Penyidik KPK 'Dikorbankan', Siapa Berbohong?

Bambang Widjojanto
Tim penasihat hukum KPK, pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Konten dari Pengguna
5 Februari 2020 10:53 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Widjojanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
kumparan menayangkan berita Kompol Rosa, Penyidik KPK yang Kini 'Terbuang'. Isinya, kabar penarikan dua penyidik KPK, Kompol Rosa dan Indra, ke Mabes Polri yang menyeruak pada akhir Januari 2020. Isu penarikan keduanya muncul di tengah kasus dugaan suap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
ADVERTISEMENT
---
Kilah, dalih, dan saling berbantahan tak elok dan cenderung "konyol" kembali dipertontonkan di muka publik atas "gonjang ganjing" pemulangan penyidik KPK. Tapi yang jelas, sobat Rosa, eksistensi salah seorang Penyidik KPK tengah dikorbankan. Tak jelas, apakah Rosa ditarik atau dipulangkan? Siapa inisiatornya dan apa alasannya?
"Pak Rosa kita tidak tarik," begitu pernyataan Karo Penmas Divisi Humas Polri; Tapi Firli Bahuri, Ketua KPK, menyatakan "Tolong dipahami bahwa Kompol Rosa dan Indra betul sudah dikembalikan ke Mabes Polri." Siapa benar dan siapa bohong, atas pernyataan yang saling bertolak belakang itu.
Jika masa kerja tugas Rosa sebagai penyidik KPK baru selesai di September 2020 dan Rosa kini tengah melakukan penyidikan skandal kasus korupsi Harun Masiku yang mendapatkan perhatian serius dari publik tapi mengapa Rosa justru harus dipulangkan. Bukankah, ada begitu banyak penyidik yang dimiliki Polri dan KPK sangat terbatas jumlahnya penyidiknya.
ADVERTISEMENT
Jika silang-sengkarut ini tak segera diselesaikan dan Rosa terus dihambat untuk menjalankan fungsinya sebagai penyidik KPK maka yang tengah dikorbankan adalah upaya pemberantasan korupsi dan dipastikan Harun Masiku akan “terpingkal-pingkal” dan “cekakakan” karena tak bisa segera ditangkap. Apakah ini kesengajaan?
Pada situasi ini, apa peran dari Dewan Pengawas KPK? Bukankah Pasal 37B UU KPK menyatakan Dewas bertugas “mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK”. Apakah ada indikasi kuat kebohongan yang diduga dilakukan Ketua KPK dalam sengkarut ini. Semoga Dewas hadir untuk atas ini tidak bersemayam dalam sunyi atas hiruk-pikuk ini.
Karena jika sinyalemen di atas kian tak terbantahkan, bukanlah ada pelanggaran atas sumpah dan janji yang diucapkan oleh setiap Pimpinan KPK yang berjanji untuk senantiasa jujur dan objektif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Selain itu, bukankah tindakan itu juga dapat dikualifikasi sebagai “perbuatan tercela” yang dilarang dilakukan oleh Pimpinan KPK sesuai Pasal 29 huruf f UU KPK.
ADVERTISEMENT
Semoga kekuasaan tidak menjadi pandir, pongah, dan menganggap remeh-temeh soal ini karena ada indikasi aroma kebohongan yang dapat berakibat dikorbankannya integritas penyidik KPK dan didekonstruksinya akuntabilitas upaya pemberantasan korupsi.
Barang bukti penangkapan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan