Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Masjid Qiblatain: Dialektika Iman dan Kearifan Lokal
23 Mei 2024 16:00 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Prof. Dr. Bambang Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya sangat beruntung dalam ziarah ini dapat mengunjungi Masjid Qiblatain. Masjid Qiblatain ini sering terlupakan oleh jemaah untuk dikunjungi. Di bawah matahari yang terik dan menggigit kulit, kami bersyukur dapat memasuki masjid ini dan melaksanakan salat sunah di dalamnya. Masjid Qiblatain memiliki bobot transformasi tradisi yang mendalam, yaitu peristiwa pergantian kiblat.
ADVERTISEMENT
Perubahan arah kiblat salat yang pertama kali dilaksanakan di Masjid ini, menjadi penanda penting perubahan monumental —dari menghadap Baitul Maqdis di Yerusalem menjadi menghadap Ka'bah di Makkah. Karena perubahan arah kiblat ini beberapa Muslim menjadi murtad. Karena resistensi/ keengganan mereka untuk salat menghadap ke Baitullah.
Peristiwa perubahan arah kiblat sesungguhnya bukan sekadar perubahan arah dalam salat, melainkan sebuah simbol perubahan identitas, tradisi, dan ketundukan kepada kehendak Ilahi.
Dalam ruang-ruang ibadah yang sunyi, arah kiblat bukan hanya mengarahkan jemaah dalam formasi salat, tetapi juga meredefinisi ke mana hati para penganutnya berorientasi.
Masjid Qiblatain menjadi simbolisasi dari perubahan yang lebih besar dari sekadar fisikal; ia adalah pergeseran paradigma keagamaan dan kultural. Pada masa itu, pergantian kiblat bukanlah sekadar kepatuhan terhadap sebuah wahyu, melainkan juga pengesahan Muhammad sebagai Nabi Akhir Zaman yang membawa risalah universal bagi umat manusia.
ADVERTISEMENT
Masjid ini juga menandai perjalanan umat Islam dari sekadar penganut yang mengikuti tradisi lama ke penganut yang secara aktif merespons dan menyesuaikan diri dengan situasi dan konteks yang berubah.
Pergantian kiblat ini merupakan bentuk ketundukan yang mendalam terhadap kehendak Allah, yang secara simbolis mengajarkan kita bahwa dalam kehidupan, kebenaran dan arahan bisa berubah sesuai dengan konteks waktu dan evolusi spiritual.
Lebih jauh lagi, Masjid Qiblatain mengajarkan kita tentang pentingnya adaptasi dalam tradisi. Dalam sejarah dan tradisi apa pun, adaptasi bukanlah tanda kelemahan; melainkan tanda kemampuan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini relevan tidak hanya dalam konteks spiritual tetapi juga dalam konteks sosial dan kultural.
Dalam dunia yang terus bergerak cepat dan penuh perubahan, kemampuan untuk beradaptasi dengan cerdas dan dengan prinsip adalah kunci untuk bertahan dan berkembang.
ADVERTISEMENT
Ketundukan kepada kehendak Allah yang tercermin dalam peristiwa pergantian kiblat ini menggugah kita untuk memikirkan kembali esensi dari kepatuhan: bukan kepasifan, melainkan partisipasi aktif dalam melaksanakan perintah-Nya dengan pemahaman dan kebijaksanaan.
Di era sekarang, Masjid Qiblatain tidak hanya berdiri sebagai monumen historis, tetapi juga sebagai pengingat akan kekuatan iman, pentingnya adaptasi, dan keberanian untuk berubah. Mari kita ambil inspirasi dari Masjid Qiblatain untuk mengarahkan hati kita menghadapi tantangan-tantangan baru dengan keberanian, kebijaksanaan, dan ketundukan kepada Pencipta.