya untuk mengatasi suatu masalah,
2. Merasa setara dengan orang lain,
3. Menerima pujian dengan tanpa merasa malu,
4. Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat,
5. Mampu memperbaiki diri, karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanninya dan berusaha untuk mengubahnya.
b. Perkembangan Emosi
Umur Fakhrudin (2010:48) menjelaskan bahwa perkembangan emosi adalah proses yang berjalan secara perlahan dan anak dapat mengontrol dirinya ketika menemukan self comforting behavior atau merasa nyaman. Atau dengan kata lain, anak belajar emosinya secara bertahap.
Menurut Syamsu (2008:116-117) ciri-ciri emosi adalah:
ADVERTISEMENT
1. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologi lainnya, seperti pengamatan dan berpikir,
2. Bersifat fluktuatif (tidak tetap),
3. Banyak bersangkut pasti dengan peristiwa pengenalan panca indera.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
c. Perkembangan Moral, Nilai, dan Sikap
Nilai adalah ukuran baik buruk, benar salah, boleh tidak boleh, indah tidak indah suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, nilai mendasari sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan di masyarakat.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakukan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, dalam Zuldafrial, 2014: 30). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta sesuatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari.
Sikap secara umum diartikan sebagai kesedian bereaksi individu terhadap sesuatu. Sikap ini berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Tingkah laku yang dapat terjadi dan akan diperbuat seseorang dapat diramal jika diketahui sikapnya. Dengan kata lain, nilai perlu dikenalkan terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu dan akhirnya terwujud perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
Keluarga sebagai lingkungan pertama yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap seseorang. Biasanya tingkah laku seseorang berasal dari bawaan ajaran orang tuanya.
Di sekolah, anak-anak mempelajari nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat sehingga mereka juga dapat menentukan mana tindakan yang baik dan boleh dilakukan. Tentunya dengan bimbingan guru.
Dalam pengembangan kepribadian, faktor lingkungan pergaulan juga turut mempengaruhi nilai, moral, dan sikap seseorang. Pada masa remaja, biasanya seseorang selalu ingin mencoba suatu hal yang baru.
Masyarakat sendiri juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah berikut:
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Tidak hanya memberikan evaluasi, tetapi juga merangsang anak tersebut supaya lebih aktif dalam beberapa pembicaraan dan pengambilan keputusan.
Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan suatu pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman ini untuk menumbuhkan identitas diri, kepribadian yang matang dan menghindari diri dari konflik-konflik yang selalu terjadi dimasa ini.
.
.
.
Dosen Pengampu: Ibu Maolidah, M.Psi.
Daftar Pustaka
ADVERTISEMENT
Besari, A. (2021). Perkembangan Sikap dan Nilai Moral Peserta Didik Usia Remaja. Jurnal Paradigma, 11(1), 25-43.
Dewi, S. S. (2012). Konsep Diri Menurut Psikologi Kognitif.
Ritandiyono dan Retnaningsih. (2006). Seri Diktat Kuliah, Aktualisasi Diri. Jakarta: Universitas Gunadarma Press.
Fakhrudin, Asep Umar. (2010). Mendidik Anak Menjadi Unggulan. Yogyakarta: Manika Books.
Yusuf, Samsyu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Rosda, 2008), hlm.116-117
Zuldafrial. (2014). Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja. Al-Hikmah: Jurnal Dakwah, 8(2), 30.