news-card-video
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Penggunaan Teori Pemulihan Citra dalam Mengatasi Krisis Organisasi

Balyan Firjatullah
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB
5 Maret 2025 11:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Balyan Firjatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Canva dan diedit oleh : Balyan Firjatullah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Canva dan diedit oleh : Balyan Firjatullah
Reputasi bagi sebuah organisasi merupakan hal yang sangat penting dan harus selalu dijaga dengan baik. Reputasi bagaikan sebuah nyawa dari organisasi. Semakin baik reputasi dari organisasi tersebut, maka publik akan memandang organisasi secara baik. Menjaga reputasi bisa dilakukan dengan melakukan berbagai tindakan positif, contohnya seperti melakukan kegiatan-kegiatan amal, menjaga hubungan antara berbagai stakeholder maupun menangani krisis atau konflik yang terjadi dengan baik.
ADVERTISEMENT
Sebagai sebuah organisasi, wajib hukumnya untuk menyusun langkah-langkah sebagai cara untuk mencegah terjadinya krisis. Namun, sebaik apapun langkah yang dipersiapkan, kemungkinan terjadinya krisis pasti tetap ada. Krisis bersifat abstrak, yang mana dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa aba-aba. Ketika krisis sudah terjadi, maka diperlukan langkah-langkah pula untuk menghadapinya. Berbagai cara bisa dilakukan, akan tetapi ada salah satu teori yang membahas tentang penanganan krisis, yaitu Image Restoration Theory atau Teori Pemulihan Citra yang dikemukakan oleh William Benoit.
William L. Benoit merupakan salah satu Profesor di Ohio University. Beliau mencetuskan salah satu teori yang dapat digunakan untuk menghadapi suatu krisis yang berhubungan dengan citra, baik itu citra seseorang maupun citra organisasi. Image Restoration Theory atau Teori Pemulihan Citra merupakan teori yang memberikan penjelasan tentang cara-cara untuk mengembalikan suatu citra. Dari yang awalnya terkena gempuran krisis sehingga menurunkan citra tersebut, menjadi kembali baik dipandang. Berdasarkan buku "Accounts, Excuses, and Apologies: A Theory of Image Restoration Strategies." yang dikarang oleh Benoit, menjelaskan bahwa alasan sebuah citra menjadi buruk dapat disebabkan oleh dua hal. Bisa disebabkan karena hal yang sengaja yaitu dilakukan sendiri ataupun pesaing. Lalu, secara tidak sengaja, yaitu terjadi karena adanya kesalahan perkataan atau perbuatan.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari artikel “Image repair discourse and crisis communication” karangan William Benoti dijelaskan terdapat lima strategi utama dalam Image Restoration Theory ini.
Denial (Penolakan)
Terdapat dua varian dari strategi Denial. Pertama, dengan menyatakan penolakan sepenuhnya terhadap krisis yang terjadi. Dengan memberikan pernyataan bahwa segala sesuatu yang menjadi tuduhan kepada pihaknya itu bukanlah kebenaran dan hanya kesalahan semata. (Simple Denial). Kedua, bisa dilakukan dengan mengalihkan kesalahan kepada pihak lainnya. Dengan menyebutkan bahwa pihak lainlah yang bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut. (Shifting the Blame).
Evasion of Responsibility (Menghindari Tanggung Jawab)
Dalam strategi ini terdapat beberapa varian langkah yang bisa ditempuh. Pertama, sebuah pihak dapat memberikan penjelasan bahwa segala tindakan yang dilakukannya merupakan reaksi dari adanya tindakan provokasi dari pihak lain. Pihak tersebut menyebutkan bahwa mereka melakukannya karena terpancing oleh pihak lainnya. Kedua, Defeasibility. Melakukan pernyataan bahwa segala sesuatu yang terjadi dikarenakan adanya kekurangan informasi atau kekuatan yang cukup dalam situasi tersebut. Ketiga, Accident. Pengakuan karena hal tersebut terjadi karena hal yang tidak disengaja. Keempat, Good Intention. Pengakuan bahwa hal tersebut awalnya ditujukan untuk niat yang baik, tidak ada tujuan akan akhirnya menjadi hal buruk seperti yang sedang terjadi.
ADVERTISEMENT
Reducing Offensiveness (Mengurangi Dampak Negatif)
Strategi ini berusaha mengurangi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari krisis tersebut. Strategi ini memiliki 6 versi yang dapat dilakukan. Pertama, Bolstering. Dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan positif yang pernah dilakukan pada masa lampau dan terbukti efektif. Kedua, Minimize. Bertujuan untuk memberikan persepsi kepada publik bahwa konflik atau krisis yang terjadi tidaklah seburuk yang diberitakan, artinya berusaha untuk mengurangi perasaan negatif dari publik terhadap konflik tersebut. Ketiga, Differentiation. Melakukan perbedaan tindakan yang dilakukan dari yang dilakukan oleh pihak lain yang terkena masalah yang sama atau mirip. Keempat, Transcendence. Bertujuan untuk memberikan konteks bahwa penanganan tersebut juga dilakukan pada hal yang sama dalam kasus berbeda. Artinya berusaha memberikan kesan bahwa tindakan tersebut juga dilakukan dalam kasus lain dan hasilnya menguntungkan. Kelima, Attack Acuser. Dilakukan dengan menyerang balik penuduh, mempertanyakan kredibilitas tuduhan yang diajukannya. Keenam, Compensation. Dilakukan dengan memberi kompensasi kepada pihak yang merasa dirugikan, jika dapat diterima oleh korban, maka citra perusahaan akan kembali membaik.
ADVERTISEMENT
Corrective Action (Tindakan Korektif)
Strategi ini dilakukan dengan memberikan perjanjian-perjanjian bahwa akan melakukan koreksi atau pembenaran dari konflik-konflik yang tengah terjadi. Perjanjian tersebut dilakukan sebelum adanya tindakan ofensif, sehingga diharapkan dapat mengembalikan citra positif.
Mortification (Permintaan Maaf)
Strategi final dari teori ini adalah permintaan maaf dan memohon untuk diberikan pengampunan atas kesalahan-kesalahannya.
Penerapan dari teori terbukti sudah dilakukan dalam dunia nyata. Salah satunya adalah kasus krisis logistik yang terjadi pada KFC di Inggris tahun 2018. Pada saat itu, KFC terpaksa menutup lebih dari 600 restorannya di Inggris karena kehabisan ayam. Hal ini terjadi karena adanya masalah dalam jalur distribusi pihak KFC. Pihaknya menggunakan beberapa strategi dari Image Restoration Theory untuk menghadapi krisis yang membuat banyak pelanggannya marah dan merasa kecewa. Pada awalnya KFC denial menghadapi krisis ini, mereka menyebutkan bahwa krisis ini bukanlah sepenuhnya salah mereka, melainkan dari pihak distribusi yang baru. Diketahui bahwa saat itu, KFC memilih mitra baru untuk distribusinya. Selanjutnya KFC, melakukan tindakan Reducing Offensiveness dengan strategi compensation. KFC meminta maaf kepada semua pihak dan berjanji untuk segera kembali secepatnya. Hal tersebut juga membuat KFC menggunakan strategi Corrective Action dengan memberi perjanjian serta langsung mengganti kembali mitra yang baru.
ADVERTISEMENT
Strategi yang dilakukan KFC berhasil karena citra dan kepercayaan publik terhadap mereknya kembali hadir dan tetap terjaga sampai saat ini. Hal tersebut menjadi bukti bahwa teori ini memiliki keberhasilan dalam mengembalikan citra yang menurun di mata publik. Keberhasilan strategi yang diberikan teori ini bisa berasal dari seberapa cepat organisasi tanggap dalam menghadapi kasus dan kesesuaian strategi yang dipilih untuk dilakukan.
Berdasarkan kelima strategi utama yang menjadi dasar teori yang dikembangkan oleh William Benoit ini, Image Restoration Theory bisa menjadi pilihan langkah-langkah yang dapat digunakan dalam menghadapi krisis. Penerapan tersebut harus dilakukan secara maksimal dan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Sebaiknya, rencana pencegahan krisis tetap harus dimiliki oleh setiap organisasi agar krisis bukan hanya dapat diatasi, akan tetapi dapat dicegah dari sebelumnya terjadi.
ADVERTISEMENT