Takjub atas Solidaritas Pegawai KPK

Bambang Widjojanto
Tim penasihat hukum KPK, pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Konten dari Pengguna
31 Mei 2021 14:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Widjojanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penyidik KPK. Foto: Instagram/@official.kpk
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penyidik KPK. Foto: Instagram/@official.kpk
ADVERTISEMENT
1. Kita tengah menyaksikan solidaritas tanpa batas dari pegawai KPK yang lulus TWK terhadap para koleganya yang disingkirkan secara melawan hukum oleh pimpinan KPK melalui instrumentasi TWK.
ADVERTISEMENT
2. Supreme solidarity seperti ini tidak pernah terjadi di sepanjang sejarah Lembaga Anti Korupsi di Indonesia, juga di dunia. Hal ini didasarkan atas fakta, ada sekitar 700 atau lebih dari 50% pegawai KPK yang membuat surat atas pokok soal di atas. Fakta ini sekaligus menegaskan spirit yang berkembang berupa solidaritas yang berpucuk dari akal sehat dan berpijak dari nurani menjadi "barang langka" yang harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapapun.
3. Ternyata, surat itu ditujukan, bukan hanya pada Ketua KPK saja tetapi juga ada surat terbuka yang ditujukan kepada presiden sebagai Panglima Pemberantasan Korupsi. Surat Terbuka dimaksud meminta, bukan sekadar penundaan pelantikan pegawai KPK yang memenuhi TWK saja tetapi juga permintaan untuk menyelesaikan pokok penyebab dan dampak dari proyek TWK, yaitu: Kesatu, "...membatalkan hasil TWK yang menimbulkan polemik berkepanjangan..." kedua, memerintahkan seluruh pegawai KPK beralih status menjadi ASN sesuai mandat UU KPK dn PP No. 41 Tahun 2020 dan Putusan MK; ketiga, meminta penundaan pelantikan.
ADVERTISEMENT
4. Solidaritas yang berujung pada pembuatan surat terbuka dapat ditafsirkan sebagai suatu sinyal yang sangat kuat bahwa tidak ada lagi kepercayaan pegawai KPK pada pimpinannya. Komisioner KPK bisa saja punya legalitas sebagai pimpinan KPK, tapi mereka sudah tidak punya legitimasi. Siapapun pemimpin yang baik karena menjunjung tinggi kehormatannya harusnya tahu diri dan ikhlas meletakkan jabatan serta mengundurkan diri jika sudah kehilangan legitimasinya. Ketua KPK dn pimpinan lainnya telah gagal menjadi konduktor yang mengorkestrasi pemberantasan korupsi, serta diduga keras menjadi bagian dari masalah tipikor.
5. Ada fakta lainnya, kita perlu prihatin sekaligus mengecam tindakan dari beberapa pimpinan KPK yang diduga melakukan tekanan dan ancaman atas keluhuran budi lebih dari 700 pegawai KPK yang membangun solidaritasnya dengan cara menyatakan sikapnya melalui surat terbukanya pada ketua KPK maupun presiden. Tindakan menekan dan mengancam dari pimpinan KPK seperti di atas telah melanggar konstitusi yang melindungi kebebasan berekspresi. Pelaku tindakan dimaksud sudah tidak pantas lagi tetap menjadi pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
6. Seluruh hal di atas sudah cukup menjadi dasar agar presiden segera melakukan tindakan tegas untuk menolak hasil TWK dan mengalihkan serta melantik seluruh pegawai KPK sesuai mandat UU, PP, dan Putusan MK. Hal ini penting dilakukan agar supaya dapat diwujudkan keadilan karena delayed juctice = Injustice. Sekaligus, mempertimbangkan untuk meminta KPK mengundurkan diri.
7. Lebih dari itu, pemberantasan korupsi dikhawatirkan akan lumpuh total dan pesta pora para koruptor akan terjadi. Untuk mengatasi dampak paling buruk pada pemberantasan korupsi, maka di titik inilah ketegasan dan keberpihakan presiden RI menjadi urgent. Kita perlu diyakini, presiden berada di dalam kubu yang pro terhadap upaya pemberantasan korupsi yang ditandai dengan mengakomodasi surat terbuka yang disampaikan sebagian besar pegawai KPK. Semoga.
ADVERTISEMENT
***
Bambang Widjojanto, 31 Mei 2021