Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kesetaraan Gender Masih Jadi Problematika Saat Ini
20 Oktober 2020 13:51 WIB
Tulisan dari Balqis Tsabita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai kesetaraan tentunya bukan lagi menjadi kata yang asing bagi setiap orang. Ketika mendengar kata atau kalimat yang mengandung ‘Kesetaraan’, pastinya pemikiran kita langsung mengarah pada hal yang seimbang atau memiliki kedudukan yang sama. Kesetaraan sendiri hadir dalam beragam bentuk, salah satunya kesetaraan antar gender atau jenis kelamin. Banyak orang yang mengetahui apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender, banyak juga dari mereka yang kerap mendengar bahwa kesetaraan gender masih menjadi suatu problematika, dan banyak juga dari mereka yang belum menerapkan konsep kesetaraan gender ini. Sebenarnya apa sih yang menjadikan kesetaraan gender ini salah satu problematika yang hadir di era yang lebih modern ini?
ADVERTISEMENT
Ya, kesetaraan gender ini sendiri dipahami sebagai bentuk untuk memperoleh hak dan kesempatan yang sama baik bagi laki - laki maupun perempuan bidang ekonomi, pendidikan, sosial budaya, keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan (Riant Nugroho 2011:29). Seluruh individu, baik laki - laki dan perempuan berhak mendapatkan kehidupan yang layak tanpa harus dibedakan dengan stigma ‘Laki - laki lebih mampu melakukan banyak pekerjaan dibandingkan perempuan’. Sebenarnya, mudah saja bagi kita untuk menerapkan konsep kesetaraan dan menghargai antar gender ini, tetapi apa yang membuat hal ini kemudian masih banyak menorehkan beragam kasus diskriminasi dan tindak kekerasan lainnya? Ya, karena stigma yang tumbuh di masyarakat, menghambat seseorang memiliki pemikiran yang lebih luas dan terbuka lagi.
ADVERTISEMENT
Isu ini bukanlah suatu hal yang tabu atau asing, karena isu ini sudah masuk ke dalam salah satu target yang harus diwujudkan dalam pemaparan Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dirancang oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) secara resmi pada tanggal 25 September 2015 dimana mencakup 17 target yang harus dicapai dan diwujudkan sampai tahun 2030 mendatang, diantara target tersebut, poin nomor 5 menitikberatkan pada tujuan ‘Gender Equality’. Adanya bentuk tujuan utama yang diakui secara global dan universal ini, menandakan bahwa kesetaraan gender adalah hal yang sangat serius untuk diatasi.
Diskriminasi Masih Terjadi
Semakin modern dan berkembangnya zaman ternyata bukan menjadi tolak ukur bagi manusia untuk memiliki pemikiran yang sama berkembangnya. Pernah dengar kalimat “Perempuan lebih baik bekerja di rumah saja, mengurus anak, memasak, bersih - bersih, dan melakukan semua pekerjaan rumah.” ?, Seringkali saya mendengar penuturan tersebut datang dari ranah keluarga, seolah - olah pola pikir tradisional ini masih bisa disesuaikan di zaman yang serba modern. Kalau dipikir - pikir, sampai saat ini diskriminasi tidak mengenal lingkungan, nyatanya keluarga menjadi salah satu faktor diskriminasi tersebut terjadi. Padahal, sejatinya keluarga adalah figur utama yang harus mendukung dan menghargai keputusan para generasi penerusnya.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu saja, belakangan ini tatanan pimpinan dalam negara kita sudah cukup baik, bisa dilihat ketika presiden ke-5 Megawati Sukarnoputri menjadi pemimpin perempuan pertama dalam sejarah Indonesia, lalu Sri Mulyani yang mampu mewakilkan Indonesia sebagai direktur pelaksana Bank Dunia atau World Bank di Amerika Serikat. Spekulasi yang melabeli perempuan tidak bisa memimpin ini dipatahkan ketika hadirnya prestasi dari para pemimpin wanita tersebut. Namun demikian, rasanya hal itu belum cukup untuk mengurangi ketidakadilan yang berlaku dalam hirarki gender ini. Beberapa bulan terakhir, tepatnya pada Maret 2020, kasus diskriminasi di lapangan pekerjaan masih dialami oleh pabrik buruh perusahaan Aice. Buruh perempuan dalam perusahaan ini kerap diabaikan hak dan permintaan khususnya, akibatnya banyak dari mereka yang mengalami keguguran karena tidak mendapat kompensasi pekerjaan serta perusahaan hanya mementingkan efektivitas produk penghasilan dibandingkan kesejahteraan buruhnya. Saya merasa ini tindakan yang cukup kejam, mengapa suara mereka tidak didengar, lalu apa gunanya Undang - Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1994 poin 1 yang menyatakan penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita jika pabrik sekelas Aice saja masih belum mensejahterakan karyawannya.
