Ahli Geologi Sarankan Membangun Benteng Penghalang Tsunami di Teluk Palu

Konten Media Partner
5 Oktober 2018 20:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahli Geologi Sarankan Membangun Benteng Penghalang Tsunami di Teluk Palu
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Suasana jalan di Palu Utara pasca-gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo dan tsunami yang menghancurkan bangunan di wilayah tersebut. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Para pakar geologi sudah lama mengingatkan bahwa Kota Palu, Kalimantan Tengah (Sulteng), merupakan daerah rawan gempa bumi dan tsunami. Untuk itu, ke depan penataan Palu dan sekitarnya direkomendasikan agar mengacu pada peta mikrizonasi gempa bumi.
Menurut ahli geologi dari Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi, Asdani Soehaimi, dalam sejumlah peta geologi yang diterbitkan para peneliti, Palu masuk masuk ke dalam zona kerentanan sangat tinggi gempa bumi dan tsunami. Penyebab utamanya ialah adanya patahan gempa bumi aktif Palu Koro yang membelah Sulteng.
Selain itu, Asdani mengatakan, kontur tanah di Palu dan sekitarnya juga rentan terhadap getaran gempa bumi. Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala berdiri di atas batuan yang sangat muda, bersifat lepas dan mengandung air. Kondisi ini memiliki kerentanan guncangan atau amplifikasi yang sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
“Resiko kerusakan akibat guncangan gempa bumi 28 September lalu umumnya terkonsentrasi di zona kerentanan sangat tinggi guncangan tanah, seperti Hotel Roa-Roa, Ramayana, perumahan Petobo dan Balora,” katanya, dalam Geoseminar “Jejak Patahan Palu-Koro: Gempa Donggala & Palu 2018” di Museum Geologi, Bandung, Jumat (5/10/2018).
Menurut anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) tersebut, peta mikrozonasi sangat penting bagi pembangunan Palu ke depan. Peta mikrozonasi menggambarkan tingkat kerentanan terhadap bahaya goncangan gempa bumi.
“Untuk memitigasi resiko gempa bumi dan tsunami di masa yang akan datang di daerah ini, penyusunan tata ruang provinsi, kabupaten, kota harus mengacu pada peta mikrozonasi,” katanya.
Dalam peta mikrozonasi, wilayah-wilayah ditandai sesuai dengan tingkat kerentanannya terhadap gempa bumi. Wilayah beresiko tinggi ditandai dengan warna merah, resiko menengah warna kuning, dan resiko rendah warna hijau.
ADVERTISEMENT
“Kalau ingin membangun fasilitas penting jangan di zona merah,” katanya.
Fasilitas penting itu seperti rumah sakit, gedung telekomunikasi, bandara, dan layanan publik lainnya. Pembangunan infrastruktur ini dianjurkan mengacu pada tata cara perencanaan ketahanan gempa sesuai dengan SNI 1726: 2012. Dalam SNI ini dijelaskan bagaimana membuat rekayasa bangunan tahan gempa yang mengacu pada peta gempa bumi.
Pembangunan harus menghindari zona gempa bumi, tsunami, longsor, dan lainnya. Di daerah-daerah merah tidak boleh dibangun fasilitas vital. Daerah merah sebaiknya dipakai sebagai lahan yang tidak dihuni banyak penduduk, misalnya lahan peternakan.
“Bangunan yang sudah ada di kota Palu sebaiknya dikaji ulang konstruksinya, seandainya lemah, dilakukan penguatan kembali,” katanya.
Dalam jangka panjang, ia menyarankan membangun jalur evakuasi di perbatasan Kota Palu – Kabupaten Donggala. Jalur ini harus disepakati dan ditaati oleh pemerintah provinsi, kota dan kabupaten.
ADVERTISEMENT
Untuk mengantisipasi tsunami, ia menyarankan pembangunan sempadan-sempadan sebagai jalur tsunami di teluk Palu, kemudian membangun tembok penghalang tsunami di daerah pantai yang landai sekitar teluk Palu.
“Di palu ada pantai terjal di blok barat. Potensi tsunami sebetulnya di blok sebelah timur yang paling rawan, di barat cenderung agak tinggi meski ada yang landainya. Di timur sangat rawan terhadap bahaya gempa bumi,” katanya.
Menurutnya, upaya mitigasi bencana memang tidak mudah dilakukan. “Agak susah, tapi inilah yang harus kita lakukan kalau ingin selamat dari tsunami,” katanya. (Iman Herdiana)