Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Peluk hangat dan ciuman pada tangan menjadi warna yang menempel pada ratusan orang yang memenuhi area River Spot Bandung, Minggu (17/11) sore. Di Jalan Sukarno, Kota Bandung, mereka tidak segan berbagi kebahagiaan, penganan dan kopi hitam dalam gelas plastik yang sangat sederhana.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa sebab mereka berkumpul di tempat itu. Mereka hadir atas nama persaudaraan dan kerinduan yang membuncah dalam jiwa-jiwa jalanan itu. Merekalah yang tergabung dalam Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) Bandung.
KPJ Bandung hari itu memang merayakan sebuah kebersamaan mereka selama 30 tahun. Usia yang tentu tidak muda. Lazimnya manusia, 30 tahun merupakan usia yang penuh kematangan lahir dan bathin.
Mengangkat judul 'The Beautiful Culture of Bandung' dengan tema kecilnya "Berikan kesejukan untuk Indonesia", KPJ memperlihatkan kehadiran mereka yang telah mewarnai Bandung selama ini konsisten bergelut di dunia musik dan seni lainnya.
Sumbangsih pada dunia seni KPJ Bandung tentu jangan ditanya. Salah satunya melahirkan Kelompok Topeng dengan album 'Matahariku' yang mampu meraih AMI Award (Anugerah Musik Indonesia) pada 1997, 'Kaum Reformis' meraih AMI Award pada 1998, kemudian melahirkan Album kompilasi KPJ Bandung berjudul 'Kebersamaan' pada 2012.
ADVERTISEMENT
Tak ketinggalan Dedy Koral dengan buku sastranya berjudul 'Nama Saya Biodata' pada 2006 dan antologi puisi 'Persetubuhan Batin' pada 2006 telah mewarnai kesusastraan Indonesia. Tidak hanya urusan kesenian, masalah sosial pun seperti membantu korban bencana, tidak segan mereka lakukan. Komunitas ini pernah menggelar konser amal untuk korban bencana alam di Palu, Sigi dan Donggala Sulawesi Tengah.
"Pada perjalanan 30 tahun ini KPJ Bandung berharap bisa punya ruang publik sendiri sebagai tempat bersama untuk berekspresi sekaligus berinteraksi dengan masyarakat," ucap Ketua KPJ Bandung, Cepi Suhendar di sela perayaan.
Pada sisi profesi, usia ke 30 tahun KPJ Bandung diharapkan bisa lebih memberi manfaat untuk semua anggotanya. Terutama terkait royalti ataupun penghargaan terhadap profesi musisi baik di Kota Bandung, Jawa Barat maupun tingkat nasional.
ADVERTISEMENT
KPJ Bandung menuntut pemerintah agar memperhatikan dan menyusun regulasi, hak cipta dan kesejahteraan ataupun salary untuk profesi musisi. "Kita juga harus berkaca pada kota Malang. Pelaku seni disana dimuliakan dalam melakukan pementasan seni. Birokrasi yang tidak berbelit, bahkan ijin acara pun tidak mengeluarkan uang," ujarnya.
Selain itu, Cepi meminta pemerintah lebih bijak dalam kasus penjaringan anak jalanan. Menurutnya, KPJ jangan disamaratakan dengan pengemis atau gelandangan di jalanan. KPJ punya karya, bahkan dalam kegiatannya aktifitas KPJ adalah profesi seniman. "Kita bisa kooperatif. Bisa duduk bareng membahas hal ini," ucapnya.
Cepi menegaskan, di manapun berada, pengamen jalanan selalu berusaha memegang teguh persaudaraan dan etika dalam berekspresi.
Perayaan 30 tahun KPJ Bandung ini tidak hanya didominasi permainan musik semata. Seni tari tradisi, bahkan seni Debus pun hadir memeriahkan acara yang dibiayai secara swadaya dari anggota KPJ sendiri. Tentu ini adalah bentuk jaringan yang terbangun KPJ Bandung selama ini.
"Jalanan bukan sandaran. Jalanan bukan impian. Jalanan bukan pelarian, jalanan adalah kehidupan," kata anggota senior KPJ.
ADVERTISEMENT
Selamat ulang tahun ke-30 KPJ Bandung, mari merawat kehidupan semoga matahari hangat untuk kalian semua. Seperti halnya bait pada lagu 'Matahariku', dari Kelompok Topeng:
….'Oh matahariku
Bangunkan tidurku
Dengan cahyamu usaplah aku
Agar dapat kusambut dia di muka pintu... ' (Agus Bebeng)