ADVERTISEMENT
Konsep Kesetaraan dalam Gender
Konsep yang dipahami dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti sebuah rancangan dasar atau gagasan untuk memahami suatu karya. Dalam kesetaraan gender pun kita tidak sekedar paham bahwa laki - laki dan perempuan kodratnya sama, tetapi ada konsep yang harus dimengerti sebelum kita menerapkan praktiknya. Kesetaraan dan keadilan memiliki ikatan yang cukup kuat, beberapa peneliti mengungkapkan bahwa kesetaraan ini kerap menyerang perempuan sebagai korban utamanya.
Menurut Dadang (1997:32), analisis gender ini bukan lagi hanya pembedaan biologisnya (laki - laki & perempuan), lebih dari itu semua perspektif gender ini sudah masuk ke dalam tatanan dimensi sosial - budaya. Tidak berhenti sampai disitu saja, dimensi sosial - budaya ini dapat berpengaruh akan kemajuan perencanaan pembangunan kedepannya, semua gender berhak ikut andil di dalamnya dan diharapkan bisa menghapus stereotip yang berlaku di masyarakat. Sekiranya pernyataan ini cukup untuk menghapuskan permasalahan diskriminasi dan bentuk tindak kekerasan lainnya pada setiap gender bukan?
ADVERTISEMENT
Pada intinya, problematika kesetaraan gender ini bisa sama - sama kita pahami sebagai makhluk sosial yang berbudi pekerti, Mansour Fakih (2013:12) menyatakan, permasalahan utama yang datang dari biologis gender ini ketika mereka dihadapkan dengan tindak ketidakadilan. Pernyataan ini sudah jelas menekankan bahwa semua individu berhak diperlakukan secara sama tanpa adanya rasa tidak layak atau tersakiti sekalipun dalam hidupnya.
Edukasi Sejak Dini
Pada dasarnya semua ini harus diedukasi sejak dini, sejak kita lahir dan mengetahui bahwa dunia ini tidak hanya diisi dengan laki - laki yang kerap dikenal perannya sebagai pemimpin, hebat, berwibawa, dan hal lain yang menunjukan maskulinitas gender tersebut. Tetapi, disini juga ada perempuan yang memiliki hak untuk hidup yang layak tanpa harus dibatasi kemampuannya. Organisasi UNESCO menyatakan bahwa derajat pendidikan bukan lagi menjadi hak laki - laki saja, disini peran perempuan juga ikut andil di dalamnya. UNESCO percaya perempuan akan menjadi sosok yang dapat mematahkan siklus ketidakadilan dalam gender, memajukan bangsa, dan peduli akan kesejahteraan masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Bukan hal yang sulit untuk melakukan edukasi kesetaraan gender ini kepada anak - anak, mereka sejatinya adalah insan yang masih mencari jati dirinya, mereka akan menerima semua aturan yang diberikan, mereka akan dengan mudah melakukan praktiknya dalam kehidupan. Praktik fenomenologi pernah dilakukan kepada anak sekolah dasar di New Jersey, Amerika. Laki - laki dan perempuan diajarkan untuk tidak terikat akan stereotype yang hadir di masyarakat, mereka diajarkan untuk tidak menjadikan gender sebagai standar pengukuran kekuatan laki - laki dan perempuan, mereka juga diajarkan untuk tidak menilai karakter sebagai identitas laki - laki maupun perempuan, seperti laki - laki yang digambarkan selalu membuat onar dan perempuan yang harus anggun.
ADVERTISEMENT
Edukasi seperti ini yang seyogianya dibutuhkan oleh setiap orang, ini bukanlah hal yang tabu lagi. Jika masih banyak orang yang bertanya, kenapa sih penting untuk menerapkan kesetaraan gender kepada anak - anak, bukannya hal ini masih terlalu berat ya untuk mereka? Itu masalahnya, masyarakat masih tertutup dan berpikir bahwa gender hanyalah perumpamaan dua jenis kelamin yang berbeda. Padahal, edukasi sejak dini mampu mendatangkan manfaat yang sangat baik untuk pola pikir mereka dalam jangka panjang. Mereka bisa menghargai sesama, berpikir bahwa semua hal bisa dilakukan dan dipimpin oleh perempuan dan laki - laki, menumbuhkan rasa percaya diri dan juga riset dari organisasi OECD (Economic Co-Operation and Development) menyatakan edukasi ini mampu membawa kesempatan yang baik bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kedudukan yang setara dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Di era yang lebih maju ini, seharusnya ini bukan lagi menjadi suatu hal yang kuno, isu yang sudah menjadi permasalahan global menunjukkan bahwa sesama makhluk sosial harus mulai belajar untuk mengerti lingkungan dan orang - orang disekitarnya. Rasa menghargai, melindungi, dan menolong sesama harus selalu tumbuh sampai kapanpun, dengan ini kita bisa mewujudkan bentuk kedamaian sosial yang sesungguhnya.