Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Berita Klikbait & Moralitas Wartawan: Tantangan untuk Menjaga Kepercayaan Publik
30 September 2024 12:01 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Balqis Sulistiyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era digital dan serba cepat saat ini, berita klikbait telah menjadi fenomena yang semakin marak. Istilah *klikbait* merujuk pada judul atau konten yang sengaja dirancang untuk menarik perhatian pembaca dengan cara sensasional atau manipulatif, seringkali dengan janji yang tidak sesuai dengan isi sebenarnya. Meskipun strategi ini efektif dalam mendongkrak jumlah klik dan kunjungan situs, dampak jangka panjangnya terhadap kepercayaan publik dan etika jurnalisme patut dipertanyakan.
Tekanan industri media yang sangat kompetitif di dunia digital membuat banyak wartawan dan media tergoda untuk mengorbankan kualitas demi menarik perhatian pembaca dengan cara instan. Meskipun demikian, wartawan memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk menjaga integritas dan kebenaran dalam penyampaian berita. Lantas, bagaimana kita dapat menyeimbangkan antara tuntutan bisnis dan etika jurnalistik? Apakah wartawan harus tunduk pada tekanan industri, ataukah mereka memiliki peran yang lebih besar dalam menjaga kepercayaan publik?
ADVERTISEMENT
Berita Klikbait: Antara Sensasi dan Informasi
Pada dasarnya, klikbait bertujuan untuk memancing rasa ingin tahu pembaca dengan judul yang menarik perhatian. Sayangnya, seringkali judul ini tidak sejalan dengan isi berita. Artikel klikbait cenderung mengecewakan pembaca karena kontennya dangkal, tidak relevan, atau bahkan menyesatkan. Hal ini menimbulkan kerugian besar bagi integritas media, terutama karena kepercayaan publik terhadap berita menjadi semakin rendah.
Tuntutan Industri Media di Era Digital
Media online saat ini bersaing ketat dalam mendapatkan perhatian pembaca. Semakin banyak klik yang diperoleh, semakin besar pendapatan iklan yang bisa didapatkan. Fenomena ini menciptakan insentif bagi media untuk memproduksi lebih banyak konten yang sensasional dengan harapan meningkatkan lalu lintas situs. Sayangnya, hal ini sering mengorbankan kualitas jurnalistik.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, teknologi juga telah mengubah cara kita mengonsumsi berita. Algoritma platform media sosial dan mesin pencari seperti Google cenderung memberikan prioritas pada konten yang paling menarik perhatian, bukan yang paling akurat. Alhasil, media yang ingin mendapatkan eksposur lebih banyak terpaksa menyesuaikan diri dengan tren ini. Bahkan, kita menemukan akun-akun informasi dengan pengikut yang besar namun tidak terverifikasi Dewan Pers.
Namun, jurnalisme bukan hanya tentang menyediakan informasi cepat, melainkan juga menyediakan informasi yang benar dan mendalam. Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI);
AJI menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai etika jurnalistik di tengah derasnya tekanan industri. AJI juga mengingatkan bahwa;
Ini menegaskan bahwa penyajian informasi secara bertanggung jawab adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik, bukan dengan mengejar klik semata.
ADVERTISEMENT
Dampak Klikbait terhadap Kepercayaan Publik
Efek jangka panjang dari maraknya berita klikbait adalah penurunan kepercayaan publik terhadap media. Ketika masyarakat terus-menerus disuguhkan berita yang sensasional namun tidak informatif, mereka akan mulai meragukan kebenaran dan kredibilitas semua informasi yang disampaikan. Kepercayaan publik yang rusak ini dapat mempengaruhi demokrasi, karena masyarakat yang kurang percaya pada media cenderung terpengaruh oleh disinformasi atau berita palsu.
Menurut survei yang dilakukan oleh Reuters Institute for the Study of Journalism, kepercayaan masyarakat terhadap berita media online menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terkait langsung dengan meningkatnya prevalensi berita klikbait dan disinformasi. Ketika kepercayaan ini hilang, sangat sulit bagi media untuk memulihkannya. Oleh karena itu, menjaga integritas jurnalistik menjadi hal yang sangat penting dalam mempertahankan kepercayaan publik.
ADVERTISEMENT
Menjaga Etika Jurnalistik & Moralitas Jurnalis di Tengah Tantangan Digital
Di era digital, wartawan menghadapi dilema etis yang lebih besar. Di satu sisi, mereka dituntut untuk menghasilkan konten dengan cepat, menarik, dan sering diperbarui. Di sisi lain, mereka harus tetap memegang teguh prinsip-prinsip etika jurnalistik, seperti akurasi, objektivitas, dan keadilan. Bagaimana wartawan dapat menavigasi tantangan ini?
Pertama, wartawan perlu menyadari bahwa kepercayaan publik adalah aset terpenting bagi media. Jika kepercayaan ini hilang, media akan kehilangan relevansi dalam masyarakat. Oleh karena itu, mereka harus berhati-hati dalam memilih judul dan isi berita, memastikan bahwa konten yang mereka buat sesuai dengan fakta dan tidak menyesatkan pembaca.
Kedua, pendidikan literasi media juga sangat penting dalam era digital ini. Publik perlu dibekali kemampuan untuk mengenali berita yang kredibel dan membedakan antara informasi yang valid dan manipulatif. Media juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik pembaca agar tidak hanya mengandalkan judul, tetapi juga mengevaluasi isi berita secara kritis.
ADVERTISEMENT
Ketiga, perusahaan media perlu menciptakan budaya kerja yang mengedepankan etika jurnalistik, bukan hanya mengejar klik. Ini berarti memberikan insentif bagi wartawan yang menghasilkan laporan yang mendalam dan faktual, serta menghindari tekanan untuk memproduksi berita cepat yang tidak akurat.
Kesimpulan
Praktik klikbait merupakan ancaman serius bagi integritas jurnalisme dan kepercayaan publik terhadap media. Meski tantangan komersial dan tekanan kompetisi sangat besar di era digital, wartawan harus tetap berpegang pada prinsip etika dan tanggung jawab mereka kepada masyarakat. Dengan menolak sensasionalisme dan mengutamakan keakuratan, wartawan dapat terus berkontribusi dalam menyediakan informasi yang bermanfaat, sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap profesi mereka.
Oleh :
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas,
Balqis Sulistiyani.