Potensi Tindak Koruptif & Benturan Kepentingan pada Perpim KPK No 6 Tahun 2021

Bambang Widjojanto
Tim penasihat hukum KPK, pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Konten dari Pengguna
9 Agustus 2021 13:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Widjojanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
1. Ketua KPK melalui Perpim No. 6 Tahun 2021 punya indikasi “menabrak” dan “mengabaikan” nilai dan prinsip yang ada di dalam Etik dan Pedoman Perilaku KPK; Bahkan, mendelegitimasi prinsip independensi institusi serta secara sengaja potensial membangun sikap permisif atas perilaku koruptif;
ADVERTISEMENT
2. Ada nilai yang tak sekadar hendak ditegakkan dan dijunjung tinggi KPK tapi sekaligus keinginan untuk mengeliminasi potensi fraud, misalnya, ketika dirumuskan larangan bagi insan KPK bermain golf atau olahraga lainnya dengan pihak-pihak yang dikhawatirkan menimbulkan benturan kepentingan. Pijakan nalarnya jauh melebih kebutuhan pandangan normatif yang legalistic.
3. Rumusan di dalam Pasal 2A Perpim KPK No. 6 Tahun 2021 bersifat sangat generik hanya dengan menyatakan “… Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara …”. Tidak dijelaskan sama sekali, apa saja komponen biaya dari perjalanan dinas? Perpim KPK tersebut juga tidak mengatur secara rinci, siapa saja pihak yang dapat mengundang, apa dasar kepentingan undangan dan bagaimana melakukan filtering agar tidak menimbulkan benturan kepentingan;
ADVERTISEMENT
4. Rumusan yang bersifat umum itu niscaya membuka peluang terjadinya tindakan koruptif karena dapat menjadi media dan modus operandi baru terjadinya “gratifikasi” sehingga dipastikan dapat “menabrak dan mengabaikan” prinsip penting dari nilai integritas dari kode etik dan perilaku KPK.
5. Padahal ada prinsip penting yang tersebut dalam nilai integritas di dalam kode etik dan perilaku KPK yang menegaskan “…Tidak menerima honorarium atau imbalan dalam bentuk apa pun dari pihak lain terkait pelaksanaan tugas kecuali”. Hal itu kekecualian itu, justru tidak disebutkan di dalam Perpim KPK. Bukankah ini tindakan dapat diskualifikasi sebagai naif dan terlalu gegabah?
6. Ketua dan Pimpinan KPK diharapkan punya kesadaran untuk memberikan prioritas perhatian dalam merumuskan suatu aturan menyangkut “… sikap dan perilakunya pada hubungan, komunikasi atau pertemuan dengan pihak lain yang punya potensi dan diduga kuat dapat menimbulkan benturan kepentingan …” sebagai prasyarat dasar sebelum menerima suatu undangan atau ketika berkomunikasi dengan pihak lainnya.
ADVERTISEMENT
7. Jauh lebih baik jika Pimpinan KPK melaksanakan program yang direncanakannya sendiri dan/atau memberi prioritas pada program yang ditujukan untuk kepentingan dan kemaslahatan KPK ketimbang “wira-wiri” menghadiri undangan.
**Bambang Widjojanto, 9 Agustus 2021.