Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Tak Mungkin DPR Mematikan Gairah Jurnalistik
26 September 2019 1:06 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Bambang Soesatyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
JAKARTA - Saya memastikan DPR RI akan meninjau kembali berbagai pasal yang menjadi sorotan publik dalam RUU KUHP. Termasuk pasal-pasal yang dianggap berpotensi menghalangi kebebasan kehidupan jurnalistik dan pers sebagai pilar keempat demokrasi.Â
ADVERTISEMENT
Kemerdekaan pers adalah prasyarat utama bagi tumbuh kembangnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Karenanya tak mungkin DPR RI mematikan gairah jurnalistik. Apalagi saya juga masih tercatat sebagai wartawan. Jika pun ada pasal-pasal yang dianggap berpotensi menghambat pertumbuhan insan pers, DPR RI siap membuka pintu dialog selebarnya.
Saya menerima perwakilan Dewan Pers, IJTI, AJI, PWI, LBH pers, dan LPDS, di Posko Pam Obvit DPR RI, Jakarta, pada Senin (24/9/19). Hadir antara lain Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Abdul Manan, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana, Ketua Dewan Pertimbangan IJTI Imam Wahyudi, Direktur LBH Pers Ade Wahyudi, pengurus LPDS Hendrayana, Direktur PWI Pusat Edi Yoga, dan Dewan Pers Jamal Hisan.Â
ADVERTISEMENT
Saya menjelaskan, berbagai pasal yang menjadi sorotan insan pers antara lain Pasal 219 tentang Penghinaan Terhadap Presiden, Pasal 241 tentang Penghinaan Terhadap Pemerintah, Pasal 247 tentang Hasutan Melawan penguasa, Pasal 262 tentang Penyiaran Berita Bohong, Pasal 263 tentang Berita Tidak Pasti.
Selain itu ada juga Pasal 281 tentang Penghinaan Terhadap Pengadilan, Pasal 305 Tentang Penghinaan Terhadap Agama, Pasal 354 Tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara, Pasal 440 Tentang Pencemaran Nama Baik, serta Pasal 446 Tentang Pencemaran Orang Mati.
Komisi III DPR RI sebagai leading sector pembahasan RUU KUHP nanti bisa memanggil Dewan Pers, IJTI, AJI, LBH Pers, dan organisasi pers lainnya untuk menyerap lebih lanjut aspirasi mereka. Termasuk juga perwakilan pers bisa mengetahui lebih jauh latar belakang hadirnya pasal-pasal tersebut, sehingga pers tidak berburuk sangka kepada DPR RI. Dialog yang saling mencerahkan harus terjadi di antara DPR RI dengan pers. Sehingga tidak ada dusta di antara kita.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh saya menegaskan, RUU KUHP pada dasarnya dirancang bukan untuk mengebiri hak warga negara apalagi pers. Melainkan untuk menghadirkan kepastian hukum, menguatkan harmoni kehidupan masyarakat, sehingga bisa tercipta keamanan dan ketertiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berbagai pasal-pasal yang menjadi sorotan insan pers tadi, kita pastikan bukan untuk mengebiri kebebasan berpendapat maupun kemerdekaan pers. Karena pers juga punya tanggung jawab memberitakan sesuai fakta yang terjadi di lapangan, bukan mengabarkan berita hoaks apalagi propaganda menyesatkan yang bisa mengadu domba rakyat. Perumusan pasal-pasal tersebut akan kita kaji kembali dengan melibatkan insan pers. Sehingga niat baik dari DPR RI dan pemerintah bisa sejalan dengan niat baik pers. (*)