news-card-video
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner

BMKG Rilis Peta Potensi Bencana Kebakaran

23 Agustus 2018 16:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
BMKG Rilis Peta Potensi Bencana Kebakaran
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Peta potensi kebakaran di Indonesia. Warna kuning dan merah berarti mudah terbakar. (BMKG)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan ancaman kebakaran hutan di musim kemarau. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, saat ini musim kemarau meluas ke wilayah Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi.
Sehingga jumlah titik panas (hotspot) meningkat seiring semakin meluasnya pengaruh musim kemarau di sejumlah wilayah di Indonesia. Sebelumnya, musim kemarau yang diprediksi berlangsung Agustus-September hanya mencakup sebagian besar Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
"Wilayah yang cukup signifikan mengalami peningkatan titik panas yaitu Kalimantan Barat 798 titik, Kalimantan Tengah 226 titik, Jambi 19 titik dan Sumatera Selatan 13 titik," kata Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/8/2018).
Peningkatan jumlah titik panas tersebut diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering yang memudahkan tanaman mudah terbakar. Kondisi tersebut perlu diperhatikan agar tidak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar.
ADVERTISEMENT
Data titik panas tersebut hasil analisa BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua Lembaga Antariksa dan Penerbangan Negara (LAPAN). BMKG terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Daerah, Instansi terkait, dan masyarakat untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.
"Yang perlu diwaspadai adalah dampak paparan kabut asap jika sampai terbakar karena sangat berpotensi menganggu kesehatan," ujar Dwikorita.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, menambahkan hasil monitoring yang dilakukan BMKG menunjukkan hingga pertengahan Agustus 2018 hampir seluruh wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau yaitu sebanyak 95.03 persen. Sedangkan sisanya 4.97 persen masih mengalami musim hujan. Sedangkan musim kemarau diprediksikan akan berlangsung hingga akhir Oktober 2018.
ADVERTISEMENT
Herizal menuturkan, pantauan BMKG terhadap deret hari tanpa hujan sebagai indikator kekeringan meteorologis awal menunjukkan, deret hari tanpa hujan (HTH) kategori sangat panjang (31-60 hari) hingga ekstrim (kurang 60 hari) umumnya terjadi sebagian besar di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, meskipun di beberapa daerah sudah terpantau terdapat jeda hari hujan.
Di sebagian Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, pengaruh meluasnya musim kemarau itu juga ditunjukkan oleh munculnya beberapa daerah yang telah mengalami HTH kategori menengah (11-20 hari) hingga panjang (21-30 hari).
"Kondisi kering itu diikuti oleh kemunculan hotspot yang memicu kejadian kebakaran hutan dan lahan yang pada akhirnya menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara.Jumlah hotspot di Kalimantan Barat sendiri mengalami peningkatan 17.6 persen dibandingkan pekan lalu," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pada awal pekan ini, pantauan alat kualitas udara di Stasiun Klimatologi Mempawah menunjukkan konsentrasi Particulate Matter (PM10) tertinggi sebesar 356.93 µg/m3 yang artinya masuk dalam kategori berbahaya. Pengamatan jarak pandang mendatar (visibility maksimum) tercatat kurang dari 100 meter.
Namun kondisi tersebut diprediksi relatif berkurang dalam waktu beberapa hari ke depan. Hanya saja Herizal tetap mengingatkan perlunya kewaspadaan dan langkah antisipatif untuk meminimalisir dampak. (Arie Nugraha)